MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gugatan yang dilayangkan anggota DPRD Sumut Muchrid Nasution bersama Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) terhadap SK Gubsu Nomor 732 terkait kenaikan tarif air PDAM Tirtanadi Sumut yang dilayangkan ke PTUN masih dalam tahap pemeriksaan berkas. “Rabu masih pemeriksaan berkas atau dismisal proses di PTUN Medan,” ungkap Padian Adi S Siregar, Sekretaris LAPK kepada Sumut Pos, Senin (24/7) siang.
Dengan proses pemeriksaan berkas tersebut, Pandian mengharapkan secepatnya PTUN Medan melayangkan surat pemberitahuan untuk koreksi berkas gugutan tersebut. “Kita berharap tidak banyak perbaikan administrasi gugatan dan harapan jadwal sidang secepatnya diagendakan. Kemudian, tidak harus menunggu 30 hari waktu yang diberikan untuk proses dismisal,” harapnya.
Atas gugAtan itu, LAPK mengharapkan Majelis Hakim PTUN Medan bisa mengambil keputusan objektif untuk kepentingan masyarakat umum di Sumatera Utara, terkait dengan kenaikan harga tarif air itu. “Idealnya harus dikabulkan Majelis Hakim. Karena melanggar hukum. Sebab semua peraturan teknis dilanggar,” tutur pria alumni Fakultas Hukum UMSU itu.
Dia mengatakan, gugatan di PTUN Medan kepada Gubernur Sumatera Utara diajukan karena Gubsu dianggap sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap Kenaikan Tarif Air PDAM Tirtanadi yang cacat hukum, karena tidak mengikuti proses dan tahapan yang diatur dalam undang-undang Administrasi Pemerintahan maupun Perda Nomor 10 Tahun 2009. Gubsu dianggap tidak berhati-hati menandatangi SK Gubernur No. 188.44/732/KPTS/2016 yang tidak memastikan apakah telah melalui konsultasi public baik dengan pelanggan Tirtanadi maupun Komisi C DPRD Sumatera Utara,
“SK Gubsu Nomor 732 tentang Kenaikan Tarif Air Minum itu digugat lantaran penggugat menilai surat keputusan yang dikeluarkan Gubsu per Desember 2016 itu cacat hukum. Gubsu dianggap arogan yang tidak mematuhi rekomendasi Ombudsman Sumut dan Komisi C DPRD Sumut agar mencabut SK Gubernur No 188.44/732/KPTS/2016 yang dianggap cacat hukum dan semua peraturan yang berkaitan penetapan tarif air minum dilanggar. Baik Ombudsman Sumut maupun Kemendagri merekomendasikan PDAM Tirtanadi dan Gubsu harus mengikuti Pasal 75 Perda No. 10 Tahun 2009 yang mengharuskan sebelum SK ditandatangi Gubsu harus dilakukan rapat konsultasi,” jelasnya.
Selain itu, Gugatan ini didaftarkan bertepatan satu tahun sudah perjuangan pelanggan atau anggota Komisi C DPRD Sumut menolak rencana kenaikan tarif air yang dilakukan PDAM Tirtanadi. “Makanya tanggal yang dipilih dan jumlah kuasa hukum sebagai simbol perlawanan terhadap PDAM Tirtanadi yang semena-mena menaikkan tarif air, padahal pelayanannya begitu buruk,” tuturnya.
Selaku anggota DPRD Sumut, kata Padian, penggugat (Muchrid Nasution) merasa dirugikan dengan terbitnya SK Gubsu ini. Sebab, konstituen penggugat kerap menanyakan permasalah kenaikan tarif ini. Selain itu, sebagai anggota Komisi C DPRD Sumatera Utara yang menjadi mitra kerja PDAM Trtanadi, penggugat merasa melanggar kode etik jika tidak menggugat SK Gubsu yang melanggar sejumlah regulasi itu.
“Selama 6 bulan kenaikan tarif ini berlaku, penggugat kerap ditanya oleh konstituennya sebab masyarakat mengetahui SK kenaikan tarif air itu menyalai regulasi. Pasalnya di media sudah dikabarkan Ombudsman dan DPRD Sumut merekemondasikan agar SK ini dicabut,” terang Padian.(bal/dik/gus/adz)