JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Direktur Eksekutif the Wahid Institute Yenny Wahid mengatakan hasil penelitian lembaganya menunjukkan kampanye radikalisme dan intoleransi berlangsung masif di Indonesia.
Sekitar 0,4% dari 207 juta ummat Muslim Indonesia bahkan pernah melakukan tindakan radikal atas nama agama, misalnya menyerang rumah ibadah orang lain dan memberi sumbangan pada organisasi-organisasi radikal. Gerakan radikal dan intoleransi tidak saja dilakukan kelompok massa dan mempengaruhi orang dewasa, tetapi juga sekolah-sekolah dan remaja.
Hasil survei nasional dilakukan the Wahid Institute atas pelajar berusia 15-17 tahun yang tergabung dalam kegiatan Kerohanian Islam (Rohis) menunjukkan hal mengerikan, yaitu mereka bersedia melakukan tindakan radikal jika memang ada kesempatan.
“60,9 persen bersedia berangkat bila saat ini diajak berjihad ke Palestina, Suriah, dan Poso. 68,33 persen bersedia berangkat bila telah lulus diajak berjihad ke Palestina, Suriah, dan Poso. 30 persen berpendapat Bom Thamrin merupakan perbuatan jihad,” ungkap Yenny.
Dari hasil survei nasional itu, Yenny menambahkan, anak muda laki-laki berpotensi menjadi radikal, sedangkan yang perempuan berpeluang lebih besar menjadi intoleran.
Survei itu juga menunjukkan hasil yang mencemaskan ketika terbukti bahwa tokoh masyarakat dan bahkan aparat negara ikut berperan dalam praktek intoleransi. Peran mereka semakin besar ketika memiliki jabatan struktural, apalagi jika berwenang mengeluarkan kebijakan.
JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Direktur Eksekutif the Wahid Institute Yenny Wahid mengatakan hasil penelitian lembaganya menunjukkan kampanye radikalisme dan intoleransi berlangsung masif di Indonesia.
Sekitar 0,4% dari 207 juta ummat Muslim Indonesia bahkan pernah melakukan tindakan radikal atas nama agama, misalnya menyerang rumah ibadah orang lain dan memberi sumbangan pada organisasi-organisasi radikal. Gerakan radikal dan intoleransi tidak saja dilakukan kelompok massa dan mempengaruhi orang dewasa, tetapi juga sekolah-sekolah dan remaja.
Hasil survei nasional dilakukan the Wahid Institute atas pelajar berusia 15-17 tahun yang tergabung dalam kegiatan Kerohanian Islam (Rohis) menunjukkan hal mengerikan, yaitu mereka bersedia melakukan tindakan radikal jika memang ada kesempatan.
“60,9 persen bersedia berangkat bila saat ini diajak berjihad ke Palestina, Suriah, dan Poso. 68,33 persen bersedia berangkat bila telah lulus diajak berjihad ke Palestina, Suriah, dan Poso. 30 persen berpendapat Bom Thamrin merupakan perbuatan jihad,” ungkap Yenny.
Dari hasil survei nasional itu, Yenny menambahkan, anak muda laki-laki berpotensi menjadi radikal, sedangkan yang perempuan berpeluang lebih besar menjadi intoleran.
Survei itu juga menunjukkan hasil yang mencemaskan ketika terbukti bahwa tokoh masyarakat dan bahkan aparat negara ikut berperan dalam praktek intoleransi. Peran mereka semakin besar ketika memiliki jabatan struktural, apalagi jika berwenang mengeluarkan kebijakan.