MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus raibnya Rp1,6 miliar lebih milik Pemprovsu dari dalam mobil yang diparkir di halaman Kantor Gubernur Sumut, 9 September 2019 sore lalu, mulai menemukan titik terang. Polrestabes Medan dikabarkan telah menangkap sejumlah pelaku. Uang pun sudah dibagi-bagi di antara pelaku.
Informasi diperoleh dari lapangan, Selasa (24/9), pelaku berjumlah 6 orang. Dari keenam pelaku, 4 di antaranya berhasil ditangkap. Keempatnya yakni NS (36) warga Jalan Sigalingging Desa Parbuluan IVn
Kecamatan Parbuluan, Dairi, NDS alias Niko (41) warga Jalan Lintas Duri Pekanbaru Kecamatan Bengkalis, Riau, MHS alias Musa (22) warga Jalan Lintong Ni Huta Kecamatan Siborong-borong, Humbahas, dan IHN alias Irvan (39) warga Jalan Beringin 9 No. 2 B, Medan Helvetia. Sedangkan dua tersangka lainnya yakni T dan P masih buron.
Penangkapan berawal pada Jumat (20/9) sekitar pukul 17.00 WIB. Awalnya polisi mendapat informasi, komplotan pelaku pencurian tersebut sedang berada di seputaran Pekanbaru, Riau. Tim lalu bergerak menuju Pekanbaru. Sesampainya di sana, polisi menyelidiki keberadaan para pelaku.
Keesokan harinya pada Sabtu (21/9), tim mendapat informasi pelaku sudah kabur ke arah Jambi. Tim pun melakukan pengejaran. Sesampainya di Jambi, tim mendapat kabar pelaku telah kembali lagi ke Pekanbaru, sehingga tim mengejar ke Pekanbaru.
Di Pekanbaru, polisi berhasil mengamankan NS dari kediamannya pada Minggu (22/9) sekitar pukul 21.00 WIB. Pengakuan NS kepada polisi, dirijya beraksi bersama dengan 5 orang rekannya yaitu NDS, MHS, IHN, T dan P.
Tim kemudian mendapat informasi keberadaan NDS dan MHS di Kabupaten Duri, Riau. Polisi mengejar ke Duri. Pada Senin (23/9) sekitar pukul 08.00 WIB, kedua pelaku ditangkap dan dibawa ke Medan.
Sesampainya di Medan, polisi melanjutkan pengejaran dan berhasil menangkap pelaku IHN pada Selasa (24/9) pukul 03.00 WIB. Tetapi saat akan ditangkap, IHN mencoba melarikan diri dan melawan petugas. Oleh karenanya, polisi menembak kakinya.
Selanjutnya, IHN dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Medan untuk mendapat perawatan.
Dari hasil penangkapan keempat pelaku, disita sejumlah barang bukti. Pertama, dari NS uang Rp3,4 juta, 2 unit ponsel, pakaian dan dompet. Kedua, dari NDS 1 unit mobil Avanza BK 1417 IC beserta STNK dan BPKB, 1 unit sepeda motor Sonic BK 5771 PBC, ATM BRI berisi uang Rp15 juta. Ketiga, dari MHS uang Rp105 juta, 3 unit ponsel, 1 jam tangan merek Alexander Cristie. Keempat, dari IHN berupa kuitansi uang muka pembelian tanah Rp50.000.000, uang tunai Rp8 juta, 2 unit ponsel.
Adapun peran masing-masing pelaku, NS dan P berada di mobil Avanza hitam bertugas menutupi ke arah pandangan mobil korban Xenia silver pada saat rekannya melakukan aksi pencurian. Sedangkan MHS, NDS dan T yang berada di mobil korban bertugas memantau dari Bank Sumut, lalu mengikuti sampai ke kantor Gubsu. Mereka bertiga ini juga sebagai eksekutor, di mana pelaku T turun dari mobil kemudian mengecek posisi tas korban di dalam mobil.
T merusak kunci pintu mobil dan selanjutnya menyuruh NDS mengambil tas korban. Sementara, pelaku IHN bertugas memantau security yang berada di pos dengan menggunakan sepeda motor. Masing masing pelaku mendapat bagian berbeda sesuai perannya. NS mendapat Rp200 juta, NDS Rp300 juta, MHS Rp210 juta, IHN Rp200 juta, T Rp350 juta dan P Rp350 juta.
Dikonfirmasi perihal informasi penangkapan ini, Kapolrestabes Medan Kombes Pol Dadang Hartanto belum mau membeberkan secara detail. Tetapi ia mengakui ada perkembangan kasus tersebut. “Perkembangan kasusnya baik,” ujarnya saat diwawancarai wartawan ketika berada di Gedung DPRD Sumut, Selasa (24/9) siang.
Disinggung berapa pelaku yang ditangkap, Dadang enggan menjelaskan secara pasti. “Jadi, sudah mengarah ke sana (pelaku ditangkap),” ucapnya.
Apakah pelakunya dari internal atau eksternal? Kata Dadang, hal itu nanti diekspos. “Pokoknya nanti kita ekspos pada rekan-rekan wartawan,” tukasnya.
Diketahui, uang tunai Rp1,6 miliar lebih milik Pemprovsu tersebut hilang di pelataran parkir Kantor Gubernur Sumut pada Senin 9 September 2019 sekitar pukul 17.00 WIB. Uang itu disebut-sebut untuk membayar honor TAPD.
Sebelum hilang dicuri, uang itu dibawa oleh ASN Pemprovsu bernama Muhammad Aldi Budianto (40) yang tiga di parkiran sekitar pukul 15.40 WIB. Selanjutnya, korban bersama seorang rekannya Indrawan Ginting memarkirkan mobil tersebut dalam keadaan pintu terkunci.
Kemudian, korban dan rekannya melaksanakan sholat Ashar sekitar pukul 17.00 WIB. Usai sholat, keduanya kembali ke mobil dan terkejut mengetahui uang yang mereka tinggalkan di mobil telah raib. Uang Rp1,6 miliar lebih itu disimpan dalam tas dan diletakan di jok paling belakang. Selain uang, jam tangan merek Expedition juga hilang.
Gubsu Diminta Segera Aktifkan Tiga Pejabat
Terkait informasi ditangkapnya pelaku pencurian uang Pemprovsu senilai Rp1,6 miliar itu, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi diminta untuk mengembalikan jabatan tiga pejabat BPKAD yang dinonaktifkan pasca raibnya uang tersebut.
“Kewenangan memang sepenuhnya ada di tangan gubernur. Namun demi nama baik pejabat yang bersangkutan, beliau juga harus pertimbangkan agar segera memulihkan jabatan mereka,” ujar pengamat hukum, Adamsyah Koto menjawab Sumut Pos, Selasa (24/9).
Menurutnya langkah Gubsu Edy Rahmayadi menonaktifkan tiga pejabat terkait dalam kasus ini sudah tepat. Agar mereka fokus menghadapi proses hukum yang tengah berjalan sampai nanti kasusnya benar-benar terungkap. “Dan juga tergantung proses penyidikan polisi sejauh mana.
Tentu mereka akan tetap dimintai keterangan sewaktu-waktu diperlukan. Namun tetap diingatkan ketika kasus ini nanti sudah duduk, Gubsu juga segera mempertimbangkan pemulihan nama baik pejabat yang dinonjobkan sebelumnya,” katanya.
Apalagi, imbuh Ketua Lembaga Lembaga Bantuan Hukum Warga Indonesia (LBHWI) ini, polisi dikabarkan sudah menangkap pelaku pencurian. “Namun ini masih panjang prosesnya. Intinya, ketika sudah duduk masalahnya, kewenangan kembali ke Gubsu dan pihak kepolisian,” terangnya.
Pihaknya berharap ada sanksi atas keterlibatan oknum Pemprovsu dalam kasus ini. Apalagi diketahui bahwa Inspektorat telah melakukan pemeriksaan internal mengenai standar operasional prosedur dari segala aspek sesuai ketentuan berlaku.
“Iya, kami sangat mendorong kiranya ada perbaikan ke depan di jajaran Pemprovsu dalam hal penarikan uang tunai sebesar itu dan tanpa pengamanan ekstra pula. Selain itu, tentu harus dilakukan ekspos mengklarifikasi bahwa uang itu bukanlah sebagai ‘upah ketok’ kepada anggota dewan, supaya isu-isu yang sebelumnya berkembang dapat terjawab secara terang,” pungkasnya.
Raja Indra Tetap Beraktivitas
Salah satu pejabat BPKAD Setdaprovsu yang dinonaktifkan, Raja Indra Saleh, kemarin terlihat masih menjalankan aktivitas seperti biasa di kantor gubernur. Indra tampak tenang ketika disapa sejumlah wartawan, sembari menapaki tangga menuju ruang kerjanya di lantai II.
Penonaktifan dirinya dan dua rekannya menurut Indra, akan menjadi pelajaran bagi pejabat lain dilingkungan Pemprovsu. “Kita siap bertanggungjawab,” katanya singkat.
Sebelumnya dia membenarkan soal penonaktifan dirinya dari jabatan Plt kepala BPKAD dan juga sekretaris BPKAD, yang memang jabatan aslinya selama ini. “Ini kan bagian dari resiko jabatan, tidak masalah, saya siap dengan konsekuensi dan keputusan atasan,” tuturnya.
Dirinya menegaskan siap bertanggungjawab atas kasus raibnya uang miliaran rupiah tersebut. Di samping itu, dirinya juga mendorong agar pihak kepolisian cepat mengungkap kasus dimaksud.
“Sebagai pimpinan saya tidak akan pernah lari dari tanggung jawab. Biarlah pimpinan nanti yang menilai sejauh mana kasus ini nanti terbuka, siapa yang bersalah dan siapa pelakunya,” katanya. (ris/prn)