30 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Menteri Kehutanan Janji Perhatikan Laporan Masyarakat Adat

Ketua Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) Judin Ambarita (kanan) bersama Ketua Umum Panitia Pengembalian Tanah Adat Warisan Ompu Mamontang Laut Ambarita Edy Harianto Ambarita ST didampingi tetua adat Sihaporas Hotben Ambarita dan Esna Sidauruk (istrinya), menyematkan ulos kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, di ruang VIP Bandara KualaNamu, Deliserdang, Sumut, Minggu (22/4/2018).

LUBUKPAKAM, SUMUTPOS.CO -Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar bertemu dengan masyarakat adat Nagori/Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumut, di ruang VIP Bandara Kualanamu Minggu, (22/4/2018).

Sebelum kembali ke Jakarta usai menghadiri kegiatan acara Hari Bumi (Earthday) di Kota Medan, Siti bersedia mendengarkan pengaduan masyarakat adat yang mengatasnamakan kelompok Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras).

Pertemuan Siti dengan belasan orang perwakilan masyarakat adat Lamtoras inipun berlangsung akrab dan kekeluargaan.

Ketua Lamtoras Judin Ambarita bersama Ketua Umum Panitia Pengembalian Tanah Adat Warisan Ompu Mamontang Laut Ambarita Edy Harianto Ambarita menyampaikan, warga berharap kepada pemerintah. “Tanah yang sudah kami tempati turun-temurun selama 8-11 generasi, yakni jadi permukiman dan perladangan agar ditetapkan atau dikukuhkan pemerintah sebagai tanah adat. Kemudian, hutan kurang lebih 1.500 hektare yang semula dipinjam penjajah Belanda sekitar tahun 1913, bisa dikembalikan untuk kami jadikan hutan adat,” ujar Judin Ambarita.

Disebutkannya, lahan itu dulunya adalah milik leluhur mereka yang sempat dicaplok oleh kolonial Belanda dari generasi kelima keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita, yakni dari Ompu Lemok Ambarita, Ompu Haddur Ambarita dan Ompu Jalihi Ambarita.

Mereka menceritakan bagaimana sejarah tanah leluhurnya yang dicaplok Belanda itu. “Belanda meminta warga menanam tusam (pinus) untuk masa 30 tahun. Tapi belum sempat panen, Belanda kalah perang dan kembali ke negerinya. Tapi tanah ompung kami, kemudian dinasionalisasi pemerintah,” kata  Edy Harianto Ambarita.

“Karena kita tahu Pak Presiden Jokowi itu prorakyat, makanya kami sampaikan hal ini kepada ibu menteri. Terimakasih sekali ibu sudah bersedia menerima kita dan meluangkan waktunya. Kami meminta lahan dikembalikan menjadi tanah adat bukan mau kami jual bu, gak ada sama sekali niat kami seperti itu. Kami hanya minta supaya itu bisa dijadikan tanah adat saja bu,” ujar Mangitua Ambarita, tetua adat Sihaporas.

Saat mendengarkan cerita itu, Siti Nurbaya pun tampak begitu serius. Ia pun bersedia mendengarkan satu per satu cerita masyarakat. Bahkan dengan begitu terbukanya, Siti pun mempersilakan masyarakat untuk bercerita menambah informasi yang ia terima.

Menteri yang juga politisi Partai nasdem inipun  menerima masukan dari akvitis pendamping masyarakat Saurlin Siagian mewakili Hutan Rakyat Institute (HaRI), dan Perhimpunan Bantuan Hukum & Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU), serta Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak Roganda Simanjuntak.

Masyarakat adat Sihaporas kemudian menyampaikan segala dokumen pendukung yang mereka punyai selama ini. Termasuk status warga, merupakan penduduk asli, bukan pendatang baru.

Ketua Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) Judin Ambarita (kanan) bersama Ketua Umum Panitia Pengembalian Tanah Adat Warisan Ompu Mamontang Laut Ambarita Edy Harianto Ambarita ST didampingi tetua adat Sihaporas Hotben Ambarita dan Esna Sidauruk (istrinya), menyematkan ulos kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, di ruang VIP Bandara KualaNamu, Deliserdang, Sumut, Minggu (22/4/2018).

LUBUKPAKAM, SUMUTPOS.CO -Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar bertemu dengan masyarakat adat Nagori/Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumut, di ruang VIP Bandara Kualanamu Minggu, (22/4/2018).

Sebelum kembali ke Jakarta usai menghadiri kegiatan acara Hari Bumi (Earthday) di Kota Medan, Siti bersedia mendengarkan pengaduan masyarakat adat yang mengatasnamakan kelompok Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras).

Pertemuan Siti dengan belasan orang perwakilan masyarakat adat Lamtoras inipun berlangsung akrab dan kekeluargaan.

Ketua Lamtoras Judin Ambarita bersama Ketua Umum Panitia Pengembalian Tanah Adat Warisan Ompu Mamontang Laut Ambarita Edy Harianto Ambarita menyampaikan, warga berharap kepada pemerintah. “Tanah yang sudah kami tempati turun-temurun selama 8-11 generasi, yakni jadi permukiman dan perladangan agar ditetapkan atau dikukuhkan pemerintah sebagai tanah adat. Kemudian, hutan kurang lebih 1.500 hektare yang semula dipinjam penjajah Belanda sekitar tahun 1913, bisa dikembalikan untuk kami jadikan hutan adat,” ujar Judin Ambarita.

Disebutkannya, lahan itu dulunya adalah milik leluhur mereka yang sempat dicaplok oleh kolonial Belanda dari generasi kelima keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita, yakni dari Ompu Lemok Ambarita, Ompu Haddur Ambarita dan Ompu Jalihi Ambarita.

Mereka menceritakan bagaimana sejarah tanah leluhurnya yang dicaplok Belanda itu. “Belanda meminta warga menanam tusam (pinus) untuk masa 30 tahun. Tapi belum sempat panen, Belanda kalah perang dan kembali ke negerinya. Tapi tanah ompung kami, kemudian dinasionalisasi pemerintah,” kata  Edy Harianto Ambarita.

“Karena kita tahu Pak Presiden Jokowi itu prorakyat, makanya kami sampaikan hal ini kepada ibu menteri. Terimakasih sekali ibu sudah bersedia menerima kita dan meluangkan waktunya. Kami meminta lahan dikembalikan menjadi tanah adat bukan mau kami jual bu, gak ada sama sekali niat kami seperti itu. Kami hanya minta supaya itu bisa dijadikan tanah adat saja bu,” ujar Mangitua Ambarita, tetua adat Sihaporas.

Saat mendengarkan cerita itu, Siti Nurbaya pun tampak begitu serius. Ia pun bersedia mendengarkan satu per satu cerita masyarakat. Bahkan dengan begitu terbukanya, Siti pun mempersilakan masyarakat untuk bercerita menambah informasi yang ia terima.

Menteri yang juga politisi Partai nasdem inipun  menerima masukan dari akvitis pendamping masyarakat Saurlin Siagian mewakili Hutan Rakyat Institute (HaRI), dan Perhimpunan Bantuan Hukum & Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU), serta Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak Roganda Simanjuntak.

Masyarakat adat Sihaporas kemudian menyampaikan segala dokumen pendukung yang mereka punyai selama ini. Termasuk status warga, merupakan penduduk asli, bukan pendatang baru.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/