MEDAN DELI, SUMUTPOS.CO – Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil telah menetapkan ganti rugi lahan pembangunan jalan tol Medan-Binjai Seksi 1 di Tanjungmulia, yakni 70 persen untuk masyarakat dan 30 persen untuk pemilik SHM. Namun, masyarakat yang lahannya terkena dampak pembangunan jalan tol tersebut menilai, ketetapan itu tidak memberikan hak penuh bagi masyarakat yang sudah menetap di lahan selama puluhan tahun.
Demikianlah dikatakan salah satu utusan tim perwakilan masyarakat, Sahut Simaremare kepada Sumut Pos, Selasa (27/11). Dikatakannya, mereka menghargai keputusan yang telah ditetapkan Menteri ATR/Badan Pertanahan Nasional untuk hak ganti rugi masyarakat sebesar 70 persen. Menurut Saut, mereka akan membahas keputusan menteri itu dalam musyawarah bersama seluruh masyarakat.
“Demi melancarkan kemajuan pembangunan, ini kita terima dan akan segera kita musyawarahkan, agar masyarakat yang mendapat ganti rugi sesuai dengan keputusan ini,” kata Sahut.
Hanya saja, bagi mereka 70 persen yang telah ditetapkan sangat tidak layak, karena mereka adalah masyarakat yang punya hak penuh di lahan itu setelah 4 generasi keturunan mendiami lahan itu tidak ada selama ini yang mengaku tanah di lahan itu. Jadi, seharusnya yang punya hak penuh adalah masyarakat, karena selama ini masyarakat tidak pernah mengakui lahan mereka ada pihak lain yang mengaku sebagai pemilik SHM atau surat grant sultan.
“Kami belum puas, harusnya kami menerima 100 persen karena sudah ratusan tahun kami di tanah ini, sejak dari dulu belum ada yang mengaku tanah di lahan kami, ini timbul setelah ada pembebasan, harusnya pemerintah lebih teliti dan jeli menyikapi adanya pihak lain yang mencari kesempatan dari pembebasan lahan ini,” kata Sahut.
Diungkapkan pria berusia 61 tahun ini, untuk mendukung proses pembangunan, mereka mengatasnamakan sebanyak 471 KK yang bakal diganti rugi akan menerima keputusan tersebut. Hanya saja, ada beberapa poin lain yang masih dibahas agar diberikan secara penuh kepada masyarakat?, misalnya, hak ganti uang tunggu, bongkar bangunan dan uang tanaman.
“Untuk ganti rugi selain tanah, kami belum ada kesepakatan, kami berharap kepada pemerintah harus memberikan hak ganti rugi banguna, tanaman dan uang tunggu sesuai kantor jasa penilai publik (KJPP), jadi pergantiannya secara terbuka diterima masyarakat nanti,” ungkap Sahut. (fac/adz)