MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pembukaan jalur alternatif Medan-Berastagi kembali mendapat dorongan dari Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi. Saat ini, pembukaan jalurn Medan-Tuntungan-Kutalimbaru-Tandukbenua-Sembaikan-Berastagi, tinggal masalah perizinan penggunaan kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sepanjang 5 Km.
Hal ini disampaikan Edy Rahmayadi usai rapat bersama Bupati Karo Terkelin Brahmana dan Bupati Deliserdang Ashari Tambunan, terkait pembukaan jalan alternatif Medan-Berastagi di Rumah Dinas Gubernur Sumut, Jalan Jenderal Sudirman Medan, Selasa (23/2).
“Progresnya itu sudah berjalan, pengerjaan fisiknya sudah, jalannya sudah dibuka tinggal sekitar 5 Km lagi di kawasan hutan lindung, jadi kita perlu meminta izin KLHK untuk alih status, sehingga jalur ini semua terhubung. Saya akan menghadap Menteri Siti Nurbaya,” kata Edy Rahmayadi.
Menurutnya, hal ini menjadi prioritas karena Karo merupakan daerah penghasil bahan pangan dan sayur-sayuran. Karena itu, infrastruktur akses untuk daerah ini perlu mendapat perhatian lebih. “Karo itu tempat logistiknya Sumut bersama Humbahas, itu yang membuat dia prioritas. Karo juga merupakan objek wisata favorit untuk Medan sekitarnya, ini merupakan proyek strategis,” tambah Edy.
Rute jalur alternatif ini lebih pendek dari jalur utama Medan-Berastagi (76Km), yakni hanya 55,87 Km. Selain itu, menurut keterangan Bupati Karo Terkelin Brahmana, jalur ini juga lebih landai dibandingkan dengan jalur utama Medan-Berastagi. “Kalau jalur Kutalimbaru itu lebih landai dan sudah jalur eksisting sekitar 43 Km, sisanya kita masih harus membuka jalur hutan, karena itu kita meminta bantuan gubernur untuk mendapatkan izin membuka jalur di kawasan hutan sepanjang kurang lebih 5 Km,” kata Terkelin Brahmana.
Selain membahas jalur alternatif via Kutalimbaru, pada kesempatan ini juga dibahas jalur alternatif Medan-Berastagi via Rumahliang (Delitua-Rumahliang-Serdang-Barusjahe-Berastagi). Untuk jalur alternatif ini juga terkendala pada pembukaan jalan di kawasan hutan lindung dan hutan konservasi. “Kalau jalannya sudah ada jalan setapak, tetapi tentu kita butuh memperlebarnya dan itu perlu izin dari KLHK. Di Karo itu ada sekitar 4 Km dan di Deliserdang sekitar 18 Km,” kata Terkelin.
Bupati Deliserdang Ashari Tambunan mengatakan, jalur utama Medan-Berastagi saat ini sangat rawan kemacetan karena harus melalui permukiman, pasar dan struktur jalan yang mendaki serta berkelok. Dengan adanya jalur alternatif ini, masalah tersebut menurutnya bisa teratasi.
“Jarak tempuh yang harusnya 2,5 jam dari Medan bisa menjadi 6-7 jam ke Berastagi, entah karena kecelakaan, truk atau bus yang mogok, longsor dan hambatan lainnya. Bila akses jalannya baik maka lama waktu tinggal wisatawan juga akan bertambah. Karena itu kita perlu jalur alternatif selain untuk memperlancar juga akan mengembangkan daerah-daerah lainnya di Deliserdang dan Karo,” kata Ashari.
Karena pembukaan jalur ini melewati kawasan hutan, hal pertama yang harus dilakukan menurut Ashari adalah izin dari KLHK RI. “Yang pertama kita harus dapat izin dari KLHK karena jalur ini semua melewati jalur hutan, baik hutan produksi, konservasi dan juga lindung. Kami mohon doanya agar rencana ini lancar sehingga pembangunan di Sumut bisa lebih cepat,” katanya.
Usul Penanganan Jalan Rusak Berat ke Bappenas
Di sisi lain, saat ini Pemprov Sumut kesulitan dalam menangani perbaikan jalan rusak berat sepanjang 447 Km dari 3.000 km panjang jalan berstatus milik Provinsi Sumut. Padahal, 447 Km jalan rusak berat tersebut sangat mendesak penanganannya agar memperlancar konektivitas atau arus mobilitas manusia maupun transportasi logistik. Semuanya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Sumut.
Untuk itu, Pemprov Sumut mengusulkan penanganan 447 Km jalan rusak tersebut ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). “Saya minta tambah sama Bappenas (dimasukkan dalam Proyek Strategis Nasional/PSN). Soal tanah infrastruktur,” kata Gubsu Edy Rahmayadi menjawab wartawan usai rapat koordinasi para gubernur terkait penajaman proyek prioritas strategis nasional bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, secara virtual di Rumah Dinas Gubsu, Selasa (23/2) sore.
Adapun jalan milik provinsi sepanjang ekitar 3.000 km itu, menurut Edy adalah yang terpanjang di Indonesia. Dengan dana terbatas, Pemprov Sumut kesulitan menangani 447 km rusak berat dari total panjang jalan itu. “Nah ini segera dimasukkan dalam pembangunan nasional. Darimana dananya? Nanti saya akan cari, apakah bersifat pinjaman merupakan APBN atau bagaimana. Ini yang sedang, yang penting masuk dulu di dalam program Bappenas,” sebut Edy.
Namun begitu pun, menurut Edy jalan rusak berat 447 km jalan provinsi itu tetap menjadi tanggung jawab Pemprov Sumut. “Tapi kita butuh dana. Harusnya 3.000 km, tapi rusak ringan, oke kita abaikan dulu. Kita bicara rusak berat dulu, sekian puluh tahun jalan ini kan diabaikan ini. Rusak jalan ini. Belum lagi bicara yang rusak ringan. Yang berat-berat ini dulu,” sebut Edy.
Kembali soal minimnya anggaran, menurut Edy, Pemprov Sumut hanya mampu mengalokasikan sekitar Rp600 miliar per tahun untuk menangani jalan rusak. Sehingga tidak banyak titik jalan rusak yang tertangani. “Kalau 600 miliar setiap tahun, 4 miliar dia 1 kilometer gitu. Berapa kilolah dia mampu. Ini jadi, tahun depan udah rusak lagi. Untuk itu saya mau pinjam uang, sehingga perekonomian bisa jalan, rakyat bisa tenang bawa kendaraan, ban tidak (cepat) rusak, menghindari kemacetan dan segala macam. Ini yang harus kita lakukan,” ucap Edy. (prn)