JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Rencana PT Kereta Api Indonesia (KAI) menyewakan lahan ke PT Agra Citra Kharisma (PT ACK) menjadi dilema, selain menyulitkan PT KAI, Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menentang kebijakan tersebut.
PT ACK selaku pengelola mal dan kawasan bisnis Centre Point sulit menerima sewa lahan dikarenakan, kawasan Centre Point bukan hanya berdiri mal, hotel dan rumah sakit. Tapi ratusan pintu apartemen sebanyak 30 persennya sudah terjual, dan puluhan pintu rumah toko (Ruko) sudah dimiliki pihak ketiga.
Informasi yang diterima, puluhan orang sudah menunggu sertifikasi atau status badan hukum dari ruko dan apartemen yang sudah dibeli. Hingga kini, para pembeli juga masih menuntut PT ACK untuk memenuhi bukti kepemilikan yang sah.
Pihak lainnya yang menentang kebijakan PT KAI menyewakan lahan ke PT ACK disampaikan Sekjend KPA, Iwan Nurdin. “Inikan sama saja PT KAI memenangkan PT ACK, di mana PT ACK boleh mendirikan bangunan dengan catatan bayar sewa tanah. Ini sangat meringankan, padahal PT ACK jelas-jelas sudah bertentangan dengan hokum,” kata Iwan di Jakarta, Kamis (24/9).
Dia menyebutkan, bila dimaknai rencana kebijakan PT KAI hanya meminta uang sewa lahan di Jalan Jawa tempat berdirinya Centre Point, sama saja memenangkan PT ACK. Di mana, PT ACK mencaplok lahan milik negara, diproses hukum. Apabila menang, PT ACK dapat lahan, “Eh, begitu kalah cuman bayar sewa. Enak betul,” ujarnya.
Iwan menyarankan, mestinya langkah pertama yang dilakukan PT KAI adalah menggugat secara perdata terkait kerugian perusahaan plat merah itu atas lahan yang sekian lama dicaplok ACK.
“Kerugian imaterial yang dihitung dalam bentuk rupiah harus dibayar ACK. PT KAI yang menentukan nilainya, kalau tak mau, ya robohkan saja,” sarannya.
Dia mengatakan, cara itu sekaligus untuk memberikan pelajaran bagi siapa pun agar tidak seenaknya saja mencaplok tanah aset negara. Jika pencaplok kalah dalam proses hukum dan hanya diminta bayar sewa, itu terlalu ringan dan tidak memberikan efek jera.
Hal lain yang disorot Iwan adalah menyangkut peruntukan lahan. Jadi, tidak serta merta PT KAI menyatakan mal Centre Point boleh tetap beroperasi dengan hanya membayar sewa.
“Harus dipastikan dulu, sesuai gak bangunan itu dengan peruntukan lahan. Di situ lahan tata ruangnya untuk apa. Apakah kawasan niaga, permukiman, atau kawasan perhubungan (wilayah perkeretaapian milik KAI, red). Kalau bukan untuk kawasan niaga, ya tetap gak bisa,” katanya.
Meski demikian, lanjut Iwan, kalau toh nantinya ACK hanya diminta bayar uang sewa lahan, hal itu tidak cukup hanya diputuskan Dirut PT KAI. “Harus mendapat persetujuan BUMN karena itu aset negara,” kata Iwan.
Untuk diketahui, apartemen Centre Point sudah berdiri. Namun, pengerjaannya tertunda lantaran ada persoalan hukum. Namun, apartemen yang dibandrol di kisaran harga Rp1 miliar ke atas itu sudah terjual 30 persen. Hingga kini belum ada kejelasan dalam hal sertifikat kepemilikan terhadap apartemen yang sudah dijual tersebut.
Sebelumnya, Direktur Utama PT KAI Edi Sukmoro yang menjelaskan, langkah awal yang saat ini sedang dilakukan setelah menang di tingkat Peninjauan Kembali (PK) MA adalah mengajukan permohonan sertifikasi tanah dimaksud.
Bagaimana dengan bangunan mal Centre Point? Apakah akan dirobohkan? Edi menjelaskan, jika pihak ACK menghendaki tetap ingin mengoperasikan Centre Point, maka harus membayar uang sewa. “Harus membayar uang sewa ke depan, dan juga yang lalu juga harus dibayar (sejak Centre Point berdiri di lahan tersebut, red),” ujar mantan Direktur Aset PT KAI itu kepada koran ini beberapa waktu lalu. (sam/ril)