25 C
Medan
Monday, May 6, 2024

AS Tarik 33 Ribu Bedak Johnson & Johnson, BPOM RI Masih Uji Lab

ILUSTRASI: Seorang wanita menunjukan bedak Johnson & Johnson. Di Amerika, bedak ini ditarik dari peredaran karena mengandung asbes.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) memastikan belum melakukan penarikan terhadap bedak bayi (baby powder) Johnson & Johnson di Indonesia. BBPOM RI masih melakukan uji labolatorium.

Padahal pihak Johnson & Johnson asal AS sudah menarik 33 ribu botol bedak Johnson & Johnson pada Jumat (18/10) kemarin karena bedak tersebut mengandung asbes dan bisa menyebabkan kanker.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Balai Besar BPOM di Medan, Fajar mengatakan, BPOM Pusat masih melakukan uji laboratorium (lab) atas kabar yang beredar tersebut. Namun, sejauh ini di Indonesia kandungan asbes seperti yang ada di AS belum ditemukan.

“Belum ada ditarik produknya, kita masih tahap uji lab. Mohon sabar, nanti biasanya disampaikan dan juga diumumkan lewat website resmi BPOM RI,” ungkap Fajar yang dihubungi via seluler, Jumat (25/10).

Fajar menyebutkan, seandainya produk dari bedak Johnson di AS ada ditemukan kandungan asbes maka tidak serta-merta membuat produknya di negara lain seperti di Indonesia terjadi hal yang sama. Menurutnya, bisa saja adanya perbedaan dalam kandungan bahan baku karena perusahaan yang memproduksi juga berbeda.

“Seperti temuan ranitidin, setelah kita mendapatkan kabar maka harus diuji dulu. Bila (hasil uji lab) nanti memang benar, baru akan dilakukan instruksi penarikan,” paparnya.

Diutarakan dia, masyarakat tidak perlu khawatir dengan kabar penarikan produk yang dilakukan oleh negara Paman Sam tersebut. Karena, BPOM pasti akan mengambil tindakan jika memang menemukan suatu produk yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat. “Sampai saat ini kita belum ada mengambil tindakan apapun dahulu,” pungkas Fajar.

Sebagaimana diberitakan media lain, Johnson & Johnson mengakui pada Jumat (18/10 menarik 33 ribu botol bedak bayi dari pasar Amerika Serikat setelah regulator menemukan sisa-sisa asbestos (mengandung asbes) dalam sampel-sampel bedak yang dibeli secara online.

Dilansir Reuters, langkah itu menandai untuk pertama kali perusahaan itu menarik bedak bayi yang ikonik karena kemungkinan terkontaminasi asbes. Hal itu juga menjadi pertama kalinya regulator AS menemukan asbes dalam produk itu.

Asbes adalah zat karsinogen yang dikaitkan dengan mesothelioma, kanker langka yang mematikan. Penarikan produk itu juga menjadi tamparan bagi produk-produk kesehatan AS yang sudah menghadapi ribuan gugatan hukum terhadap berbagai produknya. Antara lain, bedak bayi, opioid atau obat Pereda nyeri, alat-alat kesehatan, dan obat antipsikotik, Risperdal.

J&J menghadapi lebih dari 15.000 gugatan dari para konsumen yang mengeluhkan produk-produk talknya, termasuk bedak bayi, menyebabkan mereka menderita kanker.

Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) mengatakan pengujian sampel terbaru terjadi saat menguji kandungan asbes pada kosmetik-komestik yang mengandung talk.Pengujian itu dilakukan saat laporan-laporan mulai bermunculan tahun ini. Pengujian pada sampel bedak Johnson’s Baby Powder dari kelompok yang berbeda menunjukkan hasil negatif mengandung asbes, kata FDA seperti dikutip oleh Reuters.

FDA mengatakan pihaknya tetap berpegang pada kualitas pengujian dan hasilnya. Badan itu merekomendasikan para konsumen untuk berhenti menggunakan produk yang terkontaminasi.

Penarikan produk secara sukarela itu pada Jumat terbatas hanya pada produk Johnson & Johnson Baby Powder yang diproduksi dan dikirim ke AS pada 2018, kata perusahaan itu.

Dalam pernyataan resmi kepada media, J&J mengatakan pengujian oleh FBDA setidaknya sebulan yang lalu, tidak menemukan asbes dalam talk mereka.

Dalam telekonferensi, J&J mengatakan bahwa pihaknya menerima laporan dari FDA pada 17 Oktober, yang memberitahu tentang temuan asbes. Perusahaan itu mengatakan sudah memulai penyelidikan dan mengkaji catatan-catatan pembuatan dan mengumpulkan data mengenai distribusi untuk menentukan ke mana saja barang itu dikirim.

J&J mengatakan pihaknya bekerja bersama FDA untuk menentukan integritas dari sampel-sampel yang diuji dan validitas hasil tes.

Dalam telekonferensi dengan para wartawan pada Jumat (18/10), dr. Susan Nicholson, Kepala Kesehatan Perempuan pada organisasi keselamatan medis di perusahaan itu, mengatakan penemuan kandungan asbes tersebut. “Sangat tidak biasa. Tidak konsisten dengan pengujian kami hingga saat ini,” ujarnya.

Kata dr. Susan Nicholson, jenis asbes yang ditemukan dalam pengujian FDA tidak ditemukan di tambang, di mana perusahaan itu mendapatkan pasokan bedak. Dia menggambarkannya sebagai pencemaran lingkungan yang umum ditemukan pada material-material gedung dan alat-alat industri.

J&J mengatakan masih terlalu dini untuk memastikan apakah kontaminasi silang pada sampel menimbulkan hasil positif yang salah, apakah sampel itu diambil dari botol dengan segel yang masih tertutup atau apakah diproduksi di lingkungan yang terkontrol. Pihak J&J juga menambahkan pihaknya tidak bisa menentukan apakah produk yang diuji adalah produk asli atau palsu.”Sangat penting bagi kami untuk melakukan penyelidikan menyeluruh dari sampel untuk menentukan sumber kontaminasi,” kata dr. Susan Nicholson. (ris/bbs)

ILUSTRASI: Seorang wanita menunjukan bedak Johnson & Johnson. Di Amerika, bedak ini ditarik dari peredaran karena mengandung asbes.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) memastikan belum melakukan penarikan terhadap bedak bayi (baby powder) Johnson & Johnson di Indonesia. BBPOM RI masih melakukan uji labolatorium.

Padahal pihak Johnson & Johnson asal AS sudah menarik 33 ribu botol bedak Johnson & Johnson pada Jumat (18/10) kemarin karena bedak tersebut mengandung asbes dan bisa menyebabkan kanker.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Balai Besar BPOM di Medan, Fajar mengatakan, BPOM Pusat masih melakukan uji laboratorium (lab) atas kabar yang beredar tersebut. Namun, sejauh ini di Indonesia kandungan asbes seperti yang ada di AS belum ditemukan.

“Belum ada ditarik produknya, kita masih tahap uji lab. Mohon sabar, nanti biasanya disampaikan dan juga diumumkan lewat website resmi BPOM RI,” ungkap Fajar yang dihubungi via seluler, Jumat (25/10).

Fajar menyebutkan, seandainya produk dari bedak Johnson di AS ada ditemukan kandungan asbes maka tidak serta-merta membuat produknya di negara lain seperti di Indonesia terjadi hal yang sama. Menurutnya, bisa saja adanya perbedaan dalam kandungan bahan baku karena perusahaan yang memproduksi juga berbeda.

“Seperti temuan ranitidin, setelah kita mendapatkan kabar maka harus diuji dulu. Bila (hasil uji lab) nanti memang benar, baru akan dilakukan instruksi penarikan,” paparnya.

Diutarakan dia, masyarakat tidak perlu khawatir dengan kabar penarikan produk yang dilakukan oleh negara Paman Sam tersebut. Karena, BPOM pasti akan mengambil tindakan jika memang menemukan suatu produk yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat. “Sampai saat ini kita belum ada mengambil tindakan apapun dahulu,” pungkas Fajar.

Sebagaimana diberitakan media lain, Johnson & Johnson mengakui pada Jumat (18/10 menarik 33 ribu botol bedak bayi dari pasar Amerika Serikat setelah regulator menemukan sisa-sisa asbestos (mengandung asbes) dalam sampel-sampel bedak yang dibeli secara online.

Dilansir Reuters, langkah itu menandai untuk pertama kali perusahaan itu menarik bedak bayi yang ikonik karena kemungkinan terkontaminasi asbes. Hal itu juga menjadi pertama kalinya regulator AS menemukan asbes dalam produk itu.

Asbes adalah zat karsinogen yang dikaitkan dengan mesothelioma, kanker langka yang mematikan. Penarikan produk itu juga menjadi tamparan bagi produk-produk kesehatan AS yang sudah menghadapi ribuan gugatan hukum terhadap berbagai produknya. Antara lain, bedak bayi, opioid atau obat Pereda nyeri, alat-alat kesehatan, dan obat antipsikotik, Risperdal.

J&J menghadapi lebih dari 15.000 gugatan dari para konsumen yang mengeluhkan produk-produk talknya, termasuk bedak bayi, menyebabkan mereka menderita kanker.

Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) mengatakan pengujian sampel terbaru terjadi saat menguji kandungan asbes pada kosmetik-komestik yang mengandung talk.Pengujian itu dilakukan saat laporan-laporan mulai bermunculan tahun ini. Pengujian pada sampel bedak Johnson’s Baby Powder dari kelompok yang berbeda menunjukkan hasil negatif mengandung asbes, kata FDA seperti dikutip oleh Reuters.

FDA mengatakan pihaknya tetap berpegang pada kualitas pengujian dan hasilnya. Badan itu merekomendasikan para konsumen untuk berhenti menggunakan produk yang terkontaminasi.

Penarikan produk secara sukarela itu pada Jumat terbatas hanya pada produk Johnson & Johnson Baby Powder yang diproduksi dan dikirim ke AS pada 2018, kata perusahaan itu.

Dalam pernyataan resmi kepada media, J&J mengatakan pengujian oleh FBDA setidaknya sebulan yang lalu, tidak menemukan asbes dalam talk mereka.

Dalam telekonferensi, J&J mengatakan bahwa pihaknya menerima laporan dari FDA pada 17 Oktober, yang memberitahu tentang temuan asbes. Perusahaan itu mengatakan sudah memulai penyelidikan dan mengkaji catatan-catatan pembuatan dan mengumpulkan data mengenai distribusi untuk menentukan ke mana saja barang itu dikirim.

J&J mengatakan pihaknya bekerja bersama FDA untuk menentukan integritas dari sampel-sampel yang diuji dan validitas hasil tes.

Dalam telekonferensi dengan para wartawan pada Jumat (18/10), dr. Susan Nicholson, Kepala Kesehatan Perempuan pada organisasi keselamatan medis di perusahaan itu, mengatakan penemuan kandungan asbes tersebut. “Sangat tidak biasa. Tidak konsisten dengan pengujian kami hingga saat ini,” ujarnya.

Kata dr. Susan Nicholson, jenis asbes yang ditemukan dalam pengujian FDA tidak ditemukan di tambang, di mana perusahaan itu mendapatkan pasokan bedak. Dia menggambarkannya sebagai pencemaran lingkungan yang umum ditemukan pada material-material gedung dan alat-alat industri.

J&J mengatakan masih terlalu dini untuk memastikan apakah kontaminasi silang pada sampel menimbulkan hasil positif yang salah, apakah sampel itu diambil dari botol dengan segel yang masih tertutup atau apakah diproduksi di lingkungan yang terkontrol. Pihak J&J juga menambahkan pihaknya tidak bisa menentukan apakah produk yang diuji adalah produk asli atau palsu.”Sangat penting bagi kami untuk melakukan penyelidikan menyeluruh dari sampel untuk menentukan sumber kontaminasi,” kata dr. Susan Nicholson. (ris/bbs)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/