25 C
Medan
Friday, November 1, 2024
spot_img

Cuma Diajari Kepintaran Intelektual

Seks Bebas di Kalangan Pelajar Makin tak Terkendali

MEDAN-Kasus seks bebas atau seks di luar nikah di kalangan remaja semakin tak terkendali. Penyebabnya, karena minimnya pengetahuan para remaja terkait penggunaan organ reproduksinya.

Hal ini menunjukkan bentuk ketidakberhasilan program pembinaan mental para remaja. Yang mana selama ini para remaja cenderung diberikan kepintaran intelektual saja, namun tidak sejalan dengan emosional dan spiritualnya.
“Kita prihatin dengan kondisi remaja saat ini. Mereka banyak menyalahgunakan organ reproduksi. Ini membuktikan dunia pendidikan kita tidak berhasil. Karena memang hanya mengajarkan kepintaran intelektual, tapi tidak emosional dan spritual serta sosial,” ungkap psikolog Rahmadani Hidayatin, Minggu (23/4).

Menurut Rahmadani, remaja yang tidak memiliki kemampuan sosial maka dirinya belum siap saat terjun ke masyarakat. Sehingga, remaja akan mudah terkontaminasi dengan berbagai dampak negatif seperti pergaulan seks bebas, terjangkit HIV dan AIDS, serta mengarah kepada penggunaan obat-obat terlarang.

Meskipun program pusat informasi konseling kesehatan reproduksi remaja (PIK KRR) telah dijalankan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), namun, program tersebut tidak ada follow up, Sehingga program tersebut belum maksimal. Masalah ini, lanjut Rahmadani, harus menjadi perhatian semua kalangan. Mengingat jika hal ini dibiarkan berlarut maka kondisi remaja sebagai penerus masa depan bangsa akan menjadi masalah besar nasional.

“Sejauh ini pemberian informasi soal organ reproduksi kita lihat masih belum maksimal bagi remaja. Kalau pun ada, masih bersifat sporadis dan tidak berkelanjutan,” ungkapnya.

Rahmadani menambahkan, program yang ada masih sebatas kehendak atau pikiran pembuat program, bukan kehendak remaja.

“Yang pastinya para remaja tidak akan bisa merealisasikan program yang dibuat. Untuk ke depannya pemerintah harusnya membuat program yang sesuai dengan kebutuhan remaja. Bukan kehendak pembuat program. Jadi, remaja diajak untuk memikirkan program yang baik menurut mereka untuk peningkatakan spritual dan emosional,” ucapnya.

Program tersebut, tambahnya, bisa saja dimasukkan dalam program ekstra kurikuler di sekolah.
Kepala Seksi PIK KRR BKKBN Sumut, Dedi Iswandi mengaku, jika program PIK KRR di Sumut baru memiliki 842 lembaga. Dan jumlah ini masih belum mencukupi dibandingkan jumlah kecamatan yang ada di Sumatera Utara.
“Masalah ini memang harus kita perkuat lagi di Sumut. Harapannya agar remaja bisa memahami baik soal kesehatan reproduksi. Ini juga menyangkut soal komunikasi, informasi dan edukasi yang harus lebih gencar lagi,” ungkapnya. (uma)

Seks Bebas di Kalangan Pelajar Makin tak Terkendali

MEDAN-Kasus seks bebas atau seks di luar nikah di kalangan remaja semakin tak terkendali. Penyebabnya, karena minimnya pengetahuan para remaja terkait penggunaan organ reproduksinya.

Hal ini menunjukkan bentuk ketidakberhasilan program pembinaan mental para remaja. Yang mana selama ini para remaja cenderung diberikan kepintaran intelektual saja, namun tidak sejalan dengan emosional dan spiritualnya.
“Kita prihatin dengan kondisi remaja saat ini. Mereka banyak menyalahgunakan organ reproduksi. Ini membuktikan dunia pendidikan kita tidak berhasil. Karena memang hanya mengajarkan kepintaran intelektual, tapi tidak emosional dan spritual serta sosial,” ungkap psikolog Rahmadani Hidayatin, Minggu (23/4).

Menurut Rahmadani, remaja yang tidak memiliki kemampuan sosial maka dirinya belum siap saat terjun ke masyarakat. Sehingga, remaja akan mudah terkontaminasi dengan berbagai dampak negatif seperti pergaulan seks bebas, terjangkit HIV dan AIDS, serta mengarah kepada penggunaan obat-obat terlarang.

Meskipun program pusat informasi konseling kesehatan reproduksi remaja (PIK KRR) telah dijalankan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), namun, program tersebut tidak ada follow up, Sehingga program tersebut belum maksimal. Masalah ini, lanjut Rahmadani, harus menjadi perhatian semua kalangan. Mengingat jika hal ini dibiarkan berlarut maka kondisi remaja sebagai penerus masa depan bangsa akan menjadi masalah besar nasional.

“Sejauh ini pemberian informasi soal organ reproduksi kita lihat masih belum maksimal bagi remaja. Kalau pun ada, masih bersifat sporadis dan tidak berkelanjutan,” ungkapnya.

Rahmadani menambahkan, program yang ada masih sebatas kehendak atau pikiran pembuat program, bukan kehendak remaja.

“Yang pastinya para remaja tidak akan bisa merealisasikan program yang dibuat. Untuk ke depannya pemerintah harusnya membuat program yang sesuai dengan kebutuhan remaja. Bukan kehendak pembuat program. Jadi, remaja diajak untuk memikirkan program yang baik menurut mereka untuk peningkatakan spritual dan emosional,” ucapnya.

Program tersebut, tambahnya, bisa saja dimasukkan dalam program ekstra kurikuler di sekolah.
Kepala Seksi PIK KRR BKKBN Sumut, Dedi Iswandi mengaku, jika program PIK KRR di Sumut baru memiliki 842 lembaga. Dan jumlah ini masih belum mencukupi dibandingkan jumlah kecamatan yang ada di Sumatera Utara.
“Masalah ini memang harus kita perkuat lagi di Sumut. Harapannya agar remaja bisa memahami baik soal kesehatan reproduksi. Ini juga menyangkut soal komunikasi, informasi dan edukasi yang harus lebih gencar lagi,” ungkapnya. (uma)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/