Namun demikian, dengan berbagai pertimbangan data sementara serta situasi dan kondisi yang terakhir kali dilaporkan, besar kemungkinan upaya evakuasi atau pengangkatan bangkai KM Sinar Bangun harus dilakukan menggunakan alat khusus. ”Yang kira-kira mampu untuk mengangkat kapal dari kedalaman sekitar 490 meter itu,” imbuhnya. Untuk urusan tersebut, Tim SAR tidak mungkin hanya mengandalkan penyelam.
Berdasar pengalaman evakuasi objek dari kedalaman air, sambung Harjo, Tim SAR perlu bantuan robot. Pertama untuk memastikan kondisi kapal di dalam air. Selanjutnya guna memulai proses evakuasi. Untuk kebutuhan pertama ROV atau remotely operated underwater vehicle bisa diandalkan. Sedangkan untuk proses evakuasi dibutuhkan alat lain. ”Kalau prosedur yang biasa itu dengan balon,” jelasnya.
Tapi, memasang balon yang mampu mengangkat bangkai KM Sinar Bangun dari kedalaman 490 meter bukan perkara mudah. Harjo menyebut bahwa penyelam tidak mungkin dipaksakan turun sampai kedalaman tersebut. Sebab, langkah itu sangat berat dan boleh dibilang mustahil dilakukan. ”Karena mengandalkan kemampuan manusia di kedalaman 490 meter itu sangat tidak memungkinkan,” ujarnya.
Lantas langkah apa yang akan dilakukan Tim SAR? Semua masih mereka koordinasikan. Yang pasti, Harjo dengan tegas menyampaikan bahwa seluruh tim bekerja untuk menuntaskan operasi pencarian bangkai dan korban hilang KM Sinar Bangun. Mengingat besar kemungkinan masih ada korban yang terjebak di dalam kapal tersebut. ”Pastinya demikian (ada korban di dalam kapal),” imbuhnya.
Keterangan itu disampaikan Harjo lantaran laporan korban hilang yang disampaikan masyarakat kepada petugas mencapai ratusan orang. Sedangkan jumlah korban yang ditemukan tidak kunjung bertambah. Sampai kemarin, data menyebutkan bahwa yang selamat dan sudah dievakuasi sebanyak 18 orang. Sedangkan tiga korban lain yang ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.
Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa dengan tekanan air pada kedalaman 490 meter, tubuh manusia belum tentu mampu bertahan. Termasuk tubuh korban KM Sinar Bangun yang terjebak di dalam kapal tersebut. Apalagi ditambah waktu yang sudah berlalu selama sepekan sejak kapal nahas tersebut tenggelam. ”Bisa hancur,” imbuhnya. Sebab, rata-rata tekanan air bertambah sebanyak satu atmosfer setiap kedalaman sepuluh meter.
Soal kompleksitas pencarian bangkai KM Sinar Bangun dengan operasi SAR lainnya, Harjo menyampaikan bahwa yang sempat menjadi kendala hanya peralatan. Sebab, Side Scan Sonar maupun Multibeam Echosounder yang dibutuhkan harus diangkut ke Danau Toba. ”Kami bawa tidak bisa dengan kontainer, menggunakan pesawat kargo,” imbuhnya. Dengan beragam alat pendukungnya, dua peralatan tersebut memang tidak mudah dipindahkan.
Padahal yang dipakai untuk operasi SAR di Danau Toba hanya alat portable. Bukan alat yang sudah terinstal di kapal. ”Kalau yang di kapal bisa (deteksi) sampai 6.000 meter,” kata Harjo. Alat itu biasa dipakai di laut. Lebih lanjut dia menyampaikan bahwa karakter Danau Toba mirip dengan laut-laut dalam di Indonesia. ”Laut Banda, Laut Sulawesi, itu daerah-daerah yang dalam. Serta Selat Makassar,” imbuhnya. (syn/jpg)