Di sisi lain, muncul desakan untuk segera merevisi Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Desakan ini muncul lantaran hingga kini belum ada aturan yang dapat menjadi payung hukum bagi ojek online.
”Lalu ini revisi PM 32/2016 ini ternyata belum mengakomodir angkutan roda dua. Agak kurang adil saya rasa,” ujar anggota Komisi V DPR RI Nizar Zahro.
Padahal, lanjut dia, konflik yang paling banyak terjadi saat ini justru terjadi antara ojek online dan angkutan konvensional. Baik itu sesama ojek ataupun angkutan umum. ”Ini mendesak. Jadi UU 22/2009 ini harus segera. Apa susahnya kalau sama-sama niat,” ungkapnya.
Desakan yang sama juga turut dikemukanan Ketua Umum Asosiasi Driver Online Christiansen FW. Pasalnya, selama ini, belum ada kejelasan payung hukum bagi para driver online roda dua.
”Kami dari roda empat bersyukur revisi Permenhub 32/2016 akan segera disahkan, tapi agak kami sayangkan rekan kami sebagai driver online roda dua sampai saat ini belum ada legitimasi dari pemerintah,” kata Yansen, sapaan akrabnya.
Menurut Yansen, aduan yang disampaikan ke Komisi V DPR juga terkait dengan perlakuan perusahaan aplikasi terhadap para driver. Saat ini, masih saja terjadi pemutusan hubungan kerja sepihak yang dilakukan perusahaan aplikasi kepada sejumlah driver. ”Awalnya kami dikatakan sebagai mitra, tapi kenyataanya sepihak,” kata Yansen.
Yansen menyebut, para driver telah berusaha bekerja sebaik mungkin. Namun, karena satu lain hal, diantaranya laporan dari konsumen, banyak driver online yang diputus hubungan kerja. ”Laporan dari konsumen belum tentu benar,” kata dia.
Pengaduan terkait perusahaan aplikasi juga terkait langkah perusahaan yang terus menerima pendaftaran baru. Padahal, jumlah di lapangan saat ini banyak. Hal ini menurut Yansen menjadi faktor terjadinya gesekan dengan driver konvensional.
Yansen menambahkan, asosiasi driver online juga menyampaikan pandangan terkait langkah tiga perusahaan aplikasi yang tidak setuju dengan pengaturan tarif. Dalam hal ini, asosiasi driver online memiliki pandangan berbeda. Sebab, selama ini perusahaan aplikasi selalu bersaing dengan menggunakan promo-promo yang memanjakan konsumen.
”Hal tersebut memang menarik konsumen, namun kami sebagai pelaku usaha sangat dirugikan. Kami minta adanya keberimbangan,” ujarnya.
Merespon desakan ini, pemerintah sudah memberi sinyal positif. Pudji mengaku sepakat untuk dibentuk tim khusus untuk membicarakan terkait revisi aturan ini. ”Kita bahas. Termasuk nanti soal resiko penggunaan roda dua ini sebagai angkutan umum. Nanti keputusannya kan setelah dibahas,” ujarnya. (mia/bay/jpg)