31.7 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Pedagang Terancam Bangkrut, Barang Curah Dilarang Masuk Kapal

Puluhan pedagang barang curah mengeluh karena tak lagi diperbolehkan mengirim lewat kapal penyeberangan. [RIDWAN BUTARBUTAR/NEW TAPANULI]
SIBOLGA, SUMUTPOS.CO – Puluhan pedagang sayur dan bumbu dapur yang selama ini mengirimkan barangnya ke Gunungsitoli dari Pelabuhan Sibolga, mengeluh. Itu karena tak lagi diperbolehkan mengirim (barang curahnya) melalui kapal penyeberangan.

Para pedagang khawatir, usaha yang telah ditekuni selama ini terancam gulung tikar. Padahal, secara ekonomi, mereka (pedagang) hanya mengandalkan usaha pengiriman barang curah sayuran dan bahan dapur tersebut untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

“Kami pedagang pengirim barang curah dan juga buruh kapal terancam bangkrut, karena barang kami tidak bisa dimasukkan ke kapal,” ungkap Lamria Sinaga, diamini puluhan pedagang lainnya, Rabu (26/6) lalu.

Para pedagang pun minta tolong agar diberi kebijakan diperbolehkan mengirim barang curah, yakni sayuran yang umumnya cepat membusuk seperti tomat, cabai dan lainnya melalui kapal penyeberangan seperti semula. Mereka kemudian meminta perhatian KSOP Sibolga dan pemerintah. Selama ini mereka (pedagang) diberi kebijakan sehingga usaha mereka berjalan dengan lancar.

“Kami minta kepada Walikota Sibolga, KSOP dan pihak yang terkait, tolonglah kami dan bantulah kami, karena rakyat Gunungsitoli juga membutuhkan barang dagangan yang kami kirim dari sini. Tolonglah kami, karena kami cuma pedagang kecil dan hanya mencari sesuap nasi, inilah kami semua pedagang dan buruh,” tutur Lamria.

Dia menjelaskan, selama ini mereka tidak pernah membuat keributan, semua aturan dipatuhi demi kelancaran usaha dan kelanjutan hidup anak-anaknya.

“Kami ini pedagang kecil, bukan pedagang besar. Kami hanya mencari sesuap nasi. Barang curah yang dikirim pun hanya berkisar 20 kg-50 kg,” katanya.

Dia menambahkan, sejak larangan diberlakukan, mereka tidak pernah melawan. Mereka hanya bisa pasrah seraya berharap perhatian dan pertolongan agar diberi kesempatan lagi.

“Kami hanya minta tolong dan memohon, supaya kami diberi kesempatan agar usaha kami bisa berjalan. Anak kami masih kecil dan butuh biaya sekolah,” imbuhnya.

Pedagang lain, Agus Tanjung alias Joko menambahkan, mereka sudah pernah menyewa armada pengangkutan untuk membawa barang-barang pedagang. Tetapi muatan barang yang dikumpulkan tidaklah cukup, akhirnya mereka pun merugi.

“Kami sudah mencobanya lebih dari 6 kali dan hasilnya merugi. Barang yang kami bawa dengan truk colt diesel yang kami sewa menjadi layu, bahkan membusuk. Belum lagi biaya sewa mobil dan ongkos kapal hingga mencapai Rp4 jutaan, maka kerugian kami pun tambah dalam,” ungkap Agus Tanjung.

Mandor buruh bagasi TKBM Pelabuhan Sibolga Rahmat Dawolo mengatakan, larangan pengiriman barang curah tersebut diberlakukan sejak, 11 Juni 2019 lalu. “Kami juga sudah mengadukan nasibnya ke DPRD Sibolga, tapi belum ada kepastian,” katanya. (rb/nt/sp)

Puluhan pedagang barang curah mengeluh karena tak lagi diperbolehkan mengirim lewat kapal penyeberangan. [RIDWAN BUTARBUTAR/NEW TAPANULI]
SIBOLGA, SUMUTPOS.CO – Puluhan pedagang sayur dan bumbu dapur yang selama ini mengirimkan barangnya ke Gunungsitoli dari Pelabuhan Sibolga, mengeluh. Itu karena tak lagi diperbolehkan mengirim (barang curahnya) melalui kapal penyeberangan.

Para pedagang khawatir, usaha yang telah ditekuni selama ini terancam gulung tikar. Padahal, secara ekonomi, mereka (pedagang) hanya mengandalkan usaha pengiriman barang curah sayuran dan bahan dapur tersebut untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.

“Kami pedagang pengirim barang curah dan juga buruh kapal terancam bangkrut, karena barang kami tidak bisa dimasukkan ke kapal,” ungkap Lamria Sinaga, diamini puluhan pedagang lainnya, Rabu (26/6) lalu.

Para pedagang pun minta tolong agar diberi kebijakan diperbolehkan mengirim barang curah, yakni sayuran yang umumnya cepat membusuk seperti tomat, cabai dan lainnya melalui kapal penyeberangan seperti semula. Mereka kemudian meminta perhatian KSOP Sibolga dan pemerintah. Selama ini mereka (pedagang) diberi kebijakan sehingga usaha mereka berjalan dengan lancar.

“Kami minta kepada Walikota Sibolga, KSOP dan pihak yang terkait, tolonglah kami dan bantulah kami, karena rakyat Gunungsitoli juga membutuhkan barang dagangan yang kami kirim dari sini. Tolonglah kami, karena kami cuma pedagang kecil dan hanya mencari sesuap nasi, inilah kami semua pedagang dan buruh,” tutur Lamria.

Dia menjelaskan, selama ini mereka tidak pernah membuat keributan, semua aturan dipatuhi demi kelancaran usaha dan kelanjutan hidup anak-anaknya.

“Kami ini pedagang kecil, bukan pedagang besar. Kami hanya mencari sesuap nasi. Barang curah yang dikirim pun hanya berkisar 20 kg-50 kg,” katanya.

Dia menambahkan, sejak larangan diberlakukan, mereka tidak pernah melawan. Mereka hanya bisa pasrah seraya berharap perhatian dan pertolongan agar diberi kesempatan lagi.

“Kami hanya minta tolong dan memohon, supaya kami diberi kesempatan agar usaha kami bisa berjalan. Anak kami masih kecil dan butuh biaya sekolah,” imbuhnya.

Pedagang lain, Agus Tanjung alias Joko menambahkan, mereka sudah pernah menyewa armada pengangkutan untuk membawa barang-barang pedagang. Tetapi muatan barang yang dikumpulkan tidaklah cukup, akhirnya mereka pun merugi.

“Kami sudah mencobanya lebih dari 6 kali dan hasilnya merugi. Barang yang kami bawa dengan truk colt diesel yang kami sewa menjadi layu, bahkan membusuk. Belum lagi biaya sewa mobil dan ongkos kapal hingga mencapai Rp4 jutaan, maka kerugian kami pun tambah dalam,” ungkap Agus Tanjung.

Mandor buruh bagasi TKBM Pelabuhan Sibolga Rahmat Dawolo mengatakan, larangan pengiriman barang curah tersebut diberlakukan sejak, 11 Juni 2019 lalu. “Kami juga sudah mengadukan nasibnya ke DPRD Sibolga, tapi belum ada kepastian,” katanya. (rb/nt/sp)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/