32 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Mengenal Safety Management dalam Menentukan Indikator Keselamatan Penerbangan

Dosen Pembimbing: Liber Tommy Hutabarat, S.T., M.Pd.

Ditulisoleh: Fariz Aulia Abdillah, Elizabeth Nauli Situmorang, M. Habib Fuadi, dan Al Kahlil Gibran

Asalinstansi: Politeknik Penerbangan Medan. Jl. Penerbangan No. 85 Medan

Dunia penerbangan merupakan salah satu industri yang memiliki kemajuan yang sangat pesat. Meskipun dalam beberapa waktu yang lalu sempat mengalami kemunduran akibat dampak pandemi Covid-19 yang terjadi. Namun, industri penerbangan dapat kembali bangkit dan mampu bersaing dengan industril ainnya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seiring dengan kemajuan industry penerbangan yaitu keselamatan (Safety).Keselamatan merupakan salah satu alasan pengguna transportasi dalam memilih moda transportasi yang akan digunakan. Penerbangan merupakan industri yang sangat memperhatikan keselamatan. Hal ini bukan  tanpa alasan, jika suatu pesawat udara yang membawa penumpang mengalami kecelakaan maka akan merenggut nyawa  hingga ratusan korban jiwa. Sehingga penyedia layanan penerbangan wajib mewujudkan keselamatan penerbangan.

Keselamatan penerbangan adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya (Undang-undang No.1 Tahun 2009). Salah satu faktor terwujudnya keselamatan penerbangan adalah dengan cara menerapkan sistem manajemen keselamatan (Safety Management System). SMS (Safety Management System) juga merupakan indicator dari terwujudnya keselamatan penerbangan. Safety Management System adalahacuan yang harus dipedomani dan diimplementasikan oleh setiap penyedia layanan penerbangan. Sistem manajemen keselamatan bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan mengurangiri siko yang dapat mengancam keselamatan operasi penerbangan. Sistemini melibatkan partisipasi dan komitmen dari seluruh pihak penerbangan, termasuk regulator, operator, dan pengguna jasa penerbangan.

Dalam penerapan sistem manajemen keselamatan, mengharuskan pengukuran kinerja keselamatan melalui indikator yang relevan dan objektif. Penentuan indicator ini harus mempertimbangkan banyak faktor, sepertilingkungan, sumberdaya, regulasi, standar, dan lain-lain.Indikator keselamatan harus mencerminkan kondisi nyata dan informasi yang dapat dipahami oleh semua pihak yang terkait. Tantang andalam penentuan indicator keselamatan penerbangan adalah bagaimana mengintegrasikan data dariberbagaisumber, sepertilaporan, audit, survey, observasi, dan lain-lain.Data ini harus dianalisis secara menyeluruh dan terstruktur.

Nilai keselamatan tertinggi yang pernah diraih penerbangan Indonesia adalah 93,6% (Kemenhub, 2016). Namun, pada tahun 2017, Indonesia mengalami penurunan nilai keselamatan penerbangan menjadi 81,15%. Hal inilah yang menjadi tantangan pemerintah indonesia dalam mempertahankan nilai keselamatan penerbangan. Nilai persentase keselamatan penerbangan, merupakan hasil evaluasi ICAO (international civil aviation organization) yang merupakan organisasi penerbangan sipil yang berwenang untuk mengevaluasi nilai keselamatan penerbangan sipil dunia yaitu USOAP. Program evaluasi USOAP adalah kegiatan ICAO dalam menilai pengimplementasian yang efektif dari pengawasan keselamatan dan melakukan pengkajian secara sistematis dan objektif terhadap suatu negara untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan nasional yang direkomendasikan ICAO (SARP). Dalam penilaian keselamatan penerbangan, indikator yang menjadi penilaian adalah :

  1. Primary Aviation Legislation and Civil Aviation Regulations (LEG)
  2. Civil Aviation Organization (ORG)
  3. Personnel Licensing and Training (PEL)
  4. Aircraft Operations (OPS)
  5. Airworthiness of Aircraft (AIR)
  6. Aircraft Accident and Incident Investigation (AIG)
  7. Air Navigation Services (ANS)
  8. Aerodromes and Ground Aids (AGA)

Berdasarkan grafik penilaian yang dirili soleh ICAO pada indikator legislation, Indonesia berada di bawah rata-rata duniayaitu, 76,47% sementara Indonesia hanyamencapai 71,42%. Hal ini yang merupakan salah satu faktor penurunan nilai angka keselamatan penerbangan di Indonesia di tahun 2017. Dapat diartikan bahwa kesadaran terhadap legislasi penerbangan utama dan peraturan penerbangan sipil atau peraturan merupakan salah satu permasalahan yang harus diperbaiki.

Dalam menyikapi permasalahan tersebut, peran pemerintah sebagai regulator harus lebih ditingkatkan agar nilai dari persentase kesalamatan penerbangan Indonesia berada di atas rata-rata dunia. Adanya Safety Management System (SMS) sebagai acuan seluruh komponen yang berkaitan dengan keselamatan penerbangan memiliki pemahaman dan komitmen yang sama.Safety Management System (SMS) memiliki 4 kerangka pokok yaitu, kebijakan keselamatan (Safety Policy and Objective) merupakan pernyataan yang menggambarkan manajemen keselamatan organisasi dan dijadikan sebagai acuan organisasi dalam menentukan langkah dan proses yang akan diimplementasikan,  manajemen risiko keselamatan (Safety Risk Management) adalah identifikasi, analisis serta mitigasi pada tingkatan risiko, (Safety Assurance) merupakan  keputusan yang dilakukan oleh penyedia layanan penerbangan dalam bentuk pengawasan, dan promosi keselamatan, dan (Safety Promotion) yang memuat edukasi, pelatihan dan promosi untuk mencapai keselamatan penerbangan.  Setiap komponen pokok SMS mengandung unsur-unsur yang menjelaskan kebutuhan khusus untuk keberhasilan penerapan dan pemeliharaan system manajemen keselamatan.BerasaldariICAO , 12 elemen system manajemen keselamatan diantara nya adalah :

  1. Komitmen Manajemen
  2. Akuntabilitas dan Tanggung Jawab Keselamatan
  3. Penunjukan Personil Kunci Keselamatan
  4. Koordinas iPerencanaan Tanggap Darurat
  5. Dokumentasi SMS
  6. Identifikasi bahaya
  7. Penilaian dan Mitigasi Risiko Keselamatan
  8. Pemantauan dan Pengukuran Kinerja Keselamatan
  9. Manajemen Perubahan
  10. Peningkatan berkelanjutan dari SMS
  11. Pelatihan dan Pendidikan
  12. Komunikasi Keselamatan

Elemen diatas harus di jadikan sebagai acuan oleh stakeholder dalam melakuakan operasi penerbangan.Sebagai contoh kasus kecelakaan Lion Air JT 610 pada 2018 silam yang jatuh dan meluncur dengan kecepatan 685 km/jam atau 190,3 m/s yang telah merenggut korban jiwa. Salah satu faktor yang menyebabkan kecelakaan Lion Air JT 610 menurut investigasi dari KNKT bahwa pilot tidak diberi panduan mengenai prosedur penggunaan MCAS atau trim yang lebih detail dan kurangnya dokumentasi terkait penerbangan pesawat dan catatan perawatan tentang stick shacker dan penggunaan Runway Stabilizer NNC yang menunjukkan bahwa informasi ini tidak tersedia bagi kru pesawat. Dari kejadian ini, dapat dianalisa bahwa kurangnya peran pengawasan organisasi terhadapSMS pada elemen pelatihan dan pendidikan personil pilot. Pada kasus ini pilot yang belum diberi pelatihan yang cukup pada prosedur penggunaan alat. Namun, tetap diberi izin untuk menerbangkan pesawat dan tidak adanya manual di pesawat. Sehinggapada suatau kondisi perlatan MCAS memberikan sinyal atau bunyi alarm, pilot menjadi panik atau bingung karena tidak mendapatkan pelatihan yang cukup maka terjadilah risiko yang paling fatal yaitu kecelakaan.

Dalam penerapannya, SMS harus dipedomani oleh seluruh unit yang berkaitan dengan pelayanan penerbangan. Dalam hal ini, pemerintah memiliki peran dalam partisipasi untuk menciptakan nilai keselamatan yang tinggi adalah mengawasi pelaksanaan implementasi SMS di masing-masing unit yang berkaitan dengan pelayanan penerbangan.KP 232 Tahun 2020 merupakanacuan yang digunakan dalam petunjuk teknis peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil tentang penilaian pelaksanaan asesmen implementasi Sistem Manajemen Keselamatan Penerbangan.Pada KP 232 Tahun 2020 ini memuat tata cara penilaian SMS yang terdiridariSMS Acceptance yang bertujuan untuk memastikan SMS di implementasikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Routine SMS Assesment yang bertujuan untuk memastikan pelaksanaan SMS di masing-masing penyelenggara layanan penerbangan sesuai dengan hasil SMS Acceptance yang didapat sebelumnya, SMS Implementation Plan and Monitoring yang bertujuan untuk memastikan SMS diterapkan sesuai dengan rencana yang ditentukan.

Di dunia penerbangan, Safety Management System (SMS) adalah sebuah sistem yang dirancang untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengendalikan risiko keselamatan yang kemungkinan terjadi di lingkungan operasional bandara .Jika SMS tidak diterapkan dengan benar di suatu Bandar udara maka dapat menyebabkan meningkatnya risiko kecelakaan baik dari kemungkinan kecil hingga kemungkinan yang sangat fatal.

Semakin meningkatnya industri penerbangan maka risiko yang ditimbulkan juga semakin tinggi. Maka dari itu peningkatan keselamatan penerbangan sebagai upayamempertahankan nilai keselamatan penerbangan serta menjamin keselamatan para penumpang untuk menggunakan moda transportasi udara. Dalam mewujudkan keselamatan penerbangan penyedia layanan penerbangan dalam hal ini bandar udara dan maskapai serta pihak regulator (pemerintah) yang memiliki peran dalam mengawasi jalannya pengimplementasian SMS yang harus sesuai dengan ketentuan regulasi yang sudah ditetapkan ICAO. Menyikapi terhadap hal tersebut, maka kita harus lebih menigkatkan kesadaran akan pentingnya penerapan SMS yang sesuai untuk mendapatkan sehingga keselamatan penerbangan Indonesiaakan menjadi lebih baik.*

Dosen Pembimbing: Liber Tommy Hutabarat, S.T., M.Pd.

Ditulisoleh: Fariz Aulia Abdillah, Elizabeth Nauli Situmorang, M. Habib Fuadi, dan Al Kahlil Gibran

Asalinstansi: Politeknik Penerbangan Medan. Jl. Penerbangan No. 85 Medan

Dunia penerbangan merupakan salah satu industri yang memiliki kemajuan yang sangat pesat. Meskipun dalam beberapa waktu yang lalu sempat mengalami kemunduran akibat dampak pandemi Covid-19 yang terjadi. Namun, industri penerbangan dapat kembali bangkit dan mampu bersaing dengan industril ainnya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seiring dengan kemajuan industry penerbangan yaitu keselamatan (Safety).Keselamatan merupakan salah satu alasan pengguna transportasi dalam memilih moda transportasi yang akan digunakan. Penerbangan merupakan industri yang sangat memperhatikan keselamatan. Hal ini bukan  tanpa alasan, jika suatu pesawat udara yang membawa penumpang mengalami kecelakaan maka akan merenggut nyawa  hingga ratusan korban jiwa. Sehingga penyedia layanan penerbangan wajib mewujudkan keselamatan penerbangan.

Keselamatan penerbangan adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya (Undang-undang No.1 Tahun 2009). Salah satu faktor terwujudnya keselamatan penerbangan adalah dengan cara menerapkan sistem manajemen keselamatan (Safety Management System). SMS (Safety Management System) juga merupakan indicator dari terwujudnya keselamatan penerbangan. Safety Management System adalahacuan yang harus dipedomani dan diimplementasikan oleh setiap penyedia layanan penerbangan. Sistem manajemen keselamatan bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan mengurangiri siko yang dapat mengancam keselamatan operasi penerbangan. Sistemini melibatkan partisipasi dan komitmen dari seluruh pihak penerbangan, termasuk regulator, operator, dan pengguna jasa penerbangan.

Dalam penerapan sistem manajemen keselamatan, mengharuskan pengukuran kinerja keselamatan melalui indikator yang relevan dan objektif. Penentuan indicator ini harus mempertimbangkan banyak faktor, sepertilingkungan, sumberdaya, regulasi, standar, dan lain-lain.Indikator keselamatan harus mencerminkan kondisi nyata dan informasi yang dapat dipahami oleh semua pihak yang terkait. Tantang andalam penentuan indicator keselamatan penerbangan adalah bagaimana mengintegrasikan data dariberbagaisumber, sepertilaporan, audit, survey, observasi, dan lain-lain.Data ini harus dianalisis secara menyeluruh dan terstruktur.

Nilai keselamatan tertinggi yang pernah diraih penerbangan Indonesia adalah 93,6% (Kemenhub, 2016). Namun, pada tahun 2017, Indonesia mengalami penurunan nilai keselamatan penerbangan menjadi 81,15%. Hal inilah yang menjadi tantangan pemerintah indonesia dalam mempertahankan nilai keselamatan penerbangan. Nilai persentase keselamatan penerbangan, merupakan hasil evaluasi ICAO (international civil aviation organization) yang merupakan organisasi penerbangan sipil yang berwenang untuk mengevaluasi nilai keselamatan penerbangan sipil dunia yaitu USOAP. Program evaluasi USOAP adalah kegiatan ICAO dalam menilai pengimplementasian yang efektif dari pengawasan keselamatan dan melakukan pengkajian secara sistematis dan objektif terhadap suatu negara untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan nasional yang direkomendasikan ICAO (SARP). Dalam penilaian keselamatan penerbangan, indikator yang menjadi penilaian adalah :

  1. Primary Aviation Legislation and Civil Aviation Regulations (LEG)
  2. Civil Aviation Organization (ORG)
  3. Personnel Licensing and Training (PEL)
  4. Aircraft Operations (OPS)
  5. Airworthiness of Aircraft (AIR)
  6. Aircraft Accident and Incident Investigation (AIG)
  7. Air Navigation Services (ANS)
  8. Aerodromes and Ground Aids (AGA)

Berdasarkan grafik penilaian yang dirili soleh ICAO pada indikator legislation, Indonesia berada di bawah rata-rata duniayaitu, 76,47% sementara Indonesia hanyamencapai 71,42%. Hal ini yang merupakan salah satu faktor penurunan nilai angka keselamatan penerbangan di Indonesia di tahun 2017. Dapat diartikan bahwa kesadaran terhadap legislasi penerbangan utama dan peraturan penerbangan sipil atau peraturan merupakan salah satu permasalahan yang harus diperbaiki.

Dalam menyikapi permasalahan tersebut, peran pemerintah sebagai regulator harus lebih ditingkatkan agar nilai dari persentase kesalamatan penerbangan Indonesia berada di atas rata-rata dunia. Adanya Safety Management System (SMS) sebagai acuan seluruh komponen yang berkaitan dengan keselamatan penerbangan memiliki pemahaman dan komitmen yang sama.Safety Management System (SMS) memiliki 4 kerangka pokok yaitu, kebijakan keselamatan (Safety Policy and Objective) merupakan pernyataan yang menggambarkan manajemen keselamatan organisasi dan dijadikan sebagai acuan organisasi dalam menentukan langkah dan proses yang akan diimplementasikan,  manajemen risiko keselamatan (Safety Risk Management) adalah identifikasi, analisis serta mitigasi pada tingkatan risiko, (Safety Assurance) merupakan  keputusan yang dilakukan oleh penyedia layanan penerbangan dalam bentuk pengawasan, dan promosi keselamatan, dan (Safety Promotion) yang memuat edukasi, pelatihan dan promosi untuk mencapai keselamatan penerbangan.  Setiap komponen pokok SMS mengandung unsur-unsur yang menjelaskan kebutuhan khusus untuk keberhasilan penerapan dan pemeliharaan system manajemen keselamatan.BerasaldariICAO , 12 elemen system manajemen keselamatan diantara nya adalah :

  1. Komitmen Manajemen
  2. Akuntabilitas dan Tanggung Jawab Keselamatan
  3. Penunjukan Personil Kunci Keselamatan
  4. Koordinas iPerencanaan Tanggap Darurat
  5. Dokumentasi SMS
  6. Identifikasi bahaya
  7. Penilaian dan Mitigasi Risiko Keselamatan
  8. Pemantauan dan Pengukuran Kinerja Keselamatan
  9. Manajemen Perubahan
  10. Peningkatan berkelanjutan dari SMS
  11. Pelatihan dan Pendidikan
  12. Komunikasi Keselamatan

Elemen diatas harus di jadikan sebagai acuan oleh stakeholder dalam melakuakan operasi penerbangan.Sebagai contoh kasus kecelakaan Lion Air JT 610 pada 2018 silam yang jatuh dan meluncur dengan kecepatan 685 km/jam atau 190,3 m/s yang telah merenggut korban jiwa. Salah satu faktor yang menyebabkan kecelakaan Lion Air JT 610 menurut investigasi dari KNKT bahwa pilot tidak diberi panduan mengenai prosedur penggunaan MCAS atau trim yang lebih detail dan kurangnya dokumentasi terkait penerbangan pesawat dan catatan perawatan tentang stick shacker dan penggunaan Runway Stabilizer NNC yang menunjukkan bahwa informasi ini tidak tersedia bagi kru pesawat. Dari kejadian ini, dapat dianalisa bahwa kurangnya peran pengawasan organisasi terhadapSMS pada elemen pelatihan dan pendidikan personil pilot. Pada kasus ini pilot yang belum diberi pelatihan yang cukup pada prosedur penggunaan alat. Namun, tetap diberi izin untuk menerbangkan pesawat dan tidak adanya manual di pesawat. Sehinggapada suatau kondisi perlatan MCAS memberikan sinyal atau bunyi alarm, pilot menjadi panik atau bingung karena tidak mendapatkan pelatihan yang cukup maka terjadilah risiko yang paling fatal yaitu kecelakaan.

Dalam penerapannya, SMS harus dipedomani oleh seluruh unit yang berkaitan dengan pelayanan penerbangan. Dalam hal ini, pemerintah memiliki peran dalam partisipasi untuk menciptakan nilai keselamatan yang tinggi adalah mengawasi pelaksanaan implementasi SMS di masing-masing unit yang berkaitan dengan pelayanan penerbangan.KP 232 Tahun 2020 merupakanacuan yang digunakan dalam petunjuk teknis peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil tentang penilaian pelaksanaan asesmen implementasi Sistem Manajemen Keselamatan Penerbangan.Pada KP 232 Tahun 2020 ini memuat tata cara penilaian SMS yang terdiridariSMS Acceptance yang bertujuan untuk memastikan SMS di implementasikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Routine SMS Assesment yang bertujuan untuk memastikan pelaksanaan SMS di masing-masing penyelenggara layanan penerbangan sesuai dengan hasil SMS Acceptance yang didapat sebelumnya, SMS Implementation Plan and Monitoring yang bertujuan untuk memastikan SMS diterapkan sesuai dengan rencana yang ditentukan.

Di dunia penerbangan, Safety Management System (SMS) adalah sebuah sistem yang dirancang untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengendalikan risiko keselamatan yang kemungkinan terjadi di lingkungan operasional bandara .Jika SMS tidak diterapkan dengan benar di suatu Bandar udara maka dapat menyebabkan meningkatnya risiko kecelakaan baik dari kemungkinan kecil hingga kemungkinan yang sangat fatal.

Semakin meningkatnya industri penerbangan maka risiko yang ditimbulkan juga semakin tinggi. Maka dari itu peningkatan keselamatan penerbangan sebagai upayamempertahankan nilai keselamatan penerbangan serta menjamin keselamatan para penumpang untuk menggunakan moda transportasi udara. Dalam mewujudkan keselamatan penerbangan penyedia layanan penerbangan dalam hal ini bandar udara dan maskapai serta pihak regulator (pemerintah) yang memiliki peran dalam mengawasi jalannya pengimplementasian SMS yang harus sesuai dengan ketentuan regulasi yang sudah ditetapkan ICAO. Menyikapi terhadap hal tersebut, maka kita harus lebih menigkatkan kesadaran akan pentingnya penerapan SMS yang sesuai untuk mendapatkan sehingga keselamatan penerbangan Indonesiaakan menjadi lebih baik.*

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/