30.6 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Pengamat Dari USU Soal Pemilu 2019, Dari Dulu Sumut Rawan Curang

Dr. Warjio
Pengamat Sosial Politik

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Suhu politik di Indonesia —termasuk di Sumatera Utara— yang memanas sejak proses Pemilihan Umum (pemilu) Serentak 17 April lalu, meninggalkan beragam tuduhan. Mulai dari dugaan kecurangan perolehan suara, money politics, hingga dugaan keterlibatan aparat hukum dan ASN. Kubu yang kalah terus membangun skenario kecurangan sejak awal proses Pemilu. Benarkah Pemilu di Sumut rawan kecurangan?

PENGAMAT sosial politik dari Universitas Sumatera Utara, Dr. Warjio, mengatakan sejak awal pihak Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) telah memprediksi bahwa Sumatera Utara merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang rawan terjadinya kecurangan pemilu.

“Rawannya kecurangan pada perolehan suara di Sumut sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Bukan hanya pada Pemilu 2019 saja. Namun juga pada proses-proses pemilihan lainnya. Seperti Pilgubsu, Pilwako, dan Pilbup yang telah berkali-kali dilakukan di Sumut,” cetusnya kepada Sumut Pos, kemarin.

Daerah-daerah yang dinilai rawan kecurangan di Sumut dalam pemilu 2019 kemarin, cukup banyak. Ke-33 kabupaten/kota di Sumut dinilai punya potensi yang cukup rawan kecurangan. “Tetapi daerah Nias misalnya, itu memang rawan dan kemarin terbukti ada kendala di sana. Selain Nias, daerah-daerah persaingan capres 01 dan 02 yang susah untuk diakses juga rawan akan kecurangan,” jelasnya.

Bawaslu sendiri telah memprediksi rawannya kecurangan pemilu 2019 di Sumut. Dan banyak pihak yang sepakat bahwa Sumut memang rentan akan terjadinya kecurangan dalam pemilu. Contoh-contoh kerawanan yang terjadi di Sumatera Utara seperti maraknya money politics, keterlibatan aparat, dan buruknya birokrasi.

Bawaslu sendiri telah memprediksi rawannya kecurangan pemilu 2019 di Sumut. Namun pengamatan Bawaslu itu tidak dijadikan pihak-pihak penyelenggara pemilu sebagai langkah awal dalam mencegah terjadinya kecurangan.

“Bila Sumatera Utara telah dipetakan oleh Bawaslu sebagai salah satu wilayah yang rawan kecurangan, seharusnya Bawaslu melakukan pengawasan ekstra untuk Sumut. Penyelenggara harusnya lebih intens, agar pengamatan mereka tidak menjadi sia-sia. Kalau nantinya terbukti Sumut melakukan kecurangan, alangkah gagalnya pihak penyelenggara pemilu di Sumut ini,” terangnya.

Langkah Capres 02 Sudah Benar

Di sisi lain, Dr. Warjio mengapresiasi langkah pihak Capres 02, Prabowo-Sandiaga, yang memutuskan menempuh jalur konstitusional dengan melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebanai bentuk memprotes hasil pemilu 2019.

“Langkah konstitusional sudah tepat dan elegan dalam menyelesaikan masalah dalam dunia politik. Bila memang punya bukti, kenapa tidak?” katanya.

Ditanya mengenai peluang pihak Capres 02 dalam memenangkan gugatannya ke MK —salah satunya dengan membawa bukti kecurangan dari Sumut— disebut Warjio tergantung dari bukti-bukti yang telah disiapkan oleh pihak penggugat.

“Selain dari kesiapan bukti, juga tergantung kemampuan para tim pengacara penggugat dalam membuktikan dan menyampaikan bukti-bukti itu sendiri. Bukti yang valid dan disampaikan dengan cara yang tepat dan terukur, tentu tidak akan dapat ditolak oleh pihak MK,” jelasnya.

Namun Warjio meminta seluruh pihak agar menghargai apapun keputusan yang akan dikeluarkan MK. “Penting bagi kita, agar seluruh elemen masyarakat termasuk pihak penggugat dan tergugat melihat MK sebagai sebuah lembaga profesional, yang telah ditunjuk sebagai lembaga yang menyelesaikan persoalan ini. Maka apapun hasilnya nanti, semua pihak harus bisa menghormati keputusan itu dan semua pihak kembali bersatu sebagai anak bangsa,” sebutnya.

Sukses Pemilu, KPU Salah Kaprah

Di sisi lain, Dr. Warjio menyebutkan bahwa klaim KPU yang menyatakan pihaknya sukses dalam menyelenggarakan pemilu 2019, dilihat dari tingginya tingkat pemilih sebagai barometer kesuksesan penyelenggaraan pemilu, dinilai sebagai kesalahan.

“Saya fikir KPU salah kaprah. Tolak ukur kesuksesan penyelenggaraan pemilu bukan hanya bergantung pada tingginya tingkat partisipasi pemilih. Melainkan kualitas proses serta kualitas hasil pemilu itu. Kalau soal partisipasi pemilih, di zaman orde baru juga luar biasa partisipasi pemilih. Tapi tidak bisa serta merta langsung disebut sukses dalam menyelenggarakan pemilu,” katanya.

Ia menyebutkan, penyelenggara seharusnya memfokuskan dulu penyelesaian masalah yang timbul saat ini. Lalu biarkan masyarakat yang menilai. (mag-1)

Dr. Warjio
Pengamat Sosial Politik

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Suhu politik di Indonesia —termasuk di Sumatera Utara— yang memanas sejak proses Pemilihan Umum (pemilu) Serentak 17 April lalu, meninggalkan beragam tuduhan. Mulai dari dugaan kecurangan perolehan suara, money politics, hingga dugaan keterlibatan aparat hukum dan ASN. Kubu yang kalah terus membangun skenario kecurangan sejak awal proses Pemilu. Benarkah Pemilu di Sumut rawan kecurangan?

PENGAMAT sosial politik dari Universitas Sumatera Utara, Dr. Warjio, mengatakan sejak awal pihak Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) telah memprediksi bahwa Sumatera Utara merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang rawan terjadinya kecurangan pemilu.

“Rawannya kecurangan pada perolehan suara di Sumut sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Bukan hanya pada Pemilu 2019 saja. Namun juga pada proses-proses pemilihan lainnya. Seperti Pilgubsu, Pilwako, dan Pilbup yang telah berkali-kali dilakukan di Sumut,” cetusnya kepada Sumut Pos, kemarin.

Daerah-daerah yang dinilai rawan kecurangan di Sumut dalam pemilu 2019 kemarin, cukup banyak. Ke-33 kabupaten/kota di Sumut dinilai punya potensi yang cukup rawan kecurangan. “Tetapi daerah Nias misalnya, itu memang rawan dan kemarin terbukti ada kendala di sana. Selain Nias, daerah-daerah persaingan capres 01 dan 02 yang susah untuk diakses juga rawan akan kecurangan,” jelasnya.

Bawaslu sendiri telah memprediksi rawannya kecurangan pemilu 2019 di Sumut. Dan banyak pihak yang sepakat bahwa Sumut memang rentan akan terjadinya kecurangan dalam pemilu. Contoh-contoh kerawanan yang terjadi di Sumatera Utara seperti maraknya money politics, keterlibatan aparat, dan buruknya birokrasi.

Bawaslu sendiri telah memprediksi rawannya kecurangan pemilu 2019 di Sumut. Namun pengamatan Bawaslu itu tidak dijadikan pihak-pihak penyelenggara pemilu sebagai langkah awal dalam mencegah terjadinya kecurangan.

“Bila Sumatera Utara telah dipetakan oleh Bawaslu sebagai salah satu wilayah yang rawan kecurangan, seharusnya Bawaslu melakukan pengawasan ekstra untuk Sumut. Penyelenggara harusnya lebih intens, agar pengamatan mereka tidak menjadi sia-sia. Kalau nantinya terbukti Sumut melakukan kecurangan, alangkah gagalnya pihak penyelenggara pemilu di Sumut ini,” terangnya.

Langkah Capres 02 Sudah Benar

Di sisi lain, Dr. Warjio mengapresiasi langkah pihak Capres 02, Prabowo-Sandiaga, yang memutuskan menempuh jalur konstitusional dengan melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebanai bentuk memprotes hasil pemilu 2019.

“Langkah konstitusional sudah tepat dan elegan dalam menyelesaikan masalah dalam dunia politik. Bila memang punya bukti, kenapa tidak?” katanya.

Ditanya mengenai peluang pihak Capres 02 dalam memenangkan gugatannya ke MK —salah satunya dengan membawa bukti kecurangan dari Sumut— disebut Warjio tergantung dari bukti-bukti yang telah disiapkan oleh pihak penggugat.

“Selain dari kesiapan bukti, juga tergantung kemampuan para tim pengacara penggugat dalam membuktikan dan menyampaikan bukti-bukti itu sendiri. Bukti yang valid dan disampaikan dengan cara yang tepat dan terukur, tentu tidak akan dapat ditolak oleh pihak MK,” jelasnya.

Namun Warjio meminta seluruh pihak agar menghargai apapun keputusan yang akan dikeluarkan MK. “Penting bagi kita, agar seluruh elemen masyarakat termasuk pihak penggugat dan tergugat melihat MK sebagai sebuah lembaga profesional, yang telah ditunjuk sebagai lembaga yang menyelesaikan persoalan ini. Maka apapun hasilnya nanti, semua pihak harus bisa menghormati keputusan itu dan semua pihak kembali bersatu sebagai anak bangsa,” sebutnya.

Sukses Pemilu, KPU Salah Kaprah

Di sisi lain, Dr. Warjio menyebutkan bahwa klaim KPU yang menyatakan pihaknya sukses dalam menyelenggarakan pemilu 2019, dilihat dari tingginya tingkat pemilih sebagai barometer kesuksesan penyelenggaraan pemilu, dinilai sebagai kesalahan.

“Saya fikir KPU salah kaprah. Tolak ukur kesuksesan penyelenggaraan pemilu bukan hanya bergantung pada tingginya tingkat partisipasi pemilih. Melainkan kualitas proses serta kualitas hasil pemilu itu. Kalau soal partisipasi pemilih, di zaman orde baru juga luar biasa partisipasi pemilih. Tapi tidak bisa serta merta langsung disebut sukses dalam menyelenggarakan pemilu,” katanya.

Ia menyebutkan, penyelenggara seharusnya memfokuskan dulu penyelesaian masalah yang timbul saat ini. Lalu biarkan masyarakat yang menilai. (mag-1)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/