SUMUTPOS.CO- Beredarnya foto copy surat sekretariat daerah provinsi (sekdaprov) Sumut nomor 005/5357/2015 tertanggal 18 Juni 2015 perihal Undangan Rapat Evaluasi Realisasi Penerimaan Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara TA.2015 yang ditujukan kepada Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara Cq. Ketua Komisi C semakin membuat rapat yang diselenggarakan pada sabtu, 11 Juli, Pukul 21.00 WIB s/d Selesai di Lantai 8 Kantor Gubernur Sumatera Utara, Medan bersamaan dengan dilakukannya penggeledahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), semakin aneh.
Dari penjelasan Ketua dan Koordinator Komisi C DPRD Sumut yaitu Muchrid Nasution dan Parlinsyah Harahap kepada publik di media massa, membuat kalangan dewan merespon bahwa kejanggalan prosedur telah menimbulkan tanda tanya besar. Sehingga rapat tersebut tetap dinilai sebagai ‘rapat gelap’.
Anggota Komisi A DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan mengatakan jika penjelasan yang berbeda antara Ketua Komisi C dengan Wakil Ketua Dewan selaku Koordinator Komisi C dimana kehadiran pimpinan dewan pada rapat di gedung Pemprov Sumut itu berdasarkan pesan singkat melalui selular dari staf Komisi. Sehingga sumber dan keberadaan surat tersebut menjadi kabur. “Beredarnya surat Sekda tersebut belakangan ini diduga sebagai upaya Komisi C buang badan dan lepas dari jeratan pelanggaran tata tertib DPRD Sumut yang menyelenggarakan ‘rapat gelap’ di luar gedung dewan tanpa melalui badan musyawarah (banmus), dan juga tanpa melalui penugasan dari Pimpinan DPRD Sumut,” ujarnya, Senin (27/7).
Menurutnya, kehadiran Wakil Ketua DPRD Sumut Parlinsyah Harahap dalam rapat tersebut tidak dapat dimaknai sebagai penugasan pimpinan dewan. Termasuk kejanggalan dalam foto copy surat Sekdaprov yang beredar beberapa waktu lalu. Dimana nomor dan tanggal surat ditulis dengan tulisan tangan, berbeda dengan bagian lain isi surat. Kemudian huruf tebal (bold) terhadap nama tujuan surat yakni ‘Kepada Yth. Ketua DPRD Provinsi Sumatera Utara Cq. Ketua Komisi C’, tidak lazim berbeda dengan bagian lain isi surat.
“Tanggal pembuatan surat, 18 Juni 2015 dan Tanggal pertemuan 11 Juli 2015 tidak lazim, sebab pada kurun waktu 18 Juni 2015 sampai 11 Juli 2015, DPRD Sumut masih konsentrasi pada evaluasi realisasi APBD TA 2014 dan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA.2014. sehingga surat tersebut sangat tidak logis dibuat pada tanggal tersebut,” sebutnya.
Dirinya juga mempertanyakan soal sampainya surat tersebut ke DPRD Sumut. Pada legalisir bukti pengiriman, tertanggal 9 Juli 2015. Sehingga diduga kuat sebagai siasat agar agenda tersebut tidak melalui rapat badan musyawahar (banmus) pada 29 Juni 2015.
Sutrisno juga menyebutkan jika tidak ada kewenangan yang melekat pada perseorangan atau sekelompok orang mewakili lembaga DPRD Sumut untuk hadir mewakili lembaga untuk rapat dengan instansi lain di luar gedung tanpa penugasan resmi dari pimpinan. Tindakan tersebut hanya mewakili kepentingan pribadi atau kelompok orang, tidak mewakili lembaga maupun alat kelengkapan didalamnya.
“Polemik ini semakin menegaskan bahwa kepemimpinan DPRD Sumut mengkhawatirkan. Ini semakin menegaskan berbagai dugaan adanya ‘main mata’ dari oknum-oknum yang memanfaatkan situasi,” terangnya.
Foto copy surat Sekdaprov Sumut yang kemudian muncul saat ‘rapat gelap’ disikapi oleh kalangan anggota dewan. Namun menurutnya hal ini merupakan respon sebagai bentuk keinginan menaati tata tertib dewan yang menjadi landasan dan payung hukum dewan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab konstitusionalnya.
“Saya tidak membenci dan memihak dalam hal ini. Harapan saya, DPRD SU dapat mengambil hikmah dari polemik ini, sehingga esok, lusa dan masa yang akan datang,” pungkasnya. (bal/ram)