31.8 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Patuh pada Ortu, Menang Dunia Akhirat

Patuhlah pada orangtua! Itulah rahasia kemenangan bagi seorang H Syaiful Bahri Lubis, di dunia maupun akhirat.

“Saya seorang yang patuh pada orangtua, terutama ayah saya. Apapun nasehat dan permintaannya, saya turuti. Itulah yang mengantar saya hingga menjadi seperti sekarang,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Medan ini, saat menerima Tim Sahur Sumut Pos di kediamannya di Komplek Pondok Surya Medan, Selasa (30/7) dini hari.

SAHUR: Sekda Kota Medan, Syaiful Bahri  keluarga saat makan sahur  kediamannya Komplek Pondok Surya, Medan.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
SAHUR: Sekda Kota Medan, Syaiful Bahri dan keluarga saat makan sahur di kediamannya Komplek Pondok Surya, Medan.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS

Saat ia diminta mencium kaki bundanya sebelum pergi merantau ke Jawa, ia patuh. Sebab kata ayahnya, ia tidak boleh pergi merantau dengan meninggalkan rasa tidak ikhlas di hati ibunya. Saat sang ayah menyuruhnya memilih gadis untuk dinikahinya, ia juga manut. Dan pilihan itu ternyata yang terbaik bagi dirinya.

Menilik manfaat dari kepatuhan pada orangtuanya, Syaiful kerap mendidik ketiga anaknya untuk meniru, dengan selalu bercerita tentang hubungan dirinya dan ayahnya pada masa muda dulu.

“Cuma, anak-anak saya kerap bercanda dengan berkata, zaman dulu beda dengan zaman sekarang, hehehe…,” cetusnya seraya tertawa.
Menyinggung tentang karirnya sebagai Sekda Kota Medan, pria kelahiran November 1959 ini berkatam jabatan yang diembannya saat ini adalah puncak karir baginya. Tidak ada lagi jabatan lain yang akan dikejarnya.

“Kita tak perlu meminta-minta jabatan. Tunjukkan saja prestasi sebaik mungkin sehingga pekerjaan itu mengejarmu. Saat kita bekerja sebaik mungkin, pemimpin yang membutuhkan tenaga profesional tak bisa menawar lagi dan harus memilih kita karena track record pekerjaan yang kita lakukan,” tutur Syaiful serius, sembari menyantap makanan sahur.

Bercermin pada perjalanan karir yang ditempuh suami Suti Saidah Nasution ini, banyak inspirasi yang diperoleh. Ia berkisah tentang karirnya yang merintis dari yang bawah.

Sejak berumur 16 tahun, Syaiful remaja sudah memilih meninggalkan kampung halaman di Padangsidimpuan, untuk melanjutkan sekolah di Bandung. Dengan kemandirian, akhirnya ia melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi yang cukup tersohor di ‘kota kembang’ itu. Ya, Institut Teknologi Bandung (ITB).

Setamat dari ITB, Syaiful langsung bekerja untuk membiayai sekolah dan kuliah adik-adiknya. “Saya bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi minyak milik asing. Gajinya lumayan besar saat itu dan cukup untuk membiayai pendidikan adik-adik. Saya bekerja selama lima tahun di sana,” ungkapnya.

Menikmati gaji besar tak membuatnya bertahan lama di perusahaan itu. Meski fasilitas kerja sangat memadai, tetapi jadwal bekerja yang cukup intens selama enam minggu penuh di berbagai pedalaman, dengan waktu libur tiga minggu, membuatnya berpikir panjang untuk terus bekerja di sana. “Meski, ritme kerja yang penuh disiplin itu justru mendidik saya untuk disiplin terhadap diri sendiri,” cetusnya.

Setelah selesai membiayai kuliah semua adik-adiknya, Syaiful memilih keluar dari pekerjaannya dan kembali ke Sumatera Utara. Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi tujuannya.

Pada awalnya, Syaiful menapaki karir PNS-nya sebagai staf di Bapeda Kota Medan. Sempat menjadi staf di Bappeda Kota Binjai, ia kemudian menduduki kursi Kepala Bappeda di Asahan.

Namun karena ingin melanjutkan pendidikan, Syaiful memilih kembali ke Bappeda Medan dan sempat non job selama 1,5 tahun.
Saat itu, ia memilih membuka sampingan di rumahnya berupa toko yang menjual bahan pokok. Perjalanan karirnya silih berganti, hingga akhirnya ia diangkat sebagai Sekda Kota Medan.

Dikaruniai tiga orang anak, yakni Syafrida Amelia Lubis, Raufah Melvidya Lubis, dan Ali Sufi Lubis, Syaiful mengaku, cukup bersyukur dengan kondisi sekarang. “Biar saya berkaca dengan apa yang didapat saat ini. Saya akan segera pensiun untuk menikmati hidup. Mungkin kegiatan saya saat pensiun nanti, mencarikan sekolah terbaik untuk anak paling bungsu,” jelasnya.

Dengan semua pengalaman yang dilaluinya, Syaiful berharap bisa mengajarkan anak-anak agar mencontohnya. “Intinya, patuhlah terhadap orangtua. Semasa hidup, ayah saya cukup banyak mengarahkan dan menuntun hidup saya. Dan saya sangat mencintai dan menghormati beliau,” ujarnya.

Syaiful mengaku lebih besar kadar cintanya kepada ayah daripada ibu. Meski ia tak menampik, kasih sayang yang diberikan ibunya kepada Syaiful juga cukup besar. “Karena kecintaan saya terhadap ayah saya, saya sempat memesan papan bunga dengan nama almarhum ayah saya Hanafiah Lubis, untuk mengucapkan selamat atas dilantiknya saya sebagai Sekda Kota Medan. Agar semua orang tahu, almarhum Hanafiah Lubis telah berhasil mendidik anaknya,” ungkapnya.

Dalam menjalani bulan suci Ramadan, Syaiful memilih menahan diri dengan banyak diam. Karena dengan jabatan yang diembannya saat ini, ia sering terpancing untuk marah. “Dengan diam, saya bisa melatih diri menjadi orang yang lebih bersabar. Manusia dibentuk dari jatidiri yang menghasilkan karakter dalam diri seseorang,” katanya.

Perjalanan karirnya saat ini menurut Syaiful, banyak membentuk dirinya semakin dewasa menghadapi berbagai rintangan dan tantangan hidup. (*)

Patuhlah pada orangtua! Itulah rahasia kemenangan bagi seorang H Syaiful Bahri Lubis, di dunia maupun akhirat.

“Saya seorang yang patuh pada orangtua, terutama ayah saya. Apapun nasehat dan permintaannya, saya turuti. Itulah yang mengantar saya hingga menjadi seperti sekarang,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Medan ini, saat menerima Tim Sahur Sumut Pos di kediamannya di Komplek Pondok Surya Medan, Selasa (30/7) dini hari.

SAHUR: Sekda Kota Medan, Syaiful Bahri  keluarga saat makan sahur  kediamannya Komplek Pondok Surya, Medan.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
SAHUR: Sekda Kota Medan, Syaiful Bahri dan keluarga saat makan sahur di kediamannya Komplek Pondok Surya, Medan.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS

Saat ia diminta mencium kaki bundanya sebelum pergi merantau ke Jawa, ia patuh. Sebab kata ayahnya, ia tidak boleh pergi merantau dengan meninggalkan rasa tidak ikhlas di hati ibunya. Saat sang ayah menyuruhnya memilih gadis untuk dinikahinya, ia juga manut. Dan pilihan itu ternyata yang terbaik bagi dirinya.

Menilik manfaat dari kepatuhan pada orangtuanya, Syaiful kerap mendidik ketiga anaknya untuk meniru, dengan selalu bercerita tentang hubungan dirinya dan ayahnya pada masa muda dulu.

“Cuma, anak-anak saya kerap bercanda dengan berkata, zaman dulu beda dengan zaman sekarang, hehehe…,” cetusnya seraya tertawa.
Menyinggung tentang karirnya sebagai Sekda Kota Medan, pria kelahiran November 1959 ini berkatam jabatan yang diembannya saat ini adalah puncak karir baginya. Tidak ada lagi jabatan lain yang akan dikejarnya.

“Kita tak perlu meminta-minta jabatan. Tunjukkan saja prestasi sebaik mungkin sehingga pekerjaan itu mengejarmu. Saat kita bekerja sebaik mungkin, pemimpin yang membutuhkan tenaga profesional tak bisa menawar lagi dan harus memilih kita karena track record pekerjaan yang kita lakukan,” tutur Syaiful serius, sembari menyantap makanan sahur.

Bercermin pada perjalanan karir yang ditempuh suami Suti Saidah Nasution ini, banyak inspirasi yang diperoleh. Ia berkisah tentang karirnya yang merintis dari yang bawah.

Sejak berumur 16 tahun, Syaiful remaja sudah memilih meninggalkan kampung halaman di Padangsidimpuan, untuk melanjutkan sekolah di Bandung. Dengan kemandirian, akhirnya ia melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi yang cukup tersohor di ‘kota kembang’ itu. Ya, Institut Teknologi Bandung (ITB).

Setamat dari ITB, Syaiful langsung bekerja untuk membiayai sekolah dan kuliah adik-adiknya. “Saya bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi minyak milik asing. Gajinya lumayan besar saat itu dan cukup untuk membiayai pendidikan adik-adik. Saya bekerja selama lima tahun di sana,” ungkapnya.

Menikmati gaji besar tak membuatnya bertahan lama di perusahaan itu. Meski fasilitas kerja sangat memadai, tetapi jadwal bekerja yang cukup intens selama enam minggu penuh di berbagai pedalaman, dengan waktu libur tiga minggu, membuatnya berpikir panjang untuk terus bekerja di sana. “Meski, ritme kerja yang penuh disiplin itu justru mendidik saya untuk disiplin terhadap diri sendiri,” cetusnya.

Setelah selesai membiayai kuliah semua adik-adiknya, Syaiful memilih keluar dari pekerjaannya dan kembali ke Sumatera Utara. Menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi tujuannya.

Pada awalnya, Syaiful menapaki karir PNS-nya sebagai staf di Bapeda Kota Medan. Sempat menjadi staf di Bappeda Kota Binjai, ia kemudian menduduki kursi Kepala Bappeda di Asahan.

Namun karena ingin melanjutkan pendidikan, Syaiful memilih kembali ke Bappeda Medan dan sempat non job selama 1,5 tahun.
Saat itu, ia memilih membuka sampingan di rumahnya berupa toko yang menjual bahan pokok. Perjalanan karirnya silih berganti, hingga akhirnya ia diangkat sebagai Sekda Kota Medan.

Dikaruniai tiga orang anak, yakni Syafrida Amelia Lubis, Raufah Melvidya Lubis, dan Ali Sufi Lubis, Syaiful mengaku, cukup bersyukur dengan kondisi sekarang. “Biar saya berkaca dengan apa yang didapat saat ini. Saya akan segera pensiun untuk menikmati hidup. Mungkin kegiatan saya saat pensiun nanti, mencarikan sekolah terbaik untuk anak paling bungsu,” jelasnya.

Dengan semua pengalaman yang dilaluinya, Syaiful berharap bisa mengajarkan anak-anak agar mencontohnya. “Intinya, patuhlah terhadap orangtua. Semasa hidup, ayah saya cukup banyak mengarahkan dan menuntun hidup saya. Dan saya sangat mencintai dan menghormati beliau,” ujarnya.

Syaiful mengaku lebih besar kadar cintanya kepada ayah daripada ibu. Meski ia tak menampik, kasih sayang yang diberikan ibunya kepada Syaiful juga cukup besar. “Karena kecintaan saya terhadap ayah saya, saya sempat memesan papan bunga dengan nama almarhum ayah saya Hanafiah Lubis, untuk mengucapkan selamat atas dilantiknya saya sebagai Sekda Kota Medan. Agar semua orang tahu, almarhum Hanafiah Lubis telah berhasil mendidik anaknya,” ungkapnya.

Dalam menjalani bulan suci Ramadan, Syaiful memilih menahan diri dengan banyak diam. Karena dengan jabatan yang diembannya saat ini, ia sering terpancing untuk marah. “Dengan diam, saya bisa melatih diri menjadi orang yang lebih bersabar. Manusia dibentuk dari jatidiri yang menghasilkan karakter dalam diri seseorang,” katanya.

Perjalanan karirnya saat ini menurut Syaiful, banyak membentuk dirinya semakin dewasa menghadapi berbagai rintangan dan tantangan hidup. (*)

Artikel Terkait

Berpolitik Itu Harus Ikhlas…

Dari Pengajian ke Ranah Politik

Ingin Menumpuk Amal

Terpopuler

Artikel Terbaru

/