25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Dari Karyawan Perkebunan jadi Seniman

Boy Sutoyo, Pelukis dan Perajin Bingkai Lukisan

Tak seorang pun tahu jalan hidup yang bakal dilaluinya. Begitu juga dengan Boy Sutoyo pria kelahiran Kisaran, 46 tahun silam. Untuk terus eksis, keputusan sulit pun harus diambil.

INDRA JULI, Medan

Ditemui di sanggarnya, di seputaran Jalan Tanjung Sari/Setia Budi, Boy Sutoyo yang akrab dipanggil Boy terlihat serius dengan pekerjaannya. Potongan-potongan kayu dengan ukuran tertentu dirangkai menjadi bingkai. Tempat bersandarnya sebuah lukisan asal Pulau Dewata. Sementara itu tidak sedikit lukisan yang telah dibingkai berjejer mengisi ruang 2×3 meter yang sederhana tempatnya bekerja.

“Ada pesanan bingkai untuk kaligrafi. Sekarang mau pasang latarnya dulu,” jelas Boy kepada Sumutpos, Selasa (29/3).

Untuk latar, Boy memilih kertas berwarna putih. Dengan bingkai yang berwarna hitam, kaligrafi berwarna keemasan pun semakin memperlihatkan keindahannya. Begitulah, pemilihan latar dan warna bingkai merupakan pertimbangan mutlak bagi Boy untuk memberikan hasil maksimal dari kerjanya. Selain untuk memenuhi eksistensinya di dunia seni setelah beberapa pergeseran.

“Ya dengan memberikan yang terbaik, maka materi itu akan datang sendiri. Bagaimana pun saya sudah buktikan kepada orangtua bila pilihan yang saya buat tidak terlalu salah,” ucap pria berkulit hitam manis dan berkumis ini.
Seperti yang dituturkan Boy, pekerjaan yang dilakoni saat ini merupakan akhir dari pencahariannya. Sekalipun untuk itu dirinya pernah memberi kekecewaan kepada kedua orangtua.

Lahir dengan bakat seni, Boy sudah aktif dalam kegiatan melukis sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Berbagai perlombaan pun kerap diikuti dengan membawa pulang tropi juara. Seperti saat tampil sebagai Juara I pada Peringatan Bulan Bahasa saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Lomba yang paling berkesan bagi penggemar lukisan natural ini.
Namun tuntutan kehidupan dan keluarga membuat Boy harus memendam panggilan hati tadi. Anjuran keluarga untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Pertanian Panca Budi Medan pun dilaksanakan dengan baik. Pada 1992 dirinya menyelesaikan studinya dan diwisuda.
Setelah lulus, Boy pun terbang ke Bengkulu untuk bekerja sebagai karyawan di salah satu perkebunan karet milik asing. Setelah empat tahun bekerja Boy kemudian mengakhiri masa lajang dengan menikahi Dwi Rahmawati yang diboyongnya ke Pekan Baru. Di mana dirinya sebagai karyawan di salah satu perkebunan di daerah Perawang. “Sebelumnya saya sempat kerja di Aceh juga. Tapi karena ada GAM (Gerakan Aceh Merdeka) saya cabut,” kenangnya.

Sebagai manusia biasa Boy pun memiliki batas kesabaran. Pelarian panjang yang dilakoni tak juga dapat meredam suara hatinya. Justru keinginan untuk berkarya itu semakin kuat memberontak. Terlebih kenangan akan kepuasan saat lukisannya terpilih sebagai juara tak hentinya menggelitik. “Itu keputusan paling sulit yang pernah saya ambil. Biar itu menjadi yang terakhir, tidak ada lagi,” tukasnya mantap.

Menjadi sulit ketika sebagai nahkoda bahtera keluarga dirinya harus melepas semua kemapanan hidup di perkebunan. Untuk sebuah pencaharian akan kepuasan batin yang sepi. Apalagi masa itu tidak lebih baik dari masa kini, dimana nilai seni masih belum mendapat tempat untuk sebuah penghargaan.

Dan sepertinya Boy sudah mempertimbangkan semua itu. Kuasnya pun terus beraksi menggores keindahan-keindahan di atas kertas kanvas putih. Setiap goresan seolah kepuasan tak ternilai yang didapat. Yang tak bisa dibandingkan dengan hasil pembelian dari lukisan-lukisannya.

Namun tetap saja dirinya adalah manusia. Tetap punya batasan dalam mewujudkan ambisinya. Untuk itu Boy pun menggantung kuas untuk menekuni pembuatan bingkai lukisan. Dirangkai dengan pekerjaan seni lainnya ayah dari Garing Nugraha ini menjalankan kewajibannya dengan baik. Begitu pun ketika bakat tadi turun ke anak semata wayangnya, Boy hanya tersenyum. “Kalau sebagai hobi saya sangat mendukung. Tapi tetap saja itu belum bisa dijadikan profesi. Ketika negara ini belum bisa menghargai seni,” pungkasnya. (*)

Boy Sutoyo, Pelukis dan Perajin Bingkai Lukisan

Tak seorang pun tahu jalan hidup yang bakal dilaluinya. Begitu juga dengan Boy Sutoyo pria kelahiran Kisaran, 46 tahun silam. Untuk terus eksis, keputusan sulit pun harus diambil.

INDRA JULI, Medan

Ditemui di sanggarnya, di seputaran Jalan Tanjung Sari/Setia Budi, Boy Sutoyo yang akrab dipanggil Boy terlihat serius dengan pekerjaannya. Potongan-potongan kayu dengan ukuran tertentu dirangkai menjadi bingkai. Tempat bersandarnya sebuah lukisan asal Pulau Dewata. Sementara itu tidak sedikit lukisan yang telah dibingkai berjejer mengisi ruang 2×3 meter yang sederhana tempatnya bekerja.

“Ada pesanan bingkai untuk kaligrafi. Sekarang mau pasang latarnya dulu,” jelas Boy kepada Sumutpos, Selasa (29/3).

Untuk latar, Boy memilih kertas berwarna putih. Dengan bingkai yang berwarna hitam, kaligrafi berwarna keemasan pun semakin memperlihatkan keindahannya. Begitulah, pemilihan latar dan warna bingkai merupakan pertimbangan mutlak bagi Boy untuk memberikan hasil maksimal dari kerjanya. Selain untuk memenuhi eksistensinya di dunia seni setelah beberapa pergeseran.

“Ya dengan memberikan yang terbaik, maka materi itu akan datang sendiri. Bagaimana pun saya sudah buktikan kepada orangtua bila pilihan yang saya buat tidak terlalu salah,” ucap pria berkulit hitam manis dan berkumis ini.
Seperti yang dituturkan Boy, pekerjaan yang dilakoni saat ini merupakan akhir dari pencahariannya. Sekalipun untuk itu dirinya pernah memberi kekecewaan kepada kedua orangtua.

Lahir dengan bakat seni, Boy sudah aktif dalam kegiatan melukis sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Berbagai perlombaan pun kerap diikuti dengan membawa pulang tropi juara. Seperti saat tampil sebagai Juara I pada Peringatan Bulan Bahasa saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Lomba yang paling berkesan bagi penggemar lukisan natural ini.
Namun tuntutan kehidupan dan keluarga membuat Boy harus memendam panggilan hati tadi. Anjuran keluarga untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Pertanian Panca Budi Medan pun dilaksanakan dengan baik. Pada 1992 dirinya menyelesaikan studinya dan diwisuda.
Setelah lulus, Boy pun terbang ke Bengkulu untuk bekerja sebagai karyawan di salah satu perkebunan karet milik asing. Setelah empat tahun bekerja Boy kemudian mengakhiri masa lajang dengan menikahi Dwi Rahmawati yang diboyongnya ke Pekan Baru. Di mana dirinya sebagai karyawan di salah satu perkebunan di daerah Perawang. “Sebelumnya saya sempat kerja di Aceh juga. Tapi karena ada GAM (Gerakan Aceh Merdeka) saya cabut,” kenangnya.

Sebagai manusia biasa Boy pun memiliki batas kesabaran. Pelarian panjang yang dilakoni tak juga dapat meredam suara hatinya. Justru keinginan untuk berkarya itu semakin kuat memberontak. Terlebih kenangan akan kepuasan saat lukisannya terpilih sebagai juara tak hentinya menggelitik. “Itu keputusan paling sulit yang pernah saya ambil. Biar itu menjadi yang terakhir, tidak ada lagi,” tukasnya mantap.

Menjadi sulit ketika sebagai nahkoda bahtera keluarga dirinya harus melepas semua kemapanan hidup di perkebunan. Untuk sebuah pencaharian akan kepuasan batin yang sepi. Apalagi masa itu tidak lebih baik dari masa kini, dimana nilai seni masih belum mendapat tempat untuk sebuah penghargaan.

Dan sepertinya Boy sudah mempertimbangkan semua itu. Kuasnya pun terus beraksi menggores keindahan-keindahan di atas kertas kanvas putih. Setiap goresan seolah kepuasan tak ternilai yang didapat. Yang tak bisa dibandingkan dengan hasil pembelian dari lukisan-lukisannya.

Namun tetap saja dirinya adalah manusia. Tetap punya batasan dalam mewujudkan ambisinya. Untuk itu Boy pun menggantung kuas untuk menekuni pembuatan bingkai lukisan. Dirangkai dengan pekerjaan seni lainnya ayah dari Garing Nugraha ini menjalankan kewajibannya dengan baik. Begitu pun ketika bakat tadi turun ke anak semata wayangnya, Boy hanya tersenyum. “Kalau sebagai hobi saya sangat mendukung. Tapi tetap saja itu belum bisa dijadikan profesi. Ketika negara ini belum bisa menghargai seni,” pungkasnya. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/