Selasa (16/7) dini hari, Tim Sahur Sumut Pos berkesempatan santap sahur di kediaman Bupati Serdangbedagai, Ir Soekirman. Tiba di kediamannya di Kompleks Kavling Sawit Indah, Perbaungan, pukul 03.30 WIB, tim disambut Soekirman dan sang istri, Marliah Soekirman yang tengah bersiap subuh itu.
Dengan wajah segar, Soekirman menyilakan tim sahur Sumut Pos masuk ruang tamu. Soekirman langsung menyalami sembari menghapal setiap nama. Berbagai topik obrolan pun mengalir dari mantan wakil bupatin
yang kini naik pangkat menjadi bupati tersebut.
“Saat ini saya sedang menyelesaikan membaca buku ‘Surat-surat Dahlan’,” kata Soekirman membuka percakapan sembari menunjukkan tiga buku sang Menteri BUMN, Dahlan Iskan. “Beberapa buku Dahlan Iskan memang sangat memikat. Saya kok merasa senasib dengan pak Dahlan. Mungkin karena sama-sama berangkat dari susah. Tapi kalau soal nasib sekarang, ya beda. Kalau pak Dahlan itu helikopter pun punya,” tukas Soekirman disambut gelak tawa.
Tokoh Pujakesuma Sumut ini memang piawai mencairkan suasana dengan cerita. Dimulai dari keluarganya, dia mengenalkan lima anak lelaki dan seorang menantu. Dia lantar berjalan ke sebuah foto besar di dinding, dan menyebutkan satu per satu nama dan keberadaan anak-anaknya sekarang. Selama ini seluruh anaknya tinggal di Medan. Mereka berkumpul setiap akhir pekan di Sergai. “Yang paling besar sudah menikah. Yang lainnya masih kuliah dan sekolah,” kata Soekirman.
Sejenak, sang istri Marliah Soekirman menghampiri kami di ruang tamu, lalu kembali ke dapur untuk mempersiapkan menu santap sahur. Soekirman bercerita banyak soal pertanian di Sergai. Dia memang ahli soal yang satu ini. Dibesarkan dari keluarga petani, bergelar insinyur pertanian dari USU, dan sempat menjadi dosen dan aktivis LSM pertanian, wajar saja Soekirman menguasai soal konsep hingga teknis pertanian. Khusus di Sergai, dia mengaku tengah menyiapkan sistem pergudangan bagi petani di Sergai untuk mengantisipasi harga gabah yang fluktuatif. Resi gudang ini nantinya berkapasitas 200 ton.
‘’Jadi semacam bank pertanian. Nanti padi bisa dijadikan pinjaman bagi petani. Begitu harga stabil bisa diputuskan apakah padi milik petani itu dijual seluruhnya atau tidak,’’ ujar Soekirman. Selain itu pertanian padi organik juga sedang digalakkan. Pada tahun ini luasnya mencapai 1.400 hektare. Dia memaparkan pula soal teknis irigasi yang mengairi 41.000 hektare sawah dari 190.000 hektare luas wilayah Sergai. Saat ini tengah dirancang irigasi yang baru bernama ‘Bajayu’- akronim dari Batak Jawa Melayu.
“Saya sudah surati pak Gubsu agar menekan Bulog supaya menetapkan harga gabah atau beras dari petani sesuai inflasi akibat kenaikan BBM,” tukasnya. Soekirman khawatir kenaikan BBM berdampak buruk bagi petani mengingat teknologi pertanian saat ini membutuhkan BBM. Paling dicemaskan adalah kenaikan harga sembako yang bisa-bisa memiskinkan kehidupan petani.
Sebagai keturunan Jawa, Soekirman juga sempat meruwat anak-anaknya. Tradisi ‘ruwat’ dalam terminologi Jawa adalah syukuran, atau ‘upa-upa’ dalam tradisi adat Batak. Dia menggelar ruwatan bersamaan perayaan ulang tahun perak perkawinannya pada 2006 silam. Di situ itu dia menggelar pertunjukan wayang. “Saya juga punya kelompok wayang,” kata Soekirman. Kisah wayang ini pun tak lepas dari topik pertanian. “Tradisi wayang masih ada di sini. Biasanya saat mau turun ke sawah atau menanam bibit padi. Sebagai ungkapan syukur dan doa supaya hasil panen bagus,” ujar mantan cawagubsu yang hobi mobil tua tersebut.
Dari topik mobil tua itu Soekirman spontan menanyakan kelanjutan ‘Rally Wisata’ yang merupakan acara rutin Ultah Sumut Pos. “Menarik itu, apalagi rutenya selalu melintasi
Sergai. Tapi ya kalau dibuat lagi, klasifikasi pembalapnya dibatasi. Yang profesional harus dipisah dengan amatir biar fair. Kami yang amatir susah mengalahkan mereka,” pintanya sembari terbahak.
Tak terasa jam mulai menunjukkan waktu sahur. Kami bergegas ke ruang makan. Di atas meja sudah tersaji menu, dari ayam goreng, tauco jamur udang, hingga sayur bayam rebus. “Bayam ini dari kebun sendiri. Segar sekali kan. Kalau nasinya masih beli karena baru akan panen besok,” kata Soekirman diikuti senyum sang istri.
Sembari menyantap hidangan, Soekirman menyelipkan kisahnya saat didaulat TB Silalahi berpidato saat pemberangkatan siswa SMA plus Soposurung di Balige, beberapa waktu lalu. Kendati terlahir Jawa, Soekirman menguasai bahasa dan adat Batak, ditambah sang istri Marliah yang juga keturunan Batak .
‘’Saya berdiri di depan dan menyampaikan petuah dalam bahasa Batak atau umpasa. Semuanya soal nasihat orangtua agar anak-anak itu menjaga diri baik-baik di perantauan. Mereka bertepuk tangan dengan meriah. Kaget mereka, saya orang Jawa tapi kok menguasai betul umpasa Batak,” katanya terbahak-bahak.
Tak terasa imsak berkumandang yang segera disambut azan subuh. Soekirman yang sedari kami datang mengumpulkan buku-buku di meja, lantas memilih sejumlah buku untuk kami bawa pulang. Tak lupa dia menghadiahkan sebuah buku otobiografinya berjudul ‘Orang Desa Naik Haji’ yang masing-masing dihiasi tekenannya. “Semoga bermanfaat,” katanya.
Sekitar pukul 05.15 WIB, tim sahur Sumut Pos pamit kepada Soekirman dan sang istri sembari mengucapkan terima kasih atas hidangan sahur pagi itu. (tim)