MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dinas Pendidikan Kota Medan segera melakukan pemanggilan kepada Direktur Prerguruan Kristen Immanuel Medan (PKIM) Harry Jonggi Pasaribu terkait pemecatan yang dilakukan terhadap belasan guru di sekolah tersebut.
“Pemanggilan dilakukan untuk mendengarkan alasan direktur melakukan pemecatan. Apalagi dari informasi, guru yang dipecat itu berusia di bawah 60 tahun,” kata Sekretaris Disdik Kota Medan Ramlan Tarigan kepada wartawan, Selasa (28/7).
Sesuai peraturan, guru masih diperkenankan untuk mengajar kalau masih aktif dan sehat. Apalagi, menurutnya, harusnya pihak sekolah memerhatikan guru-guru tersebut. “Harusnya hati nurani dari yayasan bisa memberikan perhatian kepada guru yang sudah mengajar cukup lama,” ucapnya.
Dia meyakini banyak siswa yang sedih atau tidak suka atas keputusan tersebut. Harusnya, pihak sekolah juga harus mempertimbangkan psikologis peserta didik yang kehilangan guru yang selama ini memberikan pendidikan dan pengajaran kepada mereka.
Aksi unjuk rasa sejumlah guru dan siswa PKIM kembali terjadi, Selasa (28/7). Mereka masih memerotes kebijakan sepihak Direktur Sekolah Immanuel Medan Harry Jonggi Pasaribu, yang memecat sejumlah guru di sekolah tersebut. Demo di hari itu diwarnai isak tangis yang membuat sebagian siswa sampai tak sadarkan diri alias pingsan.
Mutiara Pasaribu, salah seorang guru yang dipecat mengaku, sebelumnya yayasan telah memecat lima guru secara sepihak. Menurutnya kepala sekolah tidak bijak menyikapi persoalan ini, sehingga membuat resah kalangan guru di sekolah tersebut. “Jadi total keseluruhan yang mereka pecat ada sepuluh guru. Kita amat kesal karena kepala sekolah tidak membela atas insiden ini,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur PKIM Harry Jonggi Pasaribu membantah dirinya berbuat semena-mena dalam mengambil kebijakan, terutama soal pemecatan sejumlah guru. Dirinya mengaku hanya ingin bersikap tegas terhadap segala bentuk perilaku guru yang menurutnya menyimpang.
“Saya hanya bermaksud menerapkan ketegasan di sekolah. Padahal saya membuat absen dengan finger print, lalu membuat CCTV di setiap ruangan. Tapi mereka gak mau terima,” ujarnya.
Pemecatan yang dilakukannya kepada para guru, karena selama ini kerap melakukan tindakan curang, seperti mengakali jam mengajar untuk mendapatkan tunjangan sertifikasi, menggunakan uang siswa hingga merokok di depan murid.
Menyikapi hal itu, pengamat pendidikan Kota Medan, Mutshuhito Solin mengatakan, direktur sekolah tersebut tidak pada kapasitasnya untuk memecat guru. Menurutnya, pemecatan yang dilakukan manajemen sekolah harus objektif. Begitupun, dari aspek lain, Solin memandang ada pertimbangan khusus kenapa manajemen mengambil kebijakan dimaksud.
Menurut mantan Ketua Dewan Pendidikan Kota Medan ini persoalan ini dapat dikomunikasikan secara baik-baik. Apalagi pemerintah dewasa ini sudah cukup memperbaiki kualitas guru melalui sistem sertifikasi dan uji kompetensi guru (UKG). “Jika direktur atau kepala sekolah melakukan tindakan itu, saya harap ada dasar objektivitas. Bukan karena ada unsur suka tidak suka,” pungkasnya. (prn/ram)