”Transportasi di Kemenhub. Urusan Sim di kepolisian. Boleh dikatakan dua itu sudah beres,” ujar Djoko. Dia menuturkan sudah mengelar beberapa diskusi di sejumlah kota untuk membahas Permenhub 108 ternyata banyak yang menanggap masalah. Bahkan, cenderung menguntungkan. ”Misalnya mobil boleh 1.000 cc. Taksi kan tidak ada,” ujar dia.
Dia menuturkan yang perlu mendapatkan sorotan justru perusahaan aplikasi. Misalnya soal audit terhadap aplikasi yang belum terlalu ketat. ”Aplikasi harusnya diawasi, diaudit. Tiba-tiba dirubah sistemnya gimana,” ujar dia.
Djoko mengungkapkan, publik yang hendak berusaha, tentunya harus cermat. Jangan mudah tergiur dengan pendapatan besar. Sementara aturan mainnya belum jelas. ”Akibatnya, kerugian yang diperoleh. Apalagi harus mengorbankan aset yang berharga demi pendapatan besar. Harus waspada dan hati-hati,” kata dia.
Sedangkan masyaraka sebagai konsumen juga harus berhati-hati menggunakan transportasi umum. Apalagi ada tawaran tarif murah. Sesungguhnya bukan tarif murah yang dipilih, tetapi tarif wajar. Jika tarif murah, pasti yang dikorbankan aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan. ”Bisa jadi kita perlu mengingat pepatah warga Surabaya. Bayaran satus seket (Rp 150) njaluk selamet (minta selamat) opo ono (apa ada),” imbuh dia. (byu/jun/lyn/jpg)