MEDAN, SUMUTPOS.CO – Tim Pusat Jantung Terpadu (PJT) RSUP Haji Adam Malik berhasil melakukan inovasi terbaru dalam menangani kasus penyakit langka terhadap bayi berusia 20 hari. Bayi perempuan asal Kecamatan Medan Amplas ini, mengalami kelainan irama atau denyut jantung, sehingga dipasang alat pacu jantung permanen atau pacemaker.
Kini, bayi yang merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara ini kondisinya sudah normal seperti bayi pada umumnya. Namun, bayi yang diberi nama Sabilla ini masih butuh perawatan.
Kepala PJT RSUP H Adam Malik, dr Nizam Zikri Akbar SpJP (K) menjelaskan, awalnya bayi perempuan ini ditanganin
pihaknya ketika berusia 3 hari dengan berat badan 2.400 gram atau 2,4 kg dan panjang 46 cm. Setelah dilakukan penanganan oleh tim medis, bayi tersebut didiagnosa mengalami Total AV Blok. Padahal, biasanya penyakit itu terjadi pada pasien dengan usia sangat tua atau dengan riwayat serangan jantung sebelumnya.
“Total AV Blok adalah kelainan irama jantung yang tidak normal, dimana hal ini menyebabkan denyut jantung sangat lambat dan lemah karena gangguan aliran listrik jantung,” ungkap dr Nizam didampingi Prof dr Guslihan Dasa Tjipta SpAK, dr Maulidya Ayudhika SpBTKV dan dr Anggia C Lubis SpJP(K), Rabu (27/11).
Dijelaskan Nizam, pada bayi ini timbul kelainan irama jantung akibat bawaan lahir yang dipengaruhi oleh kondisi penyakit ibu dan obat-obatan yang diminum selama masa kehamilan, dengan angka kejadian 1 banding 20.000 kelahiran bayi.
“Risiko yang disebabkan karena gangguan aliran konduksi jantung tersebut menyebabkan denyut jantung sangat lambat, sehingga tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan oksigen bayi. Hal ini ditakutkan akan semakin mengganggu tumbuh kembang bayi, menyebabkan risiko infeksi menjadi lebih tinggi dan mengganggu aliran darah dalam tubuh sehingga tidak stabil,” terangnya.
Bahkan, lanjut Nizam, hal yang paling berbahaya pada kondisi bayi ini adalah dapat terjadi henti jantung tiba-tiba. “Tim perawatan pasien terdiri dari bagian anak, jantung dan bedah jantung, kemudian memutuskan untuk melakukan pemasangan permanent pacemaker (PPM) atau alat pacu jantung permanen. Oleh karena itu, dilakukan operasi pemasangan alat pacu jantung permanen tersebut,” tambahnya.
Dalam operasi dengan memakan waktu sekitar 1,5 jam, sebut Nizam, dilakukan pembedahan di bagian dada dan selaput pembungkus jantung. Selanjutnya, elektroda alat pacu jantung dipasang di epikardial. Sedangkan generator atau baterai pacu jantung ditanam di rongga perut. “Alat pacu jantung bekerja dengan baik, sehingga irama jantung bayi kembali normal. Tindakan pemasangan alat pacu jantung pada bayi ini adalah yang pertama kali dilakukan di Sumut khususnya di RSUP Haji Adam Malik,” ujar Nizam.
Diutarakan dia, ada berbagai tantangan dalam prosedur pemasangan alat pacu jantung pada bayi, terutama karena usianya yang belum mencapai 1 bulan. Sebab, dengan berat badan bayi yang sangat kecil dan kompleksitas organ jantung bayi, tentu hal ini menjadi tantangan bagi tim dokter. “Namun, tantangan itu dapat diatasi dengan baik berkat kerjasama tim dokter ahli bedah jantung, tim ahli pacu jantung, dan tim anestesi bedah jantung sehingga prosedur dapat berjalan dengan lancar,” ucapnya.
Ia menambahkan, saat ini berat badan bayi sudah naik menjadi 2.750 gram. Tim dokter masih terus melakukan pengawasan terhadap bekas luka operasi. “Apabila sudah benar-benar kering maka diperbolehkan pulang,” tukasnya.
Prof dr Guslihan Dada Tjipta SpAK mengatakan, sudah sekitar 30 tahun lebih berkarir dalam dunia kedokteran, kelainan irama jantung yang dialami bayi tersebut adalah pertama kali ditanganinya dan kasusnya cukup kompleks. “Dulu mungkin ada tapi tidak sempat didiagnostik dan ditangani.
Namun, kali ini kita menangani kasus kelainan jantung Total AV Blok dialami seorang bayi perempuan yang baru beberapa hari lahir. Bayi ini dilahirkan dari seorang ibu yang menderita penyakit lupus, dan ini merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit tersebut,” katanya.
Ia menyebutkan, tim medis menangani bayi ini ketika masih berumur 3 hari. Kemudian, dilakukan konsultasi dengan pihak tertentu dan akhirnya diambil keputusan untuk pemasangan pacemaker. “Perawatan lanjutan setelah pemasangan pacemaker, kini kondisinya alhamdulillah sehat dan akan segera dipulangkan (berobat jalan),” ujarnya.
Sementara itu, dr Anggia C Lubis SpJP (K) menyebutkan, tindakan pemasangan alat pacu jantung pada bayi belum pernah dilakukan di RSUP H Adam Malik maupun se-Sumut dan bahkan se-Sumatera. “Keberhasilan atas tindakan ini menunjukkan sebuah kerja sama tim yang luar biasa, karena banyak ahli yang terlibat dari berbagai sub spesialis anak, jantung, bedah jantung dan anastesi,” sebut dokter ahli pacu jantung ini.
Anggia mengaku, dalam menangani pasien, beberapa peralatan khusus yang sebelumnya belum ada di rumah sakit ini dipesan. Artinya, benar-benar peralatan yang digunakan khusus.
“Selama penanganan ditemukan kendala-kendala kecil yang sebetulnya cukup sulit. Akan tetapi, beruntung karena memiliki tim kerja yang solid dan mumpuni sehingga kendala yang dihadapi dapat diatasi,” ucapnya sembari mengatakan, secara teori hampir tidak ada atau kemungkinannya kecil sekali untuk kembali normal irama jantungnya.
Ahli bedah jantung, dr Maulidya Ayudhika SpBTKV mengatakan, alat pacu jantung dan baterai yang ditanam di dalam perut sejauh ini bekerja dengan baik, sehingga irama jantung bayi kembali normal. Dipastikan, alat tersebut tidak mengganggu aktivitas bayi karena ditanam tepat pada posisinya.
“Alatnya sudah dipasang dengan sedemikian perhitungan yang baik, sehingga ketika bayi beraktivitas dan tumbuh tidak terjadi masalah. Hanya saja, yang dikhawatirkan apabila keluarga memberikan alat-alat elektronik seperti ponsel ketika tumbuh nantinya hingga remaja. Alat elektronik akan mempercepat daya tahan dari baterai,” jabarnya.
Disinggung berapa lama daya tahan baterai pemicu alat pacu jantung tersebut, Ayu mengatakan, daya tahannya diperkirakan 10 tahun. Namun, jika ada alat-alat elektronik didekatkan ke anak ini, maka memprcepat pengurasan daya baterainya. “Bayi ini mengalami kelainan jantung bawaan, karenanya hampir tidak ada kasus denyut jantung kembali normal tanpa alat pacu jantung. Oleh karena itu, alat tersebut tetap tertanam di tubuh anak itu seumur hidup,” imbuhnya. (ris)