Dalam aturan kepengurusan SIM sendiri, jelas Asmui, ada diatur bahwa perseorangan tidak harus melampirkan sertifikat. “Setahu saya pada Kepmen diatur, untuk SIM baru kategori umum wajib melampirkan sertifikat. Tetapi untuk perseorangan tidak perlu. Masyarakat tentu sangat keberatan mahalnya harga membuat SIM. Kalaupun ini sebuah hal mengharuskan, apalagi ada kajian kalau kecelakaan yang terjadi karena faktor pengendara tidak belajar mengemudi dengan baik, kita harap ada solusi,” pungkasnya.
Menjawab ini, Kasatlantas Polresta Medan Kompol Rizal Maulana mengatakan, sudah ada regulasi mengenai pembuatan SIM harus melalui pelatihan mengemudi, dan dikeluarkan sertifikat dari lembaga yang sudah terakreditasi.
“UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, pasal 91 dijelaskan gamblang bagaimana mendapatkan SIM. Pasal 98 wajib mendapat SIM melalui pelatihan mengemudi. Perkab (peraturan kapolri) tahun 2012 jelas diatur apapun tentang SIM, standarisasi kepengurusan sim. Di situ dinyatakan kepolisian diizinkan memakai pihak ketiga. Tapi sampai hari ini Satlantas belum memakai pihak ketiga,” katanya.
Selanjutnya soal tarif, lanjut dia, penerimaan negara bukan pajak diatur dalam Peraturan Pemerintah No.50, di mana semua situasi sekarang terpampang jelas di setiap sudut pengurusan SIM. “Nah dasar lainnya di Kemenhub 31/1994 tentang pelatihan mengemudi, Permendikbud tentang standar kelulusan khusus sampai standar kelulusan tukang pijat pun ada. Tapi bukan ada lembaga lain. Kondisi di lapangan, UU wajib mengikuti sekolah mengemudi untuk mendapatkan SIM. Kursus supir bukan lembaga mengemudi. Berapa lama izin diterbitkan ada di aturan itu. Tapi bukan ranah saya menjawab itu,” paparnya.
Dia menegaskan, tidak ada kerjasama resmi pihaknya dengan MSDC. “Tidak ada kerjasama khusus. Untuk sertifikat tidak bisa saya sebutkan. Lantas pertanyaannya lembaga pendidikan baru yang ikut sertifikasi baru MSDC, siapakah yang berhak mengeluarkan sertifikat? Adalah orang yang punya sertifikasi. Mendapatkannya bagaimana? Bukan saya lagi yang mendapat. Kalaupun ada lembaga yang punya kualifikasi sama, monggo. Soal tarif bila ada oknum personil saya meminta uang lebih dari warga yang dibantu, saya akan copot,” tegasnya.
Kesempatan itu Rizal juga mengandaikan keberadaan MSDC ini membuat kursinya seperti berduri. “Mungkin orang beranggapan kalau kursi saya ini basah, tapi nyatanya kursi Kasatlantas ini berduri,” katanya dengan mimik wajah tegang.
Menyoal usulan evaluasi MSDC, Rizal menambahkan kalau itu hanya bisa dilakukan oleh lembaga yang menerbitkan MSDC. Dia melanjutkan, walau satuannya dicap buruk, tetapi pihaknya selalu berupaya berubah menjadi lebih baik. Dirinya juga berharap kalau pendidikan tentang lalu lintas bisa masuk ke kurikulum sekolah. “Perubahan itu tidak bisa cepat seperti mengupas bawang. Kita ingin polisi dipercaya oleh masyarakat,” pungkasnya. (prn/ije)