Menko Bidang Maritim Luhut Binsar Pandjaitan ikut angkat bicara soal beredarnya isu serbuan TKA ilegal asal Tiongkok tersebut. Dia meminta masyarakat pandai memilah informasi tentang angka tersebut. Luhut pun menyarankan publik mengacu informasi dari media dan sumber yang kredibel. ”Angka 1,3 juta itu masih jauh dari 10 juta, tapi sekarang malah angka itu diplesetkan jadi angka tenaga kerja (asing),” tutur mantan Menko Polhukam ini.
Menurut Luhut, upaya pemerintah menarik wisatawan luar negeri itu sudah benar. Sebab, saat ini banyak negara maju yang melakukan hal itu. Sebut saja Jepang. Saat ini, negara yang kurang begitu bersahabat dengan Tiongkok itu justru menargetkan 40 juta turis asal China. ”Saat kunjungan ke Jepang, saya tanya ke pejabat tinggi di sana. Kenapa Jepang sekarang menarik turis dari Tiongkok, jawabannya karena mereka suka uangnya (turis Tiongkok),” tandasnya.
Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Agung Sampurno menerangkan, angka kunjungan WN Tiongkok belum mencerminkan orang asing Tiongkok yang bekerja di Indonesia. Begitu pula dengan jumlah angka warga Tiongkok yang memiliki izin tinggal terbatas dan tetap. Menurutnya, semua pekerja asing harus memiliki dokumen ketenagakerjaan dari Kementerian Ketenagakerjaan. ”Angka itu berdasarkan visa. Belum mencerminkan semua orang (asing Tiongkok) bekerja, karena biasanya ada yang bawa keluarga juga,” terangnya.
Agung memastikan, semua WNA yang melebihi izin tinggal (overstay) bakal ditindak sesuai aturan. Begitu pula WNA yang menyalahgunakan visa kunjungan untuk bekerja. Upaya itu akan dimaksimalkan oleh tim pengawas orang asing (PORA) yang melibatkan sejumlah instansi. Yakni, imigrasi, pemda dan kepolisian.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi IX Saleh Partaonan Daulay tetap mendorong agar pemerintah segera menghentikan kebijakan bebas visa bagi WNA yang ke Indonesia. Menurutnya, kebijakan tersebut menimbulkan keresahan kepada masyarakat seiring temuan banyaknya tenaga kerja asing (TKA) ilegal yang menggunakan kebijakan tersebut untuk bekerja.
’’Fakta ini sebetulnya tidak bisa dibantah begitu saja. Kemenaker, imigrasi, dan kepolisian telah banyak melakukan penangkapan. Pemerintah harus sungguh-sungguh menyelesaikan masalah ini,’’ jelasnya.
Dia mejelaskan, bebas visa sendiri harusnya ditujukan untuk menaikkan kunjungan wisatawan mancanegara secara signifikan. Namun, manfaat tersebut tidak terlihat tahun ini. Dia memberi contoh dimana pada 2015 mencapai 8,5 juta jiwa. Namun, hingga saat ini angka turis mancanegara masih mencapai 8,2 juta jiwa.
’’Padahal, kebijakan ini menghilangkan potensi PNBP (penghasilan negara bukan pajak) senilai Rp 1,3 triliun karena pemasukan visa reguler dan on arrival,’’ ujarnya. Dia menegaskan, pemerintah harusnya mempertimbangkan baik-baik jika ingin mempertimbangkan bebas visa. Sebab, dia menilai kekuatan pemerintah masih belum kuat untuk melakukan pengawasan. ’’Begitu juga, koordinasi antar kementerian lembaga terkait dinilai belum berjalan dengan baik,’’ ungkapnya. (byu/tyo/bil/jun/jpg)