Menurut dia, tugas dan wewenang pihaknya hanya sebatas imbauan dan pembinaan. Selama ini pun sudah dilakukan kepada perusahaan-perusahaan yang ada di Medan. “Tupoksi kita tidak bisa melakukan penindakan. Sebab, untuk penindakan adanya di Disnaker provinsi. Akan tetapi, kita bisa fasilitasi apabila ada pengaduan yang masuk,” kata Hannalore.
Ia menyebutkan, pihaknya membuka pintu selebar-lebarnya atau menerima pengaduan masalah pembayaran THR. Dengan kata lain, membuka posko sesuai yang diarahkan kementerian. “Pengaduan nantinya kita sampaikan kepada petugas pengawas provinsi. Pengaduan dapat dilakukan di posko kita yang ada di kantor Disnaker Medan,” pungkasnya.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia-Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (KSPl-FSPMI) Sumut, Willy Agus Utomo mengatakan, tidak ada alasan bagi pengusaha tidak membayar THR pekerjanya. Bahkan pada Permenaker No 6/2016, bagi buruh yang memiliki masa kerja 1 bulan dan seterusnya berhak akan THR. “Untuk pekerja yang mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, diberikan THR 1 bulan upah. Untuk masa kerja 1 bulan namun belum 12 bulan diberikan secara proposional,” katanya.
Pihaknya juga sudah membuka posko pengaduan THR bagi para buruh di Sumut. Dimana bentuk di 12 kabupaten dan kota, yaitu Medan, Deliserdang, Serdangbedagai, Tebingtinggi, Batubara, Labuhanbatu, Labuhanbatu Utara, Labuhanbatu Selatan, Padanglawas, Padanglawas Utara, Padangsidempuan dan Mandailingnatal. “Bagi buruh yang mau mengadu silahkan datang ke kantor kami di Jalan Medan-Tanjung Morawa Km 13,1 Gg. Dwi Warna No.1, atau melalui nomor telepon di 0617944530 atau Hp 085285540703 081212555928,” pungkasnya.
Sementara, Anggota Komisi E DPRD Sumut Ahmadan Harahap mengatakan, dalam kaitan dengan THR, aturan seperti Permenaker Nomor 6/2016 tentang THR Keagamaan, merupakan regulasi yang harus ditaati baik pekerja, perusahaan (pengusaha) maupun pemerintah. Dengan begitu kewajiban dan hak dalam menghadapi hari besar keagamaan dapat diselesaikan tepat waktu. “Kita meminta perusahaan bisa membayarkan hak karyawannya sesuai aturan tersebut, yakni seminggu sebelum lebaran. Karena itu merupakan hak mereka yang merayakannya,” ujar Ahmadan.
Selain itu, lanjutnya, aturan terkait pembayaran THR kepada karyawan/buruh/pekerja oleh pengusaha juga bersinggungan dengan pemerintah sebagai pelaksana regulator. Sebab dalam penegakan aturan tersebut, sejatinya ada sanksi diberikan kepada pelanggar. Dalam hal ini, pemberian tunjangan tersebut, bisa saja diberikan dbawha dari tujuh hari sebelum hari H lebaran.
“Aturan itu juga kan bukan hanya untuk pengusaha dan pekerja saja, tetapi juga pemerintah daerah khususnya yang harus ikut mengawasi pelaksanannya oleh perusahaan. Dengan begitu, tidak ada lagi pengusaha yang mencoba bermain dan melanggar aturan,” sebut politisi PPP itu.
Pemerintah daerah lanjut Ahmadan, juga harus berani mengambil sikap tegas kepada pengusaha yang melanggar aturan tersebut. Karenanya sebagai antisipasi agar tidak terjadinya pelanggaran, negara harus aktif mengawasi pelaksanaan pemberian THR tepat waktu, mengingat hal itu adalah kebutuhan bagi masyarakat khususnya yang merayakan idul Fitri.(prn/ris/bal/)