34.5 C
Medan
Friday, May 3, 2024

9.362 Warga Sumut Terjangkit HIV/AIDS, Medan 5.272 Penderita

HARI HIV/AIDS SEDUNIA: Sejumlah relawan dari Yayasan Caritas PSE melakukan kampanye dalam memperingati Hari HIV/Aids internasional di Lapangan Pertiwi, Medan, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Jumlah kasus atau penderita HIV/AIDS di Sumatera Utara (Sumut) terus mengalami peningkatan. Tercatat, hingga Agustus 2019, sebanyak 9.362 orang terjangkit virus HIV/AIDS atau Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).

Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Sumut (KPA) Sumut Rachmatsyah melalui Kepala Sekretariat Achmad Ramadhan menyebutkan, berdasarkan data kumulatif dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumut jumlah 9.362 ODHA meliputi 4.182 HIV dan 5.180 AIDS. Dari jumlah tersebut, Kota Medan paling tertinggi jumlahnya 5.272 ODHA dengan rincian 2.249 HIV dan 3.023 AIDS. Selanjutnya, diikuti Deli Serdang, Karo, Pematang Siantar dan Tobasa.

“Berdasarkan jenis kelami, jumlah penderita paling banyak adalah laki-laki 7.187 ODHA (3.144 HIV/4.043 AIDS). Selebihnya perempuan 2.175 ODHA (1.038 HIV/1.137 AIDS),” ungkap Ramadhan, Kamis (28/11).

Dipaparkan Ramadhan, untuk golongan umur paling banyak didominasi 30-39 tahun dengan jumlah 3.842 ODHA (1.761 HIV/2.081 AIDS). Kemudian, umur 19-29 tahun 3.636 ODHA (1.471 HIV/2.165 AIDS) dan 40-49 tahun 1.242 ODHA (630 HIV/612 AIDS).

Sedangkan faktor risiko hubungan seks menunjukkan angka yang terbanyak dengan jumlah heteroseksual 7.376 ODHA (3.187 HIV/4.189 AIDS), pemakaian narkoba suntik atau intra drug user 1.118 (505 HIV/683 AIDS). Selanjutnya, transfusi darah: 84 (38 HIV/46 AIDS), anak yang terinfeksi dari ibu atau perinatal 122 (81 HIV/41 AIDS), ibu rumah tangga (IRT) 87 (71 HIV/15 AIDS), biseksual 55 (13 HIV/42 AIDS) serta hetero & IDUs: 141 (92 HIV/49 AIDS).

Dia mengatakan, berdasarkan data sejak April hingga Juni 2019 dari Sistem Informasi HIV/AIDS (SIHA) dan IMS Kementerian Kesehatan RI menunjukkan, Sumut berada pada posisi ke-6 setelah Jatim, DKI Jakarta, Jabar, Jateng dan Papua. Dari SIHA tersebut juga, jumlah kasus yang ditemukan dan dilaporkan masih jauh dari jumlah kasus HIV yang diperkirakan.

“Sebagai gambaran, estimasi ODHA di tahun 2016 adalah sebanyak 640.443 ODHA. Sedangkan yang dilaporkan hingga Juni 2019 sebanyak 349.882 ODHA. Masih tingginya angka putus obat antiretroviral/ARV (23 persen) dan terbatasnya fasilitas layanan kesehatan yang mampu melakukan layanan perawatan dukungan dan pengobatan ARV menjadi bagian permasalahan lainnya. Di samping itu, menurut UNAIDS (Badan AIDS Dunia), Indonesia juga menjadi salah satu negara yang perkembangan kasus HlV-nya tercepat di Asia,” beber Ramadhan.

Meski demikian, lanjutnya, tekad untuk mengakhiri permasalahan HIV/AIDS pada tahun 2030 dengan ungkapan END AIDS by 2030 secara internasional semakin intensif disuarakan. Tekad ini didukung dengan data angka infeksi HIV yang baru turun hingga 35 persen dan orang yang meninggal karena AIDS juga turun hingga 42 persen.

Dalam hal ini, Indonesia melalui The Indonesia AIDS Conference 2019 yang diadakan di Bandung dari tanggal 29 November hingga 1 Desember 2019 juga memiliki tekad yang sama untuk mewujudkannya.

Agenda Konferensi ini mencakup hal-hal yang strategis seperti penandatanganan komitmen bersama seluruh kepala daerah se-lndonesia, berbagi informasi tentang epidemic HIV antara pusat dan daerah, penguatan kelembagaan KPA pasca Perpres 124 Tahun 2016. “Kondisi saat ini bagi Indonesia menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan langkah-Iangkah strategis karena angka prevalensi HIV belum dapat diturunkan, khususnya dari faktor risiko hubungan seks,” bilangnya.

Sementara, Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinkes Sumut, dr NG Hikmet mengatakan, untuk menekan prevalensi HIV/AIDS dibutuhkan peran serta masyarakat. Tanpa itu, maka tidak akan terwujud untuk mengakhiri permasalahan HIV/AIDS pada 2030.

“Masyarakat bukan sekedar mengetahui tetapi harus memahami bahaya dan penanggulangan HIV/AIDS. “Tingkat penularan HIV/AIDS pada usia remaja sangat tinggi, sementara tingkat pengetahuan masih rendah. Oleh karenanya, untuk menekan itu maka dilakukan intervensi melalui pengetahuan,” ujarnya.

Kata Hikmet, hingga Januari-Oktober 2019 tercatat 101.940 orang di Sumut diperiksa dan dilakukan tes HIV/AIDS. Dari jumlah itu, 2.087 orang positif. Namun begitu, jumlah orang yang tes HIV/AIDS masih sangat jauh. “Jumlah penduduk di Sumut mencapai sekitar 14,4 juta pada tahun 2018, sedangkan yang menjalani tes HIV/AIDS 101.940 orang,” pngkasnya. (ris)

HARI HIV/AIDS SEDUNIA: Sejumlah relawan dari Yayasan Caritas PSE melakukan kampanye dalam memperingati Hari HIV/Aids internasional di Lapangan Pertiwi, Medan, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Jumlah kasus atau penderita HIV/AIDS di Sumatera Utara (Sumut) terus mengalami peningkatan. Tercatat, hingga Agustus 2019, sebanyak 9.362 orang terjangkit virus HIV/AIDS atau Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).

Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Sumut (KPA) Sumut Rachmatsyah melalui Kepala Sekretariat Achmad Ramadhan menyebutkan, berdasarkan data kumulatif dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumut jumlah 9.362 ODHA meliputi 4.182 HIV dan 5.180 AIDS. Dari jumlah tersebut, Kota Medan paling tertinggi jumlahnya 5.272 ODHA dengan rincian 2.249 HIV dan 3.023 AIDS. Selanjutnya, diikuti Deli Serdang, Karo, Pematang Siantar dan Tobasa.

“Berdasarkan jenis kelami, jumlah penderita paling banyak adalah laki-laki 7.187 ODHA (3.144 HIV/4.043 AIDS). Selebihnya perempuan 2.175 ODHA (1.038 HIV/1.137 AIDS),” ungkap Ramadhan, Kamis (28/11).

Dipaparkan Ramadhan, untuk golongan umur paling banyak didominasi 30-39 tahun dengan jumlah 3.842 ODHA (1.761 HIV/2.081 AIDS). Kemudian, umur 19-29 tahun 3.636 ODHA (1.471 HIV/2.165 AIDS) dan 40-49 tahun 1.242 ODHA (630 HIV/612 AIDS).

Sedangkan faktor risiko hubungan seks menunjukkan angka yang terbanyak dengan jumlah heteroseksual 7.376 ODHA (3.187 HIV/4.189 AIDS), pemakaian narkoba suntik atau intra drug user 1.118 (505 HIV/683 AIDS). Selanjutnya, transfusi darah: 84 (38 HIV/46 AIDS), anak yang terinfeksi dari ibu atau perinatal 122 (81 HIV/41 AIDS), ibu rumah tangga (IRT) 87 (71 HIV/15 AIDS), biseksual 55 (13 HIV/42 AIDS) serta hetero & IDUs: 141 (92 HIV/49 AIDS).

Dia mengatakan, berdasarkan data sejak April hingga Juni 2019 dari Sistem Informasi HIV/AIDS (SIHA) dan IMS Kementerian Kesehatan RI menunjukkan, Sumut berada pada posisi ke-6 setelah Jatim, DKI Jakarta, Jabar, Jateng dan Papua. Dari SIHA tersebut juga, jumlah kasus yang ditemukan dan dilaporkan masih jauh dari jumlah kasus HIV yang diperkirakan.

“Sebagai gambaran, estimasi ODHA di tahun 2016 adalah sebanyak 640.443 ODHA. Sedangkan yang dilaporkan hingga Juni 2019 sebanyak 349.882 ODHA. Masih tingginya angka putus obat antiretroviral/ARV (23 persen) dan terbatasnya fasilitas layanan kesehatan yang mampu melakukan layanan perawatan dukungan dan pengobatan ARV menjadi bagian permasalahan lainnya. Di samping itu, menurut UNAIDS (Badan AIDS Dunia), Indonesia juga menjadi salah satu negara yang perkembangan kasus HlV-nya tercepat di Asia,” beber Ramadhan.

Meski demikian, lanjutnya, tekad untuk mengakhiri permasalahan HIV/AIDS pada tahun 2030 dengan ungkapan END AIDS by 2030 secara internasional semakin intensif disuarakan. Tekad ini didukung dengan data angka infeksi HIV yang baru turun hingga 35 persen dan orang yang meninggal karena AIDS juga turun hingga 42 persen.

Dalam hal ini, Indonesia melalui The Indonesia AIDS Conference 2019 yang diadakan di Bandung dari tanggal 29 November hingga 1 Desember 2019 juga memiliki tekad yang sama untuk mewujudkannya.

Agenda Konferensi ini mencakup hal-hal yang strategis seperti penandatanganan komitmen bersama seluruh kepala daerah se-lndonesia, berbagi informasi tentang epidemic HIV antara pusat dan daerah, penguatan kelembagaan KPA pasca Perpres 124 Tahun 2016. “Kondisi saat ini bagi Indonesia menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan langkah-Iangkah strategis karena angka prevalensi HIV belum dapat diturunkan, khususnya dari faktor risiko hubungan seks,” bilangnya.

Sementara, Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinkes Sumut, dr NG Hikmet mengatakan, untuk menekan prevalensi HIV/AIDS dibutuhkan peran serta masyarakat. Tanpa itu, maka tidak akan terwujud untuk mengakhiri permasalahan HIV/AIDS pada 2030.

“Masyarakat bukan sekedar mengetahui tetapi harus memahami bahaya dan penanggulangan HIV/AIDS. “Tingkat penularan HIV/AIDS pada usia remaja sangat tinggi, sementara tingkat pengetahuan masih rendah. Oleh karenanya, untuk menekan itu maka dilakukan intervensi melalui pengetahuan,” ujarnya.

Kata Hikmet, hingga Januari-Oktober 2019 tercatat 101.940 orang di Sumut diperiksa dan dilakukan tes HIV/AIDS. Dari jumlah itu, 2.087 orang positif. Namun begitu, jumlah orang yang tes HIV/AIDS masih sangat jauh. “Jumlah penduduk di Sumut mencapai sekitar 14,4 juta pada tahun 2018, sedangkan yang menjalani tes HIV/AIDS 101.940 orang,” pngkasnya. (ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/