MEDAN, SUMUTPOS.CO – PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divisi Regional I Sumatera Utara (Sumut), mencatat, hingga November 2020 terdapat 30 kasus kecelakaan lalu lintas di perlintasan kereta api yang mengakibatkan 3 orang meninggal dunia, satu orang luka berat, dan 20 orang mengalami luka ringan.
Manager Humas PT KAI Divre I Sumut, Mahendro Trang Bawono mengatakan, melihat data tersebut, dia menilai kedisiplinan masyarakat dalam berlalu lintas di perlintasan kereta api masih rendah. Untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas tersebut, pihaknya terus menggelar kegiatan sosialisasi di pelintasan kereta api.
“PT KAI Divre I Sumut mengajak seluruh pengguna jalan untuk bersama-sama menaati rambu-rambu yang ada, serta lebih waspada saat akan melintasi pelintasan sebidang kereta api,” ungkap Mahendro, Minggu (29/11).
Dalam kegiatan sosialisasi yang turut menggandeng stakeholders perkeretaapian Kota Medan dan pecinta kereta api ini, dilakukan pembagian stiker dan masker. Kemudian, pembentangan spanduk serta poster berisi imbauan, dan pembagian bunga untuk para pengendara yang melintas.
“Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2007, tentang Perkeretaapian, pasal 124, menyatakan, pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api,” jelas Mahendro.
Adapun dalam UU Nomor 22 Tahun 2009, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pasal 114, menyebutkan, pada pelintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai di tutup, dan/atau ada isyarat lainb dengan mendahulukan kereta api, dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dulu melintasi rel. Sementara sesuai PM Nomor 36 Tahun 2011, tentang Perpotongan dan/atau Persinggungan Antara Jalur Kereta Api dengan Bangunan Lain, pasal 6 ayat 1, menyebutkan, pada pelintasan sebidang, kereta api mendapat prioritas berlalu lintas.
“Adapun total pelintasan sebidang di wilayah Divre I Sumut, ada sebanyak 353 bidang, yang terbagi menjadi pelintasan sebidang resmi 92 titik, dan liar 252 titik. Sedangkan untuk pelintasan tidak sebidang yang telah difasilitasi flyover dan underpass, sebanyak 9 titik,” beber Mahendro.
Sebagai bentuk upaya meningkatkan faktor keselamatan, Mahendro mengatakan, PT KAI juga terus melakukan koordinasi bersama Ditjen Perkeretaapian Kemenhub, dan Pemda setempat, terkait penutupan sejumlah pelintasan sebidang.
“Saat ini Pemda juga secara bertahap membangun fasilitas flyover ataupun underpass sejumlah titik, untuk meminimalisir kecelakaan lalu lintas di pelintasan sebidang,” imbuhnya.
Tak hanya itu, kecelakaan di pelintasan sebidang tidak hanya merugikan pengguna jalan, tapi juga dapat merugikan PT KAI. Dia mengatakan, tak jarang perjalanan kereta api jadi terhambat, kerusakan sarana atau prasarana perkeretaapian, hingga petugas PT KAI yang terluka, akibat kecelakaan di pelintasan sebidang.
“Untuk menekan angka kecelakaan dan korban, maka masyarakat diharapkan dapat lebih disiplin berlalu lintas, menyadari dan memahami juga fungsi pintu pelintasan,” harap Mahendro lagi.
Pintu pelintasan kereta api berfungsi untuk mengamankan perjalanan kereta api agar tidak terganggu pengguna jalan lain, seperti kendaraan bermotor maupun manusia. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2009, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta, pasal 110, ayat 4.
“Perjalanan kereta api lebih diutamakan, karena jika terjadi kecelakaan, dampak dan kerugian yang ditimbulkan dapat lebih besar. Maka dari itu, pintu pelintasan utamanya difungsikan untuk mengamankan perjalanan kereta api,” pungkas Mahendro. (gus/saz)