Tragedi penyerangan terhadap jemaat HKBP Filadelfia pada, Minggu, (6/5) yang dilakukan oeh kelompok anti toleransi mendapat dukungan dari berbagai pihak. Diantaranya, dukungan datang dari Aliansi Sumut Bersatu.
“Penyerangan dan tindak kekerasan kembali terjadi pada hari Minggu, 6 Mei 2012 kepada Jemaat HKBP Filadelphia dan aktivis yang hadir dalam kebaktian saat itu. Tragedi ini menunjukkan bahwa kondisi toleransi umat beragama berada di titik nadir. Teror, pemukulan dan upaya paksa penelanjangan kepada Tantowi Anwari merupakan tindakan kejahatan atas kemanusiaan yang sangat keji,” ujar Direktur Aliansi Sumut Bersatu, Veryanto Sitohang.
Kekerasan berbasis agama tersebut menambah daftar panjang kasus intoleransi di Indonesia. Aliansi Sumut Bersatu (ASB), NGO yang concern terhadap issu keberagaman, sepanjang tahun 2011 menemukan 63 kasus intoleransi yang terjadi di Sumatera Utara termasuk didalamnya karena masalah izin pendirian rumah ibadah, permasalahan simbol agama dan penolakan rumah ibadah.
Awal tahun 2012, hasil pemantauan ASB dari beberapa media lokal di Sumatera Utara juga menunjukkan bahwa ada 6 gereja yang tersebar di beberapa Kabupaten/Kota: Medan, Deli Serdang, Binjai dan Tebing Tinggi terhambat pendiriannya karena tindakan inkonstitusional pemerintah dan kelompok intoleran.
Sementara itu di Kabupaten Aceh Singkil, ASB juga memperoleh informasi dari seorang pendeta yang melakukan pelayanan di daerah tersebut menyatakan bahwa sebanyak 16 gereja terancam akan digusur/di tutup di tahun 2012.
Kondisi ini menunjukkan bahwa negara telah mengabaikan dan gagal menjamin hak rakyat atas kebebasan beragama / beribada. Aparat kepolisian bahkan tidak hadir dan terkesan tunduk kepada kelompok penyerang dengan berupaya menekan kelompok rentan dan atau korban intoleransi agar mematuhi tuntutan kelompok intoleran. Realitas ini bertentangan dengan Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia UUD 1945 khususnya Pasal 28 dan 29 dan melanggar UU No.39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia khususnya Pasal 4 dan 22.
Selain kebijakan nasional, negara juga telah mengingari kesepakatan-kesepakatan internasional berkaitan dengan kebebasan beragama, dimana Indonesia turut serta dalam pembuatan kebijakan tersebut. Beberapa kebijakan tersebut adalah: Deklarasi HAM Tahun 1948 pasal 18, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang disahkan PBB 16 Desember 1966 khususnya pasal 13, Deklarasi tentang Penghapusan Segala Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi Berdasarkan Agama atau Kepercayaan yang diadopsi PBB tahun 1981.
Mencermati berbagai tindakan intoleransi khususnya penyerangan terhadap Jemaat HKBP Filadelphia Bekasi dan aktivis yang berada pada saat kebaktian tersebut, Aliansi Sumut Bersatu menyatakan sikap: Pertama, mendesak aparat kepolisian menghukum pelaku-pelaku intoleransi khususnya pelaku kekerasan terhadap Tantowi Anwari atau Towik.
Kedua, Meminta pemerintah khususnya Kementerian Dalam Negeri untuk membatalkan kebijakan-kebijakan inkonstitusional di berbagai daerah terkait dengan pelarangan mendirikan rumah ibadah, pelarangan menganut agama atau keyakinan tertentu dan mengkriminalisasi perempuan dan kelompok marginal lainnya.
Ketiga, Meminta pemerintah taat dan tunduk kepada kebijakan – kebijakan yang menjamin kebebasan beragama / berkeyakinan seperti UUD 1945 pasal 28 dan 29, UU No.39 tahun 1999 tentang HAM dan berani untuk membekukan bahkan membubarkan kelompok atau organisasi pelaku intoleransi.
Dan Keempat, Mendesak aparat kepolisian agar memberikan perlindungan khusus kepada kelompok korban intoleransi dan aktivis-aktivis pluralisme yang rentan menjadi korban kekerasan, teror dan kejahatan kemanusiaan lainnya.
Terakhir, Mengajak seluruh masyarakat Indonesia agar bersatu mempertahankan Kebhinnekaan dan Pancasila, menolak semua kelompok berbasis agama, suku dan lainnya yang sering menebar kebencian dan melakukan tindakan kekerasan yang mengancam keharmonisan dan perdamaian antar umat beragama, suku dan identitas masyarakat lainnya.(hotman/reformata)