30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Saksi: PPJB PT BDKL dan PT Atakana Company Sah

MEDAN-Abdul Rahim Lubis -saksi ahli dari BPN menyatakan, Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) PT BDKL dan PT Atakana Company sah. Demikian pula surat kuasa PT Atakana kepada Boy Hermansyah dinyatakan sah sebagaimana ketentuan dalam KUHPerdata.

Demikian fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan Pengadilan Tipikor dihadapan majelis hakim yang diketuai Erwin Mangatas Malau di Pengadilan Negeri Medan, kemarin (26/2).

“PPJB PT BDKL dan PT Atakana Company sah dan dibolehkan. Namun proses selanjutnya yaitu AJB harus mendapat izin dari BPN. Demikian pula surat kuasa PT Atakana kepada Boy Hermansyah untuk menjual itu adalah sah sebagaimana ketentuan dalam KUHPerdata,” kata Abdul Rahim Lubis, yang pada tahun 2010 menjabat Kasi Hak Tanah BPN (Badan Pertanahan Nasional) Sumut.

Saksi mengakui, saat menjabat sebagai Kasi Hak Tanah BPN Sumut mengetahui adaya surat kuasa dari M.Aka selaku Dirut PT Atakana Company kepada Boy Hermansyah selaku Dirut PT BDKL (Bahari Dwi Kencana Lestari).

“Ada surat kuasa dari M.Aka kepada Boy Hermansyah khusus untuk penjualan SHGU No.102 yang terletak di Aceh. Proses peralihan HGU harus diajukan permohonan kepada pejabat pemegang SK. Setelah ada izin, lalu dibuatlah akta peralihan haknya oleh PPAT, lalu dibaliknamakan di BPN Pusat. Setelah dilakukan akta perjanjian jual beli HGU, maka dilakukan izin peralihan, baru PPAT membuat akta jual beli,” jelasnya lagi.

Saksi melanjutkan, untuk membuat akta peralihan Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) harus ada izin dari BPN Pusat. Peralihan itu juga harus dibuktikan dengan akta dari PPAT (Pejabat Pembuat Akta Notaris) setempat.
Begitupun, bila ada akta PPAT, namun tidak ada izin dari BPN Pusat, maka peralihan SHGU itu tidak sah.

“Jadi peralihan itu harus dibuktikan dengan akta PPAT. Ada akta PPAT tapi tidak ada izin BPN Pusat, berarti tidak bisa dialihkan. Begitupun pemegang hak yang terdaftar BPN lah yang menjadi subjek atau memberikan jaminan hak tanggungan. Untuk penerbitan akta pembenahan hak harus dibuat PPAT sesuai dengan daerah kerjanya,” ujar saksi.

Saksi kembali menjelaskan, dalam mengajukan peralihan SHGU itu, bisa melalui Kanwil BPN setempat lalu diteruskan ke BPN Pusat. Namun Kanwil harus memeriksa dokumen izin peralihannya.

“Kalau misalnya ditolak di BPN Pusat, itu karena ada masalah teknis, misalnya ada sengketa. Sepanjang belum keluar izin peralihan, maka SHGU tetap terdaftar atas pemegang hak yang lama dalam hal ini PT Atakana Company,” bebernya.

Sekedar mengingatkan, dalam perkara ini, salah satu dari empat pemilik saham lama PT Atakana, yakni Muhammad Aka selaku Direktur Utama, secara sepihak (tanpa persetujuan pemegang saham yang lain), mencabut kuasa yang diberikan kepada Boy Hermansyah sebagaimana keputusan RUPS.

Tidak hanya itu, Aka juga mengajukan pemblokiran atas SHGU No. 102 ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Selanjutnya Aka menggugat Boy Hermansyah ke Poldasu dan Kejatisu, dengan tuduhan penggelapan dokumen pemilikan kebun PT Atakana, sebagai jaminan pinjaman ke BNI SKM Medan.

Bahwa aset SHGU No. 102 atas nama PT Atakana Company telah dipindahtangankan kepada pihak ketiga atas dasar Persetujuan oleh para Pemegang Saham dalam Rapat Pemegang Saham Luar Biasa.

Namun, M. Aka melaporkan PT BDL ke Polda NAD dan Polda Sumut sehingga Polda NAD menyita fisik SHGU No.102 dan dititip rawatkan kepada M.Aka/PT Atakana.

Tindakan Polda NAD yang menyita fisik SHGU No. 102 dan menitip-rawatkan kepada Aka itu menjadi ironis. Karena Aka sudah menikmati hasil penjualan kebun sawit tersebut, akan tetapi justru dia diberi hak kelola oleh Polda.
Hal yang tidak lazim dalam pengelolaan barang sitaan. Dan atas laporan M.Aka, Polda Sumut menyita sertipikat HGU No.102 dan dititipkan kepada BNI.

Selanjutnya, M. Aka melaporkan BNI ke Kejati Sumut atas dugaan penyimpangan proses pemberian kredit BNI kepada PT.BDL. (far)

MEDAN-Abdul Rahim Lubis -saksi ahli dari BPN menyatakan, Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) PT BDKL dan PT Atakana Company sah. Demikian pula surat kuasa PT Atakana kepada Boy Hermansyah dinyatakan sah sebagaimana ketentuan dalam KUHPerdata.

Demikian fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan Pengadilan Tipikor dihadapan majelis hakim yang diketuai Erwin Mangatas Malau di Pengadilan Negeri Medan, kemarin (26/2).

“PPJB PT BDKL dan PT Atakana Company sah dan dibolehkan. Namun proses selanjutnya yaitu AJB harus mendapat izin dari BPN. Demikian pula surat kuasa PT Atakana kepada Boy Hermansyah untuk menjual itu adalah sah sebagaimana ketentuan dalam KUHPerdata,” kata Abdul Rahim Lubis, yang pada tahun 2010 menjabat Kasi Hak Tanah BPN (Badan Pertanahan Nasional) Sumut.

Saksi mengakui, saat menjabat sebagai Kasi Hak Tanah BPN Sumut mengetahui adaya surat kuasa dari M.Aka selaku Dirut PT Atakana Company kepada Boy Hermansyah selaku Dirut PT BDKL (Bahari Dwi Kencana Lestari).

“Ada surat kuasa dari M.Aka kepada Boy Hermansyah khusus untuk penjualan SHGU No.102 yang terletak di Aceh. Proses peralihan HGU harus diajukan permohonan kepada pejabat pemegang SK. Setelah ada izin, lalu dibuatlah akta peralihan haknya oleh PPAT, lalu dibaliknamakan di BPN Pusat. Setelah dilakukan akta perjanjian jual beli HGU, maka dilakukan izin peralihan, baru PPAT membuat akta jual beli,” jelasnya lagi.

Saksi melanjutkan, untuk membuat akta peralihan Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) harus ada izin dari BPN Pusat. Peralihan itu juga harus dibuktikan dengan akta dari PPAT (Pejabat Pembuat Akta Notaris) setempat.
Begitupun, bila ada akta PPAT, namun tidak ada izin dari BPN Pusat, maka peralihan SHGU itu tidak sah.

“Jadi peralihan itu harus dibuktikan dengan akta PPAT. Ada akta PPAT tapi tidak ada izin BPN Pusat, berarti tidak bisa dialihkan. Begitupun pemegang hak yang terdaftar BPN lah yang menjadi subjek atau memberikan jaminan hak tanggungan. Untuk penerbitan akta pembenahan hak harus dibuat PPAT sesuai dengan daerah kerjanya,” ujar saksi.

Saksi kembali menjelaskan, dalam mengajukan peralihan SHGU itu, bisa melalui Kanwil BPN setempat lalu diteruskan ke BPN Pusat. Namun Kanwil harus memeriksa dokumen izin peralihannya.

“Kalau misalnya ditolak di BPN Pusat, itu karena ada masalah teknis, misalnya ada sengketa. Sepanjang belum keluar izin peralihan, maka SHGU tetap terdaftar atas pemegang hak yang lama dalam hal ini PT Atakana Company,” bebernya.

Sekedar mengingatkan, dalam perkara ini, salah satu dari empat pemilik saham lama PT Atakana, yakni Muhammad Aka selaku Direktur Utama, secara sepihak (tanpa persetujuan pemegang saham yang lain), mencabut kuasa yang diberikan kepada Boy Hermansyah sebagaimana keputusan RUPS.

Tidak hanya itu, Aka juga mengajukan pemblokiran atas SHGU No. 102 ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Selanjutnya Aka menggugat Boy Hermansyah ke Poldasu dan Kejatisu, dengan tuduhan penggelapan dokumen pemilikan kebun PT Atakana, sebagai jaminan pinjaman ke BNI SKM Medan.

Bahwa aset SHGU No. 102 atas nama PT Atakana Company telah dipindahtangankan kepada pihak ketiga atas dasar Persetujuan oleh para Pemegang Saham dalam Rapat Pemegang Saham Luar Biasa.

Namun, M. Aka melaporkan PT BDL ke Polda NAD dan Polda Sumut sehingga Polda NAD menyita fisik SHGU No.102 dan dititip rawatkan kepada M.Aka/PT Atakana.

Tindakan Polda NAD yang menyita fisik SHGU No. 102 dan menitip-rawatkan kepada Aka itu menjadi ironis. Karena Aka sudah menikmati hasil penjualan kebun sawit tersebut, akan tetapi justru dia diberi hak kelola oleh Polda.
Hal yang tidak lazim dalam pengelolaan barang sitaan. Dan atas laporan M.Aka, Polda Sumut menyita sertipikat HGU No.102 dan dititipkan kepada BNI.

Selanjutnya, M. Aka melaporkan BNI ke Kejati Sumut atas dugaan penyimpangan proses pemberian kredit BNI kepada PT.BDL. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/