28 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Saya Nangis, Berlutut di KakiNya

Siapa yang tidak kenal Ir Ciputra ? Seorang konglomerat di bisnis properti. Ada yang menyebutnya sebagai kaisar real estate atau raja perumahan mewah. Ada juga yang memanggilnya maestro developer properti di Asia dan Pasifik. Buah keberhasilan Ciputra dalam bisnis dibagikan kepada masyarakat dalam bentuk sumbangan dan dukungan untuk kegiatan pendidikan, seni, dan olahraga.

Ir Ciputra
Ir Ciputra

Di balik semua kesuksesannya itu, krisis ekonomi yang melanda Indonesia juga pernah menghantam Ciputra, bahkan krisis hampir membuat kerajaan bisnisnya terpuruk.

“Pada waktu saya susah, saya punya selimut dan bantal itu penuh keringat. Itu keringat saya. Dingin, suhunya panas. Terasa panas, suhunya dingin. Saya sepanjang malam saya tidak bisa tidur. Saya bangun, saya lihat burung kok bisa bernyanyi, saya sudah tidak bisa bernyanyi,” ujarnya.
Ciputra membandingkan keadaannya dan keberuntungna ekonomi orang yang dipekerjakannya. “Pertama kali saya melihat satpam saya, dia lebih kaya dari saya karena dia gak punya utang,” ujarnya.

Krisis yang juga menghantam Asia itu mengubah hidup banyak pengusaha, banyak yang gulung tikar atau malah mengalami gangguan jiwa. Bagaimana dengan Ciputra?

“Saya nangis, berlutut di kakiNya. Saya mengaku salah. Semuanya saya yang salah. Salah saya meninggalkan Dia. Saya sudah lama tidak baca Alkitab. Dalam Alkitab menyatakan ‘Jangan Anda berutang!’, antara lain dengan Anda berutang Anda menjadi budak dari si pemberi utang. Memang saya sudah menjadi budak,” paparnya.

Tidak sedikit jumlah utang yang harus dilunasi Ciputra. Bagaimana Ciputra melunasi semua kewajibannya itu?
“Pertama kami datang kepada mereka yang memberi utang. Minta kesempatan. ‘Ini uang saya pinjam dari Anda, saya pake untuk proyek ini. Tidak pindah ke tempat lain. Semua kami pakai di sini. Kami tidak bawa ke luar negeri. Kita ingin negoisasi. Kita menyerah kepada BPPN: inilah kerjaan kita. Tidak ada yang kita umpeti.”

“Bank kita, kita surronder. Mau ditutup pemerintah. Ada bank Jaya…surronder. Semua kita surronder. Dari kreditur dalam negeri kita menyerah. Mereka tahu ini krisis nasional, mereka berikan kesempatan.”

Ciputra kemudian berunding dengan pembeli. “Eh kamu punya pondasi, kamu kan baru bayar 20%. Ambil saja tanah ini buat kamu. Rumah baru selesai separuh, dia sudah bayar penuh, you ambil dua rumah. Udah diselesaikan. Oh pemborong, oh kita ganti saja dengan rumah yang belum selesai atau kasih kavling. Semua dapat selesai. Haleluya!”

Setelah krisis ekonomi, Ciputra telah kembali bangkit dan bisnisnya bertumbuh pesat. Krisis membuka peluang bagi Ciputra untuk mengembangkan bisnisnya. Bukan hanya di Indonesia, tetapi sampai ke mancanegara, Singapura, Hawaii, Hanoi, Calcuta, dan Kamboja.
Krisis ekonomi yang hampir membuatnya terpuruk telah merubah kehidupan rohani Ciputra. “Saya tahu kalau saya hidup buat Tuhan, Dia Maha Kuasa, Maha Abadi, Maha Penyayang. Kalau dulu echo kepada diri kita, sekarang kepada Tuhan,” pungkasnya. (btr/jc)

Siapa yang tidak kenal Ir Ciputra ? Seorang konglomerat di bisnis properti. Ada yang menyebutnya sebagai kaisar real estate atau raja perumahan mewah. Ada juga yang memanggilnya maestro developer properti di Asia dan Pasifik. Buah keberhasilan Ciputra dalam bisnis dibagikan kepada masyarakat dalam bentuk sumbangan dan dukungan untuk kegiatan pendidikan, seni, dan olahraga.

Ir Ciputra
Ir Ciputra

Di balik semua kesuksesannya itu, krisis ekonomi yang melanda Indonesia juga pernah menghantam Ciputra, bahkan krisis hampir membuat kerajaan bisnisnya terpuruk.

“Pada waktu saya susah, saya punya selimut dan bantal itu penuh keringat. Itu keringat saya. Dingin, suhunya panas. Terasa panas, suhunya dingin. Saya sepanjang malam saya tidak bisa tidur. Saya bangun, saya lihat burung kok bisa bernyanyi, saya sudah tidak bisa bernyanyi,” ujarnya.
Ciputra membandingkan keadaannya dan keberuntungna ekonomi orang yang dipekerjakannya. “Pertama kali saya melihat satpam saya, dia lebih kaya dari saya karena dia gak punya utang,” ujarnya.

Krisis yang juga menghantam Asia itu mengubah hidup banyak pengusaha, banyak yang gulung tikar atau malah mengalami gangguan jiwa. Bagaimana dengan Ciputra?

“Saya nangis, berlutut di kakiNya. Saya mengaku salah. Semuanya saya yang salah. Salah saya meninggalkan Dia. Saya sudah lama tidak baca Alkitab. Dalam Alkitab menyatakan ‘Jangan Anda berutang!’, antara lain dengan Anda berutang Anda menjadi budak dari si pemberi utang. Memang saya sudah menjadi budak,” paparnya.

Tidak sedikit jumlah utang yang harus dilunasi Ciputra. Bagaimana Ciputra melunasi semua kewajibannya itu?
“Pertama kami datang kepada mereka yang memberi utang. Minta kesempatan. ‘Ini uang saya pinjam dari Anda, saya pake untuk proyek ini. Tidak pindah ke tempat lain. Semua kami pakai di sini. Kami tidak bawa ke luar negeri. Kita ingin negoisasi. Kita menyerah kepada BPPN: inilah kerjaan kita. Tidak ada yang kita umpeti.”

“Bank kita, kita surronder. Mau ditutup pemerintah. Ada bank Jaya…surronder. Semua kita surronder. Dari kreditur dalam negeri kita menyerah. Mereka tahu ini krisis nasional, mereka berikan kesempatan.”

Ciputra kemudian berunding dengan pembeli. “Eh kamu punya pondasi, kamu kan baru bayar 20%. Ambil saja tanah ini buat kamu. Rumah baru selesai separuh, dia sudah bayar penuh, you ambil dua rumah. Udah diselesaikan. Oh pemborong, oh kita ganti saja dengan rumah yang belum selesai atau kasih kavling. Semua dapat selesai. Haleluya!”

Setelah krisis ekonomi, Ciputra telah kembali bangkit dan bisnisnya bertumbuh pesat. Krisis membuka peluang bagi Ciputra untuk mengembangkan bisnisnya. Bukan hanya di Indonesia, tetapi sampai ke mancanegara, Singapura, Hawaii, Hanoi, Calcuta, dan Kamboja.
Krisis ekonomi yang hampir membuatnya terpuruk telah merubah kehidupan rohani Ciputra. “Saya tahu kalau saya hidup buat Tuhan, Dia Maha Kuasa, Maha Abadi, Maha Penyayang. Kalau dulu echo kepada diri kita, sekarang kepada Tuhan,” pungkasnya. (btr/jc)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/