MEDAN, SUMUTPOS.CO – Meski tak ditahan karena dijamin istri plus BPKB mobil Honda CRV, namun dr Amran Lubis yang jadi tersangka kasus korupsi pengadaan alat-alat kesehatan (Alkes) dan KB di RSUD dr Pirngadi dipastikan tak akan bisa lolos dari jeratan hukum. Apalagi dalam pemeriksaan sebelumnya, polisi banyak menemukan kejanggalan.
“Amran Lubis merekayasa data-data proyek, juga terkesan sengaja merekayasa semua program pengadaan alat-alat kesehatan di RSUD Pirngadi Medan,” kata Kasat Reskrim Polresta Medan, Kompol Wahyu Bram.
Masih kata mantan penyidik KPK itu, hasil pemeriksaan tersangka pihaknya menemukan sejumlah alat bukti yang sudah direkayasa. “Saat diperiksa, kita temukan keganjilan dan ternyata alat bukti banyak yang direkayasa,” tegasnya seraya mengatakan, saat ini alat-alat bukti itu telah dipegang penyidik, termasuk soal penggelembungan dana.
Sesuai jadwal, Selasa (23/9) yang bersangkutan seharusnya menjalani pemeriksaan lanjutan. Tapi dr Amran tak ada menunjukkan batang hidungnya di Polresta Medan.
“Pemeriksaannya Rabu ya, paling lama Kamis. Kan pekan ini, jadi itu harinya yang sudah dijadwalkan,” kata Wahyu menyangkal ucapannya sebelumnya.
Bagaimana jika tersangka kembali tak memenuhi panggilan? Wahyu mengatakan pihaknya masih menunggu hingga hari Kamis. “Masih ada 2 hari kan, jadi kita tunggu saja,” katanya.
Ditegaskan Wahyu, jika dr Amran tak memenuhi pemeriksaan maka mobil miliknya akan dilelang untuk negara. “Jika tak datang dan menghindar, maka mobilnya akan dilelang dan menjadi milik negara. Dan ini hanya jaminan ya, jaminan berupa harta benda supaya yang bersangkutan hadir. Tak ada kaitannya dengan kerugian yang diakibatkan dari korupsi,” terangnya.
Namun lagi-lagi, Wahyu tak bersedia menjelaskan soal sakit yang di derita dr Amran dan dimana saat ini ia menjalani perawatan. “Sakitnya komplikasi, itu yang kita ketahui,” katanya seraya enggan berkomentar banyak.
Terpisah, menanggapi soal pelelangan mobil itu dinilai sebagai tindakan tak etis dan terkesan dijadikan sebagai pengalihan isu utama kasus korupsi. Hal tersebut dikatakan Bernad Simaremare, SH selaku ketua LBH Cicak Buaya.
“Ini tak etis ya, harus diketahui juga siapa yang berwenang untuk ini? Siapa yang berhak menjual dan siapa panitianya? Apakah memiliki nilai ekonomis menjadi pemasukan negara? Ini bukan solusi, harusnya ditahan tersangkanya supaya mudah proses pemeriksaan. Ini mengulur-ulur waktu dan terkesan membalikkan isu utama,” katanya.
Mengenai masalah penangguhan penahanan, menurut Bernad diatur dalam Pasal 31 ayat (1) KUHAP yang berbunyi; Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.
“Pertanyaannya, apakah tersangka sudah ditahan sehingga ada istilah jaminan? Di mata hukum, yang namanya tersangka ya harus ditahan. Dan untuk proses penangguhan semua berdasarkan pertimbangan penyidik. Ini juga harus dijelaskan penyidik,” kata praktisi hukum muda ini.
Berita sebelumnya, dr Amran ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan tindak pidana korupsi dan penyimpangan dalam proyek pengadaan alat-alat kesehatan pada tahun 2012 lalu. Dana tersebut berasal dari Kantor Kementerian Kesehatan RI sebesar Rp2,5 miliar. (wel/deo)