32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

PD Pasar: Biaya Kios Itu Kesepakatan Pedagang

“Pemerintah sebenarnya punya wewenang mengutip retribusi di Pasar Marelan. Baik uang kios, stan, retribusi sampah, dan lainnya. Sebab saat dulu sebagian lahan dikelola masyarakat, retribusinya tidak jelas,” kata anggota DPRD Medan Daerah Pemilihan (Dapil) V, Muhammad Nasir.

Kata Nasir, Pasar Marelan bisa menjadi sektor lain untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD). “PD Pasar perlu ditarget pendapatan. Saya kira wajar bila pedagang dimintai uang muka (down payment/DP) bilamana ingin memiliki lapak. Saya pikir pernyataan pak wali itu perlu beliau tinjau ulang, sebab mungkin dia tidak mendapat penjelasan utuh dari PD Pasar,” katanya.

Pihaknya turut mengapresiasi jadwal operasional pasar pada 7 Februari mendatang. Tapi mengenai DP Rp3 juta untuk mengambil lapak (meja) 2×2 meter, menurutnya perlu diklarifikasi ulang. “Karena informasi dari pedagang, mereka dikenakan DP dari total sewa kios Rp15 juta per tahun. Itu pun boleh dicicil. Tergantung ambil lapak yang mana. Nah, kalau dibilang gratis, itu untuk lapak yang mana?” katanya.

Ia menyebut, jangan sampai ada kegaduhan baru pascapasar tersebut beroperasi. Terlebih antara pedagang dengan pengelola yakni PD Pasar atas pernyataan wali kota itu. “Ini ‘kan semacam bisnis. PD Pasar adalah BUMD Pemko Medan dan (revitalisasi) itu dalam rangka menyahuti kebutuhan lapak pedagang mikro. Sebab dulunya pedagang memanfaatkan bahu jalan untuk berjualan. Dan awalnya pasar itu bukan milik pemerintah. Jadi sekarang ini saya pikir PD Pasar punya wewenang mengutip retribusi,” jelasnya.

Legislator Dapil V lainnya, Surianto mengungkapkan, tidak ada yang gratis untuk pemanfaatan kios, stan, dan lainnya bagi pedagang berjualan di Pasar Marelan. “Ada semacam biaya kompensasi setelah pasar tersebut selesai dibangun,” katanya.

Wali kota, menurut pria yang akrab disapa Butong ini, perlu mengklarifikasi ucapannya soal kios gratis. “Informasinya jangan setengah-tengah, sebab bisa jadi rancu. Kita minta wali kota mengklarifikasi, karena ternyata ada DP yang harus dibayar pedagang,” katanya.

DP itu, menurutnya wajar saja meski pembangunan pasar bersumber dari APBD. “Yang penting biaya-biaya tersebut tidak di luar kemampuan pedagang,” katanya. (prn)

“Pemerintah sebenarnya punya wewenang mengutip retribusi di Pasar Marelan. Baik uang kios, stan, retribusi sampah, dan lainnya. Sebab saat dulu sebagian lahan dikelola masyarakat, retribusinya tidak jelas,” kata anggota DPRD Medan Daerah Pemilihan (Dapil) V, Muhammad Nasir.

Kata Nasir, Pasar Marelan bisa menjadi sektor lain untuk menambah pendapatan asli daerah (PAD). “PD Pasar perlu ditarget pendapatan. Saya kira wajar bila pedagang dimintai uang muka (down payment/DP) bilamana ingin memiliki lapak. Saya pikir pernyataan pak wali itu perlu beliau tinjau ulang, sebab mungkin dia tidak mendapat penjelasan utuh dari PD Pasar,” katanya.

Pihaknya turut mengapresiasi jadwal operasional pasar pada 7 Februari mendatang. Tapi mengenai DP Rp3 juta untuk mengambil lapak (meja) 2×2 meter, menurutnya perlu diklarifikasi ulang. “Karena informasi dari pedagang, mereka dikenakan DP dari total sewa kios Rp15 juta per tahun. Itu pun boleh dicicil. Tergantung ambil lapak yang mana. Nah, kalau dibilang gratis, itu untuk lapak yang mana?” katanya.

Ia menyebut, jangan sampai ada kegaduhan baru pascapasar tersebut beroperasi. Terlebih antara pedagang dengan pengelola yakni PD Pasar atas pernyataan wali kota itu. “Ini ‘kan semacam bisnis. PD Pasar adalah BUMD Pemko Medan dan (revitalisasi) itu dalam rangka menyahuti kebutuhan lapak pedagang mikro. Sebab dulunya pedagang memanfaatkan bahu jalan untuk berjualan. Dan awalnya pasar itu bukan milik pemerintah. Jadi sekarang ini saya pikir PD Pasar punya wewenang mengutip retribusi,” jelasnya.

Legislator Dapil V lainnya, Surianto mengungkapkan, tidak ada yang gratis untuk pemanfaatan kios, stan, dan lainnya bagi pedagang berjualan di Pasar Marelan. “Ada semacam biaya kompensasi setelah pasar tersebut selesai dibangun,” katanya.

Wali kota, menurut pria yang akrab disapa Butong ini, perlu mengklarifikasi ucapannya soal kios gratis. “Informasinya jangan setengah-tengah, sebab bisa jadi rancu. Kita minta wali kota mengklarifikasi, karena ternyata ada DP yang harus dibayar pedagang,” katanya.

DP itu, menurutnya wajar saja meski pembangunan pasar bersumber dari APBD. “Yang penting biaya-biaya tersebut tidak di luar kemampuan pedagang,” katanya. (prn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/