MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tak perlu waktu lama menghancurkan kios di Pasar Timah dan rumah yang dihuni 60 KK di Jalan Timah Medan. Dalam hitungan menit, buldozer meluluhlantakkan bangunan semi permanen yang dihuni warga puluhan tahun.
Warga hanya bisa memandangi dari pinggiran rel kereta api. Sebagian terlihat diam sembari menitikkan air mata. Ada pula yang memalingkan kepalanya (tak sanggup melihat) sambil memeluk keluarganya yang lain.
Namun di tengah menit-menit penghancuran, tangisan anak-anak terdengar mengalahkan suara mesin buldozer. Hingga tadi malam, sebagian warga korban penggusuran harus menumpang di rumah warga sekitar. Bahkan ada yang memilih bertahan di meja dagangan serta bermalam di musala sekitar. “Mereka tidur di musala, ada yang di atas meja pedagang. Di rumah saya juga ada. Kami harus tolong menolong. Waktu rumah saya kebakaran Mei lalu, warga di sini membantu. Warga di sini rasa persatuannya kuat,” ujar Narti, warga pinggiran rel yang luput dari penggusuran.
Dikatakan Narti, banyak warga tidak sempat menyelamatkan barang-barang elektronik dan lainnya, sehingga rusak saat penggusuran. Selain itu, listrik yang biasa menerangi 60 rumah warga juga sudah dipadamkan.
“Kalau yang rumahnya di depan, nggak sempat ambil barangnya. Yang ujung-ujung lah, ada yang copoti kusen pintu sama jendelanya. Tapi paling tidak surat berharga udah diangkut semua sebelum penggusuran. Itu yang penting,” ujarnya.
Narti sedikit bercerita mengenai area rumah warga yang digusur. Menurutnya, sekitar tahun 70-an lokasi tersebut berupa semak belukar. Seiring dengan waktu, satu per satu warga berinisiatif mengelola dan menjadikan kawasan itu sebagai tempat tinggal.
“Tentu setelah warga membayar biaya sewa kepada PT KAI. Bahkan belakangan, ada juga warga yang dikutip PBB. Tapi nggak tau juga lah uang apa itu sebenarnya, yang pasti ada dikutip,” ungkapnya.
Penggusuran Pasar Timah di Jalan Timah, Kel. Sei Rengas II, Medan Area yang dimulai Selasa (25/1) pagi sempat ricuh. Pedagang melempari petugas dengan batu dan pecahan pot bunga. Tapi, tim gabungan yang membawa water canon dan buldozer berhasil manghalau warga dan membongkar kios.
Pantauan di lokasi, ratusan warga Pasar Timah yang telah mengetahui jadwal penggusuran telah berkumpul menanti kehadiran tim penggusur. Sebagian bahkan memilih duduk di tengah Jalan Emas, tepatnya depan Pasar Timah. Tak lama, tim gabungan tiba di lokasi.
Di hadapan petugas, ratusan warga dan pedagang terus berteriak sembari meminta penggusuran dibatalkan. Sebagai simbol rasa persatuan bangsa, beberapa Bendera Merah Putih sengaja dikibarkan. Dengan semangat, mereka mengumandangkan lagu Indonesia Raya.
“Bagaimana makan dan sekolah anak kami nanti Pak. Suamiku nggak kerja. Aku jualan dan tinggal di sini (Pasar Timah). Tolong kasihani kami. Jangan begitu lah kalian sama kami,” kata seorang pedagang kepada petugas.
“Pak pake otak kalian ya. Kita sama-sama warga negara Indonesia. Sama derajat kita di mata Tuhan. Cuma kedudukan aja beda. Jangan seenaknya kalian merenggut rumah kami. Datangkan pengembangnya kemari. Kalau memang PT KAI ada suratnya, tunjukkan pada kami,” jerit warga sambil menunjuk-nunjuk petugas keamanan.
Suasana ricuh mulai terjadi ketika ratusan petugas PT. KAI Divre Sumut tiba di lokasi. Warga menyambut dengan caci maki. Melihat reaksi tersebut, beberapa petugas langsung mengambil posisi berbaris di atas rel.
“Dimana rasa kemanusiaan kalian hah! Kalian kasih kami ganti rugi Rp1,5 juta. Kandang babi aja nggak segitu. Cobalah kalian pikir!” jerit warga kepada 147 petugas PT KAI yang juga menghadirkan Polisi Khusus Kereta Api (Polsuska).
Warga semakin bersemangat bersorak saat pengacara mereka, Panca Sarjana Putra SH bergabung di tengah kerumunan warga. Dengan berapi-api, Panca menyebut PT KAI sangat arogan dan hanya berani dengan rakyat kecil.
Dikatakannya, warga Jalan Timah terikat sewa menyewa dengan PT KAI. Karenanya, jika mau menggusur, PT KAI harus terlebih dahulu menggugat ke pengadilan.
“Kalau mau digusur, gugat dulu warga ke pengadilan. Bukan langsung main gusur kayak gini aja. Ini bukti sewa-menyewanya. Jadi ini bukan masalah melawan hukum. Ini sudah wan prestasi. Masyarakat nggak bodoh. Jangan beraninya sama rakyat kecil saja. Jangan cuma dikasih Rp1,5 juta. Warga bukan binatang. Relokasikan lah warga, karena binatang aja punya kandang,” teriak Panca sembari menunjukkan bukti sewa menyewa antara warga dengan PT KAI.
“Jangan cuma berani sama rakyat kecil aja. Kalau mau, lawan itu Centre Point. Ayo kita sama-sama lawan mafia di Centre Point. Jadi jangan rumah warga yang kalian hancurkan. Jangan mengintimidasi masyarakat!” tantang Panca.
Mendengar itu, seorang warga spontan menjawab. “Masalahnya yang di Centre Point banyak uangnya. Kalau di sini enggak ada duitnya,” jerit warga.
Namun teriak dan caci maki sia-sia. Seolah menjawab kritik warga, 1 unit buldozer berwarna oranye memasuki jalan emas dan melaju ke arah kerumunan warga. Munculnya bulldozer membuat ratusan warga bereaksi. “Bunuh kami dan tabrak kami! Maju cepat!” tantang salah seorang warga sambil menepuk-nepuk dadanya.
Warga menyerukan agar pemerintah Kota Medan meniru Jokowi-Ahok dalam melakukan penggusuran, yakni dengan menyiapkan tempat relokasi. Lagi-lagi, penyataan warga tidak membuat petugas bergeming. Buldoser terus berjalan berlahan.
“Gusur rumah, ganti rumah! Maju kalian, kami maju! Warga maju semua! Jangan kalian anggap aku nggak punya nyali melawan kalian semua. Mundur!” teriak seorang warga sembari menunjuk kepada operator buldozer.
Melihat situasi semakin memanas, pihak PT KAI akhirnya melakukan upaya mediasi dengan perwakilan warga yang didampingi pengacara (Panca, red). Pada mediasi tersebut, Humas PT KAI, Jaka Jakarsih membenarkan soal adanya kontrak sewa menyewa antara PT KAI dengan warga di sana.
Namun katanya, kontrak telah berakhir tahun 2004, karena warga susah membayar biaya sewa. Baru kemudian pada tahun 2009, PT KAI Pusat mengeluarkan perintah pembangunan rel kereta api jalur ganda di kota Medan menuju Medan Metropolitan. Jalur ganda nantinya akan digunakan untuk kereta api dari jalur besar menuju KNIA.
“Sudah ada 15 kilometer lahan yang sudah kita bersihkan untuk pembangunan jalur ganda dan tinggal 9 kilometer lagi, salah satunya jalan Timah ini,” ungkap Jaka.
Lebih lanjut, Jaka membantah tudingan bahwa pihaknya bekerja sama dengan pihak pengembang yang mau membangun pasar timah lebih modern (revitalisasi pasar timah).
Jaka menjelaskan bahwa penggusuran yang dilakukan hanya 12 meter dari masing-masing sisi rel. Saat ini, luas tanah di sana yakni 18 meter di tiap sisi. Artinya, masih ada sisa 6 meter lagi.
“Bagi warga yang ingin memanfaatkan sisa lahan tersebut, silakan ajukan permohonan sewa kepada PT KAI. Tapi soal diterima atau tidak, itu tergantung pimpinan,” imbuhnya.
“Saya tegaskan, kami bertindak hari ini atas nama PT KAI. Jika ditanya apakah Yang Lim plaza juga akan digusur, jawaban kami iya benar. Pihak Yang Lim plaza sudah melakukan perjanjian dengan kami. Silakan kalau mau lihat di kantor kami. Kami melakukan ini demi perkembangan dunia transportasi Kota Medan. Ini lahan negara yang akan kami buat jalur ganda. Boleh di lihat, dari mulai Bandar Khalifah sampai kemari sudah banyak yang kosong. Mereka kami berikan biaya bongkar Rp1,5juta dan mereka bongkar sendiri. Sebab mereka sadar bahwa tanah rumah mereka bukanlah tanah mereka. Kami tidak mungkin memberikan ganti rugi di atas tanah kami sendiri,” tegas Jaka.
Mendengar pernyataan Jaka, Panca kembali berseru agar penggusuran ditunda karena dinilai terlalu mendadak. “PT KAI kan bisa berkomunikasi dulu secara internal dengan Kementrian Perhubungan RI, agar warga bisa diperhatikan khusus. Demo ini adalah kegiatan spontanitas warga. Itu Centre Point dulu yang kalian bereskan. Jangan takut pula kalian sama mafia-mafia itu,” tandas Panca.
Tudingan bahwa penggusuran dilakukan mendadak langsung dibantah oleh Jaka. Pria ini menegaskan, pihaknya sudah menyurati warga terkait pembebasan lahan sejak Maret 2014. Bahkan undangan pertemuan dari PT KAI pun tidak diindahkan oleh warga.
“Semua upaya sudah kami lakukan. Sudah pernah kami undang, tapi ngga ada warga yang datang. Surat juga sudah kami berikan tapi tetap tidak ada tanggapan. Jadi hari ini sudah tidak ada negosiasi lagi. Kita sudah peringati warga baik-baik. Kami akan tetap melakukan penggusuran. Jika ada yang tidak berkenan silahkan menempuh jalur hukum,” yakin Jaka.
Atas jawaban final tersebut, perwakilan warga memilih meninggalkan mediasi dan bergabung dengan rekan-rekan mereka yang masih menghalau buldoser.
Upaya warga menghadang buldoser berlangsung cukup lama. Situasi kembali memanas saat ‘kendaraan penghancur’ kembali bergerak maju. “Apalah ini Tuhan. Kenapa begini jadinya. Mau tinggal di mana kami,” ratap kaum ibu yang tak lagi menghiraukan terik matahari yang begitu menyengat.
Perseteruan semakin menegangkan saat warga berupaya kembali menghadang dengan meletakkan 4 pot bunga ukuran besar di depan buldozer. Upaya warga sia-sia. Keempat pot bunga hancur ditabrak buldoser.
Tak ingin mengendorkan perlawanan, beberapa warga mengambil pecahan pot bunga lalu melempari petugas keamanan. Petugas yang tidak menyangka dengan aksi nekat tersebut langsung berlarian hingga ke depan Gedung Yang Lim Plaza Medan.
Atas tindakan tersebut, pihak kepolisian yang telah siaga langsung bereaksi dan berhasil mengamankan seorang pria. Ketegangan sempat reda sejenak setelah Kapolsek Medan Area, AKP Yudi Frianto bersama anggotanya melerai keributan.
Sayangnya bentrok kembali pecah, kala sekelompok organisasi kepemudaan (OKP) menyerang dan mendorong warga yang menghalau buldoser. Aksi saling lempar baru reda sekitar 10 menit kemudian.
“Woi, apa maksud kalian datang kemari. Ini bukan urusan kalian. Berapa kalian dibayar,” teriak warga sambil menunjuk ke anggota OKP yang berlarian masuk ke areal Yang Lim Plaza.
Perlawanan warga Pasar Timah tidak berhenti. Guna menghalau laju buldoser, beberapa ban bekas dibakar. Warga bahkan nekat membongkar penutup parit yang terbuat dari besi lalu meletakkannya di tengan jalan.
Seolah ingin segera menuntaskan tugas, ratusan aparat kepolisian dan TNI bersenjata lengkap bergerak membantu Satpol PP dan pihak PT KAI yang berusaha menerombos berikade warga. Tak butuh waktu lama bagi tim gabungan untuk memukul mundur warga. Buldoser berhasil masuk ke pemukiman dan melakukan pembongkaran. (win/mri/ras)