Ternyata, lanjut Wijiant, Yayasan Pelita Ilmu dan KPA mendukung. Akhirnya ia melakukan perjalanan dengan misi ‘Langkak Kaki Jelajah Negeri, Cegah Penularan HIV’, dengan mulai perjalanan dari Jakarta. “Saya juga buat surat menyatakan bahwa saya tidak akan menuntut siapapun jika ada hal hal yang tidak diinginkan terjadi saat dalam perjalanan. Saya juga minta surat dari KPA Nasional, agar saat saya kehabisan ARV bisa saya ambil ke rumah sakit di daerah-daerah. Saya pun akhirnya merealisasikan keinginan tersebut. Tepat pada tanggal 7 November 2015 tepat ulang tahun saya, saya mulai perjalanan ini,” katanya.
Wijianto berangkat dari Jakarta seorang diri dengan membawa bekal tiga lembar kaos, dua celana pendek, dan tas ransel. Ia juga membawa selembar spanduk kecil yang bertuliskan berbagai kata dukungan stop diskriminasi pada HIV AIDS dan stop penularannya.
Hingga awal 2017 ini, Kota Medan atau Sumatera Utara menjadi Provinsi ke 22 yang sudah Ia datangi. “Ini Provinsi ke 22 sebelumnya saya sudah keliling Jawa, Sulawesi, Papua, Jayapura, Bali, Maluku, dan lainnya. Kalau dijumlahkan, sudah 3.450 kilometer saya berjalan kaki, ” sambungnya.
Selama ini, sebagian besar masyarakat menganggap para ODHA berpenyakitan, tidak bisa kemana-mana dan tidak bisa melakukan aktivitas normal seperti orang lainnya. Namun dirinya sudah membuktikan.
Selama perjalanan keliling Indonesia, kata Wijianto, banyak berkesan. Semua daerah rata-rata menerima kehadirannya, meski perlakuannya berbeda-beda. Setiap kali sampai di satu daerah, ia langsung menemui komunitas ODHA, baru setelahnya ke KPA atau pemangku kepentingan di daerah tersebut. Ia kemudian melakukan sosialisasi ke sekolah, kampus, persatuan kelompok masyarakat.
“Misi saya ada dua, pertama untuk memberi dukungan kepada ODHA untuk semangat agar bisa survive, bangkit dari keterpurukannya dan kedua mensosialisasikan soal HIV/AIDS agar tidak ada lagi perlakuan diskriminatif kepada ODHA sekaligus cara menekan menularnya HIV AIDS, jadi ini targetnya,” katanya.
Ia mengaku, di setiap daerah selalu saja ada yang membantunya. Bahkan tak jarang ada ODHA, mahasiswa dan lainnya menemaninya berjalan dari daerah ke daerah. Ia juga sering menerima bantuan seperti diberi air minum oleh pengguna jalan, atau makan gratis di warung nasi.