30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Proyek Multi Years Tak Bermanfaat

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Kinerja Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS II) terus dipertanyakan. Sebab, instansi yang berada langsung di bawah Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU-Pera) tidak mampu meningkatkan kualitas sungai yang selama ini dianggap menjadi penyebab banjir di Kota Medan.

Ketua Fraksi PKS DPRD Medan, Muhammad Nasir mengungkapkan, BWSS II baru saja menuntaskan pekerjaan normalisasi sungai di Medan Labuhan dengan alokasi anggaran mencapai Rp90 miliar.

Namun, proyek multi years (tahun jamak) itu tidak bermanfaat secara maksimal.

“Memang pekerjaannya sudah selesai, tapi kenyataan di lapangan, masih banyak wilayah yang terbengkalai begitu saja. Jadi selama ini apa kerja BWSS II?” kata Nasir yang juga anggota Komisi D DPRD Medan di Gedung Dewan, Kamis (29/1).

Dia juga menilai, hingga kini belum ada upaya yang dilakukan BWSS II untuk penanggulangan banjir di Kota Medan. Hal ini terlihat masih banyaknya sungai yang mengaliri Kota Medan yang belum dinormalisasi sehingga menyebabkan banjir.

Hal ini juga diperparah dengan penyempitan saluran drainase secara terus-menerus, sehingga hal ini akan menjadi bom waktu bagi Pemko Medan maupun pemerintah pusat. “Kalau masalah terus dibiarkan begitu saja, maka lama-kelamaan masalah itu akan membesar sehingga suatu saat akan menimbulkan permasalahan baru dan banjir di Kota Medan bisa lebih parah dari Jakarta. Sampai saat ini, kita tidak pernah melihat sumbangsih dari BWSS II terhadap pembenahan infrastruktur terutama dalam upaya mengatasi banjir,” tegasnya.

Persoalan banjir, kata dia, bukan hanya persoalan drainase primer, sekunder maupun tersier. Tapi tidak lepas dari persoalan sampah. Tingkat kepedulian masyarakat akan lingkungan juga masih sangat minim, ini dibuktikan dengan sungai induk maupun anak sungai yang masih dipenuhi dengan sampah masyarakat. “Perlu beberapa instansi yang menangani masalah ini, tapi leading sektornya tetap BWSS II dan Pemko Medan,” cetus mantan anggota DPRD Sumut itu.

Nasir juga meminta kepada seluruh wakil rakyat di Senayan yang terpilih dari daerah pemilihan Sumut khususnya Kota Medan, dapat memperjuangkan anggaran pembangunan dari pusat ke Medan.

“Apa yang dilakukan Sumut Pos dengan menggelar diskusi tentang upaya antisipasi banjir ini patut diapresiasi, karena sudah mencoba mengawal sebuah pembangunan di Kota Medan. Setidaknya tiga kali dalam satu tahun perlu dilakukan diskusi pembangunan seperti itu demi kemajuan Kota Medan,” pintanya.

Nasir juga menyarankan agar pembangunan drainase dilakukan mulai dari hilir sampai ke hulu. Namun, pada kenyataannya, pemerintah membangun sebaliknya. “Coba kita lihat sekarang, normalisasi drainase primer, sekunder dan tersier hanya berpusat di tengah kota. Padahal yang lebih penting dari hilir ke hulu,” jelasnya.

Sementara anggota Komisi D DPRD Medan lainnya, Sahat Marulitua Tarigan mempertanyakan blue print Kota Medan selama 25 tahun ke depan. Bahkan, ia menduga Pemko Medan tidak memiliki blue print tersebut.

“Harusnya Kota Medan punya blue print, dari gambar itu bisa dilihat kawasan mana saja yang akan dibangun dan tidak. Semuanya tentu akan lebih terkontrol, tidak sembrawut seperti ini,” jelasnya.

Sebelumnya, Pejabat Pembuat Komitment Operasional dan Pemeliharaan BWSS II, Aron Lumbanbatu sempat membantah kalau persoalan banjir di Kota Medan disebabkan sungai.

Bahkan, dia balik menuding Dinas Bina Marga Kota Medan yang bekerja tidak maksimal sehingga terjadi banjir ketika hujan turun.

“Coba lihat, dimana sebenarnya titik genangan ahir ketika hujan. Apakah di pinggiran sungai atau di tengah kota?” katanya.

Genangan ahir di pusat kota paska hujan, kata dia, sudah membuktikan bahwa saluran drainase tidak berfungsi dengan baik.  Diakuinya sejumlah sungai yang ada di Kota Medan sudah mulai mengalami pendangkalan. Walaupun demikian, sungai tersebut masih mampu menampung debit air hujan.

Hanya saja, penyebab utama banjir dapat dilihat dari letak genangan air. Ketika sungai tidak mampu menampung debit ahir, maka kawasan disekitar sungai harusnya tergenang air.

“Kalau bagus, mana buktinya. Kenyataannya banjir selalu terjadi di pusat Kota, itu bukti jelas bahwa saluran drainase Kota tidak berfungsi dengan baik.” terangnya.

Kata Aron, BWSS II pada tahun 2014 sudah menyelesaikan normalisasi sungai deli mulai dari Belawan sampai Titipapan yang dikerjakan menggunakan sistem multi years (tahun jamak).

“Kalau tahun ini saya tidak tahu apakah ada atau tidak normalisasi sungai, karena itu bagian lain. Jelasnya, kemampuan sungai masih mampu menampung debit air ketika hujan,” jelasnya.(dik/adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Kinerja Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS II) terus dipertanyakan. Sebab, instansi yang berada langsung di bawah Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU-Pera) tidak mampu meningkatkan kualitas sungai yang selama ini dianggap menjadi penyebab banjir di Kota Medan.

Ketua Fraksi PKS DPRD Medan, Muhammad Nasir mengungkapkan, BWSS II baru saja menuntaskan pekerjaan normalisasi sungai di Medan Labuhan dengan alokasi anggaran mencapai Rp90 miliar.

Namun, proyek multi years (tahun jamak) itu tidak bermanfaat secara maksimal.

“Memang pekerjaannya sudah selesai, tapi kenyataan di lapangan, masih banyak wilayah yang terbengkalai begitu saja. Jadi selama ini apa kerja BWSS II?” kata Nasir yang juga anggota Komisi D DPRD Medan di Gedung Dewan, Kamis (29/1).

Dia juga menilai, hingga kini belum ada upaya yang dilakukan BWSS II untuk penanggulangan banjir di Kota Medan. Hal ini terlihat masih banyaknya sungai yang mengaliri Kota Medan yang belum dinormalisasi sehingga menyebabkan banjir.

Hal ini juga diperparah dengan penyempitan saluran drainase secara terus-menerus, sehingga hal ini akan menjadi bom waktu bagi Pemko Medan maupun pemerintah pusat. “Kalau masalah terus dibiarkan begitu saja, maka lama-kelamaan masalah itu akan membesar sehingga suatu saat akan menimbulkan permasalahan baru dan banjir di Kota Medan bisa lebih parah dari Jakarta. Sampai saat ini, kita tidak pernah melihat sumbangsih dari BWSS II terhadap pembenahan infrastruktur terutama dalam upaya mengatasi banjir,” tegasnya.

Persoalan banjir, kata dia, bukan hanya persoalan drainase primer, sekunder maupun tersier. Tapi tidak lepas dari persoalan sampah. Tingkat kepedulian masyarakat akan lingkungan juga masih sangat minim, ini dibuktikan dengan sungai induk maupun anak sungai yang masih dipenuhi dengan sampah masyarakat. “Perlu beberapa instansi yang menangani masalah ini, tapi leading sektornya tetap BWSS II dan Pemko Medan,” cetus mantan anggota DPRD Sumut itu.

Nasir juga meminta kepada seluruh wakil rakyat di Senayan yang terpilih dari daerah pemilihan Sumut khususnya Kota Medan, dapat memperjuangkan anggaran pembangunan dari pusat ke Medan.

“Apa yang dilakukan Sumut Pos dengan menggelar diskusi tentang upaya antisipasi banjir ini patut diapresiasi, karena sudah mencoba mengawal sebuah pembangunan di Kota Medan. Setidaknya tiga kali dalam satu tahun perlu dilakukan diskusi pembangunan seperti itu demi kemajuan Kota Medan,” pintanya.

Nasir juga menyarankan agar pembangunan drainase dilakukan mulai dari hilir sampai ke hulu. Namun, pada kenyataannya, pemerintah membangun sebaliknya. “Coba kita lihat sekarang, normalisasi drainase primer, sekunder dan tersier hanya berpusat di tengah kota. Padahal yang lebih penting dari hilir ke hulu,” jelasnya.

Sementara anggota Komisi D DPRD Medan lainnya, Sahat Marulitua Tarigan mempertanyakan blue print Kota Medan selama 25 tahun ke depan. Bahkan, ia menduga Pemko Medan tidak memiliki blue print tersebut.

“Harusnya Kota Medan punya blue print, dari gambar itu bisa dilihat kawasan mana saja yang akan dibangun dan tidak. Semuanya tentu akan lebih terkontrol, tidak sembrawut seperti ini,” jelasnya.

Sebelumnya, Pejabat Pembuat Komitment Operasional dan Pemeliharaan BWSS II, Aron Lumbanbatu sempat membantah kalau persoalan banjir di Kota Medan disebabkan sungai.

Bahkan, dia balik menuding Dinas Bina Marga Kota Medan yang bekerja tidak maksimal sehingga terjadi banjir ketika hujan turun.

“Coba lihat, dimana sebenarnya titik genangan ahir ketika hujan. Apakah di pinggiran sungai atau di tengah kota?” katanya.

Genangan ahir di pusat kota paska hujan, kata dia, sudah membuktikan bahwa saluran drainase tidak berfungsi dengan baik.  Diakuinya sejumlah sungai yang ada di Kota Medan sudah mulai mengalami pendangkalan. Walaupun demikian, sungai tersebut masih mampu menampung debit air hujan.

Hanya saja, penyebab utama banjir dapat dilihat dari letak genangan air. Ketika sungai tidak mampu menampung debit ahir, maka kawasan disekitar sungai harusnya tergenang air.

“Kalau bagus, mana buktinya. Kenyataannya banjir selalu terjadi di pusat Kota, itu bukti jelas bahwa saluran drainase Kota tidak berfungsi dengan baik.” terangnya.

Kata Aron, BWSS II pada tahun 2014 sudah menyelesaikan normalisasi sungai deli mulai dari Belawan sampai Titipapan yang dikerjakan menggunakan sistem multi years (tahun jamak).

“Kalau tahun ini saya tidak tahu apakah ada atau tidak normalisasi sungai, karena itu bagian lain. Jelasnya, kemampuan sungai masih mampu menampung debit air ketika hujan,” jelasnya.(dik/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/