25 C
Medan
Monday, June 3, 2024

Fahmi, Bayi Berumur 15 Hari Miliki Alat Kelamin di Bawah Testis

Kesakitan Tiap Kali Buang Air Kecil, Ortu Berharap Bantuan

Testis laki-laki umumnya berada di bawah alat kelaminnya. Namun testis Fahmi, bayi berusia 15 hari, justru berada di bawah alat kelaminnya. Akibatnya, anak pertama pasangan suami istri Zulfan (31) dan Rahma (22) ini selalu menangis kesakitan tiap kali buang air kecil.

Muhammad Sopian, Serdang Bedagai

KESAKITAN: Fahmi  alat kelamin  bawah testis.//sopian/sumut pos
KESAKITAN: Fahmi dengan alat kelamin di bawah testis.//sopian/sumut pos

Kondisi Fahmi sudah diketahui kedua orangtuanya sejak si anak lahir. Namun mereka tidak dapat berbuat banyak, mengingat kondisi ekonomi serba kekurangan. “Tidak ada biaya. Kini sudah 15 hari usia anak kami, tapi kami belum bisa berbuat banyak. Kami hanya bisa menahan pedih tiap kali Fahmi menangis saat buang air kecil,” jelas Zulfan, di kediamannya di Dusun Pematang Terap, Desa Kayu Besar, Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdangbedagai, kemarin (23/9).

Didampingi Rahma istrinya, Zulfan mengisahkan, 15 hari lalu Fahmi lahir normal dengan pertolongan bidan kampung. Saat lahir, bidan kampung mengatakan, si anak lahir dengan kondisi aneh. “Dibilang perempuan, anak saya memiliki kelamin laki-laki. Tetapi saat lahir penisnya tidak kelihatan,” ungkap Zulfan.

Selama mengandung Fahmi selama 9 bulan 10 hari, Rahma mengaku tidak mengalami kejanggalan. Memang, ia hanya memeriksakan kandungan ke bidan desa setempat. Maklum, untuk melakukan USG ke rumah sakit, mereka tidak memiliki biaya. Selain itu, rumah mereka jauh dari rumah sakit besar, baik di Kota Tebingtinggi dan Kabupaten Serdangbedagai.

“Jaraknya sekitar 20 km menuju Tebingtinggi dengan kondisi jalan rusak. Memang bidan menyarakan saya banyak mengomsumsi sayuran dan protein, terlebih vitamin pelengkap ibu hamil seperti susu. Tetapi apala daya, untuk makan saja susah, konon lagi beli susu,” ujar Rahman.

Zulfan sendiri bekerja sebagai pelayan tradisional, dengan mengharap upah dari pemilik kapal ikan. Jika ikan banyak, ia mendapat upah, jika tidak ya tidak dapat gaji. “Terkadang pergi ke laut hanya menerima upah Rp30 ribu hingga Rp40 ribu per malam. Jika kondisi cuaca kurang bersahabat, kami nelayan tradisional ini jarang menerima honor lumayan.Ya, hanya pas-pas untuk beli beras saja,” kata Zulfan dengan nada lirih.

Pasangan suami istri ini tinggal di rumah sewa milik tetangga. Rumahnya bangunan semi permanen berdinding papan beratapkan rumbia. Tetapi setelah istrinya melahirkan, Zulfan memboyong istri dan anaknya ke rumah orangtuanya, agar ada yang membantu sang istri mengurusi anak pertamanya. Zulfan sendiri terpaksa berhenti bekerja menunggu kondisi anaknya membaik.

Yang paling membuat pasutri ini tidak mampu menahan kesedihan adalah mendengar jeritan tangis Fahmi saat buang air kecil di malam hari. “Dia selalu kesakitan tiap kali membuang air kecil. Kondisi ini sudah berlangsung selama 15 hari ini. Kami selalu bergantian menjaganya pada malam hari. Istri berjaga sejak petang hingga tengah malam, dan saya berjaga pada tengah malam hingga menjelang pagi usai pulang bekerja sebagai nelayan tradisional,” kata Zulfan.

Kondisi Fahmi membuat istirahat pasutri ini terganggu. Karena mereka harus menggendong Fahmi agar tidak menangis terus menerus setelah buang air kecil. “Untuk menenangkannya, kami menyanyikan lagu nina bobok,” katanya.

Untuk mengobati Fahmi, Zulfan berniat membawa anaknya berobat ke Rumah Sakit Umum (RSU) di Serdangbedagai. Selain ingin mengetahui penyakit anaknya,Zulfan juga ingin memastikan apa jenis kelamin dari buah hatinya itu. Sayang, karena kekurangan biaya, ia belum berani ke RSU.
“Saya sudah mencoba menghubungi pemerintah desa mencari bantuan atau solusi, namun belum ada jawaban. Kami hanya diminta melengkapi berkas-berkas untuk Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas),” bilang Zulfan.

Rahma sendiri mengaku pasrah dengan kondisi anak pertamanya. Dirinya berharap ada dermawan untuk bersedia membantu membiayai pengobatan untuk anaknya, agar kelak anaknya memiliki status yang jelas: laki-laki atau perempuan.

“Pekerjaan saya sehari-hari hanya ibu rumah tangga. Penghasilan suami menjadi buruh nelayan tardisional tidak mencukupi. Terkadang suami pulang membawa uang, terkadang tidak. Jika angin kencang, nelayan tidak pergi melaut, hanya memperbaiki jaring yang rusak saja,” ungkap Rahma.

Ia berharap, Pemkab Serdangbedagai dapat memberikan bantuan pengobatan kepada anaknya. “Kami berharap Bupati HT Ery Nuradi bisa memberikan bantuan Jamkesda untuk bisa berobat geratis ke RSU Sultan Sulaiman. Yang terpenting, kondisi Fahmi bisa selamat. Pedih rasa hatiku melihat buah hatiku terus menangis. Bapak Bupati bantulah kami,” harap Rahma. (*)

Kesakitan Tiap Kali Buang Air Kecil, Ortu Berharap Bantuan

Testis laki-laki umumnya berada di bawah alat kelaminnya. Namun testis Fahmi, bayi berusia 15 hari, justru berada di bawah alat kelaminnya. Akibatnya, anak pertama pasangan suami istri Zulfan (31) dan Rahma (22) ini selalu menangis kesakitan tiap kali buang air kecil.

Muhammad Sopian, Serdang Bedagai

KESAKITAN: Fahmi  alat kelamin  bawah testis.//sopian/sumut pos
KESAKITAN: Fahmi dengan alat kelamin di bawah testis.//sopian/sumut pos

Kondisi Fahmi sudah diketahui kedua orangtuanya sejak si anak lahir. Namun mereka tidak dapat berbuat banyak, mengingat kondisi ekonomi serba kekurangan. “Tidak ada biaya. Kini sudah 15 hari usia anak kami, tapi kami belum bisa berbuat banyak. Kami hanya bisa menahan pedih tiap kali Fahmi menangis saat buang air kecil,” jelas Zulfan, di kediamannya di Dusun Pematang Terap, Desa Kayu Besar, Kecamatan Bandar Khalipah, Kabupaten Serdangbedagai, kemarin (23/9).

Didampingi Rahma istrinya, Zulfan mengisahkan, 15 hari lalu Fahmi lahir normal dengan pertolongan bidan kampung. Saat lahir, bidan kampung mengatakan, si anak lahir dengan kondisi aneh. “Dibilang perempuan, anak saya memiliki kelamin laki-laki. Tetapi saat lahir penisnya tidak kelihatan,” ungkap Zulfan.

Selama mengandung Fahmi selama 9 bulan 10 hari, Rahma mengaku tidak mengalami kejanggalan. Memang, ia hanya memeriksakan kandungan ke bidan desa setempat. Maklum, untuk melakukan USG ke rumah sakit, mereka tidak memiliki biaya. Selain itu, rumah mereka jauh dari rumah sakit besar, baik di Kota Tebingtinggi dan Kabupaten Serdangbedagai.

“Jaraknya sekitar 20 km menuju Tebingtinggi dengan kondisi jalan rusak. Memang bidan menyarakan saya banyak mengomsumsi sayuran dan protein, terlebih vitamin pelengkap ibu hamil seperti susu. Tetapi apala daya, untuk makan saja susah, konon lagi beli susu,” ujar Rahman.

Zulfan sendiri bekerja sebagai pelayan tradisional, dengan mengharap upah dari pemilik kapal ikan. Jika ikan banyak, ia mendapat upah, jika tidak ya tidak dapat gaji. “Terkadang pergi ke laut hanya menerima upah Rp30 ribu hingga Rp40 ribu per malam. Jika kondisi cuaca kurang bersahabat, kami nelayan tradisional ini jarang menerima honor lumayan.Ya, hanya pas-pas untuk beli beras saja,” kata Zulfan dengan nada lirih.

Pasangan suami istri ini tinggal di rumah sewa milik tetangga. Rumahnya bangunan semi permanen berdinding papan beratapkan rumbia. Tetapi setelah istrinya melahirkan, Zulfan memboyong istri dan anaknya ke rumah orangtuanya, agar ada yang membantu sang istri mengurusi anak pertamanya. Zulfan sendiri terpaksa berhenti bekerja menunggu kondisi anaknya membaik.

Yang paling membuat pasutri ini tidak mampu menahan kesedihan adalah mendengar jeritan tangis Fahmi saat buang air kecil di malam hari. “Dia selalu kesakitan tiap kali membuang air kecil. Kondisi ini sudah berlangsung selama 15 hari ini. Kami selalu bergantian menjaganya pada malam hari. Istri berjaga sejak petang hingga tengah malam, dan saya berjaga pada tengah malam hingga menjelang pagi usai pulang bekerja sebagai nelayan tradisional,” kata Zulfan.

Kondisi Fahmi membuat istirahat pasutri ini terganggu. Karena mereka harus menggendong Fahmi agar tidak menangis terus menerus setelah buang air kecil. “Untuk menenangkannya, kami menyanyikan lagu nina bobok,” katanya.

Untuk mengobati Fahmi, Zulfan berniat membawa anaknya berobat ke Rumah Sakit Umum (RSU) di Serdangbedagai. Selain ingin mengetahui penyakit anaknya,Zulfan juga ingin memastikan apa jenis kelamin dari buah hatinya itu. Sayang, karena kekurangan biaya, ia belum berani ke RSU.
“Saya sudah mencoba menghubungi pemerintah desa mencari bantuan atau solusi, namun belum ada jawaban. Kami hanya diminta melengkapi berkas-berkas untuk Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas),” bilang Zulfan.

Rahma sendiri mengaku pasrah dengan kondisi anak pertamanya. Dirinya berharap ada dermawan untuk bersedia membantu membiayai pengobatan untuk anaknya, agar kelak anaknya memiliki status yang jelas: laki-laki atau perempuan.

“Pekerjaan saya sehari-hari hanya ibu rumah tangga. Penghasilan suami menjadi buruh nelayan tardisional tidak mencukupi. Terkadang suami pulang membawa uang, terkadang tidak. Jika angin kencang, nelayan tidak pergi melaut, hanya memperbaiki jaring yang rusak saja,” ungkap Rahma.

Ia berharap, Pemkab Serdangbedagai dapat memberikan bantuan pengobatan kepada anaknya. “Kami berharap Bupati HT Ery Nuradi bisa memberikan bantuan Jamkesda untuk bisa berobat geratis ke RSU Sultan Sulaiman. Yang terpenting, kondisi Fahmi bisa selamat. Pedih rasa hatiku melihat buah hatiku terus menangis. Bapak Bupati bantulah kami,” harap Rahma. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/