28 C
Medan
Thursday, June 27, 2024

Pemko Medan Jangan Bohong

MEDAN- Pemko Medan dituntut menepati janjinya kepada para pedagang buku Lapangan Merdeka, sehingga pedagang bersedia pindah. Walau sebagian pedagang bersedia pindah ke kios buku di Jalan Pegadaian, ternyata hingga kini masih ada pedagang memilih bertahan.

“Sebagian kami memilih bertahan. Sebagian sudah pindah karena mereka mendapat ancaman dari Kepala Lingkungan. Tapi yang bertahan, tidak akan pindah sebelum legalitas dan perbaikan kios di Jalan Pegadaian diselesaikan. Pemko Medan berjanji menyelesaikan legalitas dan perbaikan kios dalam tiga hari, tapi sampai sekarang belum dipenuhi,” kata penasehat Persatuan Pedagang Buku Lapangan Merdeka (P2BLM), Lilik Sukamto Lubis saat bertemu dengan Sekretaris Fraksi Demokrat DPRD Kota Medan, Yahya Payungan Lubis di Lapangan Merdeka, Minggu (23/6).

Dia menyebutkan, pedagang buku enggan pindah ke Jalan Pegadaian karena legalitas saja belum jelas. Menurut Surat Keterangan (SK) Wali Kota nomor 511.3/14616 bahwa PT Kereta Api Indonesia (KAI) hanya diminta membebaskan lahan di Jalan Pegadaian hanya setahun. Kemudian, berdasarkan surat Vice Presiden PT KAI Divisi Regional Sumatera Utara, Ir M Nasyir tertanggal 25 September 2012 dijelaskan bahwa sewa lahan di Jalan Pegadaian akan dibebaskan selama setahun, setelah itu tergantung keputusan dari Direksi PT KAI.

“Sewa lahan kios di Jalan Pegadaian itu hanya dibebaskan selama setahun, setelah itu semuanya tergantung PT Kereta Api. Bisa saja setelah setahun, kami digusur kembali, karena selanjutnya tergantung keputusan Direksi PT KAI. Kami takut kalau ada penambahan rel kereta api untuk Bandara Kuala Namu, kios di Jalan Pegadaian itu terkena dan kami harus pindah lagi. Kemarin, Pemko Medan berjanji menyelesaikan masalah ini, tapi hasilnya tidak ada kami terima,” jelasnya.

Dia menambahkan, pembangunan kios di Jalan Pegadaian itu juga sudah melanggar aturan, yakni Perwal Wali Kota Medan No. 9/2009. Di perwal itu, disebutkan lokasi kios itu masuk kategori jalur hijau. Begitu juga dengan Undang-undang No. 23/2007 tentang Perkeretapian, dimana dilarang membangun di pinggir rel kereta api.

Lilik menyebutkan para pegadang buku yang tertinggal sepakat untuk melakukan perlawanan kalau Pemko Medan melakukan penggusuran paksa. Bahkan, pedagang buku yang bertahan siap menghandang pasukan yang dikerahkan Pemko Medan. Apalagi, beberapa elemen masyarakat seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kota Medan, PM USU, Unimed dan ITM sudah memberikan dukungan untuk membantu pegadang buku. Begitu juga dengan Komnas HAM, LBH Medan dan Kontras diklaim siap berjuang melalui hukum. “Kami siap melakukan gugatan class action,” tegasnya.
Menjawab itu, Sekretaris Fraksi Demokrat DPRD Kota Medan, Yahya Payungan Lubis mengatakan, pihaknya sepakat menolak penggusuran paksa pedagang buku karena cacat hukum. Hingga kini, Pemko Medan belum menyelesaikan legalitas dan perbaikan kios di Jalan Pegadaian.

Yahya mengungkapkan, dalam menetapkan pedagang buku di Lapangan Merdeka, ada surat persetujuan dari DPRD Kota Medan. Surat persetujuan itu dibuat melalui rapat Paripurna. Namun, sampai sekarang surat itu belum dicabut, tapi Pemko Medan sudah ngotot memindahkan pedagang buku.
“Pemko Medan harusnya melakukan koordinasi dengan DPRD Medan untuk mencabut surat itu. Kemudian, harus gigih memenuhi tuntutan pedagang. Sehingga pedagang tak termakan janji saja,” ucapnya.

Menurut Tobing, pedagang buku yang sudah pindah, mereka pindah karena sudah tidak nyaman lagi berjualan. “Saya mulai pindah hari ini. Malas kalau terus-terusan diancam Pemko Medan. Kami tidak nyaman berjualan,” katanya.
Sedangkan Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemko Medan, Qamarul Fattah yang sebelumnya berjanji melakukan perbaikan terhadap sejumlah kios-kios buku di Jalan Pegadaian, hingga kini belum juga ada hasil dari pekerjaannya. Bahkan, ketika dihubungi via telpon selulernya sedang tidak aktif. (dek)

MEDAN- Pemko Medan dituntut menepati janjinya kepada para pedagang buku Lapangan Merdeka, sehingga pedagang bersedia pindah. Walau sebagian pedagang bersedia pindah ke kios buku di Jalan Pegadaian, ternyata hingga kini masih ada pedagang memilih bertahan.

“Sebagian kami memilih bertahan. Sebagian sudah pindah karena mereka mendapat ancaman dari Kepala Lingkungan. Tapi yang bertahan, tidak akan pindah sebelum legalitas dan perbaikan kios di Jalan Pegadaian diselesaikan. Pemko Medan berjanji menyelesaikan legalitas dan perbaikan kios dalam tiga hari, tapi sampai sekarang belum dipenuhi,” kata penasehat Persatuan Pedagang Buku Lapangan Merdeka (P2BLM), Lilik Sukamto Lubis saat bertemu dengan Sekretaris Fraksi Demokrat DPRD Kota Medan, Yahya Payungan Lubis di Lapangan Merdeka, Minggu (23/6).

Dia menyebutkan, pedagang buku enggan pindah ke Jalan Pegadaian karena legalitas saja belum jelas. Menurut Surat Keterangan (SK) Wali Kota nomor 511.3/14616 bahwa PT Kereta Api Indonesia (KAI) hanya diminta membebaskan lahan di Jalan Pegadaian hanya setahun. Kemudian, berdasarkan surat Vice Presiden PT KAI Divisi Regional Sumatera Utara, Ir M Nasyir tertanggal 25 September 2012 dijelaskan bahwa sewa lahan di Jalan Pegadaian akan dibebaskan selama setahun, setelah itu tergantung keputusan dari Direksi PT KAI.

“Sewa lahan kios di Jalan Pegadaian itu hanya dibebaskan selama setahun, setelah itu semuanya tergantung PT Kereta Api. Bisa saja setelah setahun, kami digusur kembali, karena selanjutnya tergantung keputusan Direksi PT KAI. Kami takut kalau ada penambahan rel kereta api untuk Bandara Kuala Namu, kios di Jalan Pegadaian itu terkena dan kami harus pindah lagi. Kemarin, Pemko Medan berjanji menyelesaikan masalah ini, tapi hasilnya tidak ada kami terima,” jelasnya.

Dia menambahkan, pembangunan kios di Jalan Pegadaian itu juga sudah melanggar aturan, yakni Perwal Wali Kota Medan No. 9/2009. Di perwal itu, disebutkan lokasi kios itu masuk kategori jalur hijau. Begitu juga dengan Undang-undang No. 23/2007 tentang Perkeretapian, dimana dilarang membangun di pinggir rel kereta api.

Lilik menyebutkan para pegadang buku yang tertinggal sepakat untuk melakukan perlawanan kalau Pemko Medan melakukan penggusuran paksa. Bahkan, pedagang buku yang bertahan siap menghandang pasukan yang dikerahkan Pemko Medan. Apalagi, beberapa elemen masyarakat seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kota Medan, PM USU, Unimed dan ITM sudah memberikan dukungan untuk membantu pegadang buku. Begitu juga dengan Komnas HAM, LBH Medan dan Kontras diklaim siap berjuang melalui hukum. “Kami siap melakukan gugatan class action,” tegasnya.
Menjawab itu, Sekretaris Fraksi Demokrat DPRD Kota Medan, Yahya Payungan Lubis mengatakan, pihaknya sepakat menolak penggusuran paksa pedagang buku karena cacat hukum. Hingga kini, Pemko Medan belum menyelesaikan legalitas dan perbaikan kios di Jalan Pegadaian.

Yahya mengungkapkan, dalam menetapkan pedagang buku di Lapangan Merdeka, ada surat persetujuan dari DPRD Kota Medan. Surat persetujuan itu dibuat melalui rapat Paripurna. Namun, sampai sekarang surat itu belum dicabut, tapi Pemko Medan sudah ngotot memindahkan pedagang buku.
“Pemko Medan harusnya melakukan koordinasi dengan DPRD Medan untuk mencabut surat itu. Kemudian, harus gigih memenuhi tuntutan pedagang. Sehingga pedagang tak termakan janji saja,” ucapnya.

Menurut Tobing, pedagang buku yang sudah pindah, mereka pindah karena sudah tidak nyaman lagi berjualan. “Saya mulai pindah hari ini. Malas kalau terus-terusan diancam Pemko Medan. Kami tidak nyaman berjualan,” katanya.
Sedangkan Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemko Medan, Qamarul Fattah yang sebelumnya berjanji melakukan perbaikan terhadap sejumlah kios-kios buku di Jalan Pegadaian, hingga kini belum juga ada hasil dari pekerjaannya. Bahkan, ketika dihubungi via telpon selulernya sedang tidak aktif. (dek)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/