25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Sebenarnya Saya Empat Kali jadi Menteri…

Foto: Mustafa Ramli/Jawa Pos Mantan menteri zaman Presiden Soeharto, Akbar Tandjung.
Foto: Mustafa Ramli/Jawa Pos
Mantan menteri zaman Presiden Soeharto, Akbar Tandjung.

Sebagai politikus tulen, pengalaman Akbar Tandjung terbilang lengkap. Dia menjadi menteri tiga periode pada era Orde Baru dan masa transisi reformasi. Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu juga pernah menjadi ketua DPR. Setelah vakum dari pemerintahan, Akbar hingga kini masih aktif di dunia politik melalui Partai Golkar. Aktivitas lainnya adalah mengembangkan lembaga Akbar Tandjung (AT) Institute.

—————

DENGAN usia yang hampir memasuki 71 tahun, Akbar masih tampak sehat. Aktivitasnya juga masih padat. Selain masih menjabat ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar menjadi ketua Majelis Penasihat Kelompok Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI). Mantan ketua umum PB HMI itu kerap hilir mudik ke berbagai daerah memenuhi undangan organisasi mahasiswa dan kepemudaan.

’’Mobilitas saya masih cukup tinggi. Misalnya, besok harus memenuhi undangan ke NTB (Nusa Tenggara Barat, Red),’’ ujar Akbar saat ditemui di kediamannya, Jumat (22/4).

Secara rutin, AT Institute hingga kini terus menggelar berbagai diskusi isu-isu terkini. Juga, menerbitkan jurnal serta buku tentang demokrasi. ’’Lembaga ini saya dirikan untuk menjadi tempat belajar, mengembangkan pikiran-pikiran tentang demokrasi,’’ ujar pria kelahiran Sibolga, Sumatera Utara, itu.

Setelah lebih dari satu dasawarsa mendirikan AT Institute, cita-cita Akbar untuk mengembangkan lembaganya menjadi sekolah politik segera terwujud. Dengan semangat, Akbar bercerita bahwa dalam waktu dekat dirinya meluncurkan sekolah kepemimpinan politik bangsa di AT Institute. ’’Nanti di-launching tanggal 3 Mei,’’ kata Akbar.

Sekolah kepemimpinan ini digagas serius oleh Akbar. Sekolah tersebut diperuntukkan para anggota kelompok Cipayung, sebuah gabungan organisasi mahasiswa yang digagas pada 1972 yang terdiri atas HMI, GMNI, GMKI, PMII, PMKRI, dan ditambah empat organisasi lainnya.

’’Ini sekolah di mana ada tokoh-tokoh dan pakar di bidang kenegaraan, kepemimpinan, dan politik. Setiap kelas akan berlangsung seminggu sekali, selama dua bulan,’’ kata salah seorang pendiri Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) itu.

Demi memberikan kualitas pada sekolah tersebut, beberapa kolega dimintai tolong untuk menjadi pemateri. Akbar menyebut sosok mantan Ketua Mahkamah (MK) Konstitusi Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD, pakar sosiologi dan budaya Romo Magnis-Suseno, pakar hukum tata negara Yudi Latif, dan pakar pemilu Ramlan Surbakti, termasuk dirinya sendiri, akan mengisi setiap sesi sekolah kepemimpinan itu.

’’Untuk beberapa nama, saya sendiri yang mengontak mereka, minta kesediaan. Ramlan, walau jauh di Jawa Timur, alhamdulillah bersedia. Kalau Romo itu juga guru saya waktu SMA,’’ ungkap lulusan SMA Kolese Kanisius, Jakarta, tersebut.

Foto: Mustafa Ramli/Jawa Pos Mantan menteri zaman Presiden Soeharto, Akbar Tandjung.
Foto: Mustafa Ramli/Jawa Pos
Mantan menteri zaman Presiden Soeharto, Akbar Tandjung.

Sebagai politikus tulen, pengalaman Akbar Tandjung terbilang lengkap. Dia menjadi menteri tiga periode pada era Orde Baru dan masa transisi reformasi. Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu juga pernah menjadi ketua DPR. Setelah vakum dari pemerintahan, Akbar hingga kini masih aktif di dunia politik melalui Partai Golkar. Aktivitas lainnya adalah mengembangkan lembaga Akbar Tandjung (AT) Institute.

—————

DENGAN usia yang hampir memasuki 71 tahun, Akbar masih tampak sehat. Aktivitasnya juga masih padat. Selain masih menjabat ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar menjadi ketua Majelis Penasihat Kelompok Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI). Mantan ketua umum PB HMI itu kerap hilir mudik ke berbagai daerah memenuhi undangan organisasi mahasiswa dan kepemudaan.

’’Mobilitas saya masih cukup tinggi. Misalnya, besok harus memenuhi undangan ke NTB (Nusa Tenggara Barat, Red),’’ ujar Akbar saat ditemui di kediamannya, Jumat (22/4).

Secara rutin, AT Institute hingga kini terus menggelar berbagai diskusi isu-isu terkini. Juga, menerbitkan jurnal serta buku tentang demokrasi. ’’Lembaga ini saya dirikan untuk menjadi tempat belajar, mengembangkan pikiran-pikiran tentang demokrasi,’’ ujar pria kelahiran Sibolga, Sumatera Utara, itu.

Setelah lebih dari satu dasawarsa mendirikan AT Institute, cita-cita Akbar untuk mengembangkan lembaganya menjadi sekolah politik segera terwujud. Dengan semangat, Akbar bercerita bahwa dalam waktu dekat dirinya meluncurkan sekolah kepemimpinan politik bangsa di AT Institute. ’’Nanti di-launching tanggal 3 Mei,’’ kata Akbar.

Sekolah kepemimpinan ini digagas serius oleh Akbar. Sekolah tersebut diperuntukkan para anggota kelompok Cipayung, sebuah gabungan organisasi mahasiswa yang digagas pada 1972 yang terdiri atas HMI, GMNI, GMKI, PMII, PMKRI, dan ditambah empat organisasi lainnya.

’’Ini sekolah di mana ada tokoh-tokoh dan pakar di bidang kenegaraan, kepemimpinan, dan politik. Setiap kelas akan berlangsung seminggu sekali, selama dua bulan,’’ kata salah seorang pendiri Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) itu.

Demi memberikan kualitas pada sekolah tersebut, beberapa kolega dimintai tolong untuk menjadi pemateri. Akbar menyebut sosok mantan Ketua Mahkamah (MK) Konstitusi Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD, pakar sosiologi dan budaya Romo Magnis-Suseno, pakar hukum tata negara Yudi Latif, dan pakar pemilu Ramlan Surbakti, termasuk dirinya sendiri, akan mengisi setiap sesi sekolah kepemimpinan itu.

’’Untuk beberapa nama, saya sendiri yang mengontak mereka, minta kesediaan. Ramlan, walau jauh di Jawa Timur, alhamdulillah bersedia. Kalau Romo itu juga guru saya waktu SMA,’’ ungkap lulusan SMA Kolese Kanisius, Jakarta, tersebut.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/