Belum banyak yang tahu bahwa di balik kepiawaiannya mencetak film, Iqbal Rais juga survivor leukemia alias kanker darah. Penyakit tersebut didapatkannya sejak 2011, dan penyakit ganas itu tidak menghentikannya untuk berkarya.
Suara lantang penuh semangat itu keluar dari mulut yang ditutupi masker. Namun, meski mengenakan masker, dan badannya terbujur lemas di ranjang rumah sakit, sorot mata dan suaranya tidak bisa membohongi semangatnya untuk bertutur banyak hal. Dia adalah Iqbal Rais, sutradara film The Tarix Jabrix, Si Jago Merah, Radio Galau FM, dan banyak lagi.
Saat ditemui di Jawa Pos(grup Sumut Pos) Minggu (21/7) di Rumah Sakit Onkologi Surabaya (RSOS), Iqbal ditemani sang kakak, Mustika Dewi Rais, sedang menonton salah satu saluran TV kabel dan membaca buku. “Syukurlah, hari ini saya merasa energik, sebab kemarin saya drop. Rasanya sangat lemas dan hanya tidur seharian,” papar suami Mia Andriana tersebut.
Iqbal menghuni RSOS sejak awal Juni lalu. Sejak itu pula kondisinya masih turun. Sel-sel kanker dalam tubuhnya masih aktif. Artinya, dia harus beristirahat total untuk kembali mendapatkan tahap remisi. Remisi adalah keadaan kanker yang telah dihancurkan dan diganti dengan sel-sel sehat. Sejak kanker Iqbal kembali aktif pada Oktober 2012 hingga kini, Iqbal belum mendapatkan kata ‘remisi’.
Secara gamblang, laki-laki yang baru saja merilis film terbaru Kata Hati pada Mei lalu itu pun menceritakan bagaimana dia mengetahui terdiagnosis leukemia jenis AML M2 (Acute myelogenous leukemia myeloblastic dengan kematangan). Sejak pertengahan 2011 Iqbal sebenarnya merasa wajahnya sering pucat, sering pusing, dan gampang capek. Karena saat itu sudah berdomisili di Jakarta, dia pun memeriksakan diri ke salah satu rumah sakit ibu kota.
Di situ dia ditangani dokter spesialis penyakit dalam. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan darah, diketahui bahwa Iqbal terjangkit anemia. Dokter pun memberinya obat-obatan penambah darah. Sayang, Iqbal tidak merasakan perubahan pascaterapi itu.
Baru pada November 2011, saat itu orang tua Iqbal berinisiatif melakukan checkup ke salah satu rumah sakit di Kuching, Malaysia. “Saya ingin ikut juga untuk memeriksakan kondisi saya, tapi tidak terpikir sama sekali mengenai leukemia,” ungkap alumnus SMAN 2 Surabaya tersebut. Betapa kagetnya Iqbal dan keluarga saat mengetahui dirinya terdiagnosis leukemia AML M2.
Menurut dia, yang membuat Iqbal dan keluarga lebih tenang adalah cara dokter menyampaikan diagnosis. Di situ Iqbal disarankan melakukan kemoterapi di salah satu rumah sakit di Kuala Lumpur.
Tapi, karena masih awam dengan dunia kesehatan, apalagi kata kemoterapi yang terdengar menyeramkan, Iqbal memilih pulang ke Surabaya. Dia mencoba menjalani pengobatan alternatif. “Tidak tahu kenapa kok rasanya ingin mencoba alternatif dulu. Setelah mencoba, ternyata memang tidak ada hasilnya,” terang ayah Ami Kiara Sun Rais tersebut.
Mulai Januari-Agustus 2012 Iqbal menjalani kemoterapi di salah satu rumah sakit di Kuala Lumpur. Sejak itu dia bolak-balik Jakarta”Surabaya”Kuala Lumpur. Pada Agustus, dokter menyatakan Iqbal sudah memasuki tahap remisi. Walau begitu, penyakit ganas dalam tubuhnya masih ada. Iqbal pun girang dan langsung merampungkan garapan filmnya yang berjudul Kata Hati.
Sebenarnya, selama proses kemoterapi tersebut Iqbal juga masih terlibat dalam pembuatan film. Tak heran bila keluarganya berang. Apalagi, Iqbal juga tidak memberi tahu dokternya mengenai kegiatannya selain berobat. “Saya tetap fokus dengan pengobatan. Tapi, selain itu, apa saya harus diam saja dan memikirkan penyakit saya. Saya rasa tidak demikian,” imbuh anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Abdul Munsi Rais dan Chairunnisa tersebut.
Lagi pula, selama proses pengerjaan film tersebut, Iqbal merasa sangat enjoy dan tidak pernah merasa lemas karena kelelahan. Setelah proses film Kata Hati rampung dan Iqbal yang dalam masa remisi itu masih terlalu percaya diri dengan kondisi kesehatannya, dia memutuskan menggarap proyek selanjutnya.
Dalam proyek film ini Iqbal tidak menyangka bahwa tekanan yang diterimanya sangat besar. Hal tersebut membuat daya tahan tubuhnya drop. Sekitar Oktober 2012 dia ikut menghadiri pernikahan salah seorang kerabat di Kuala Lumpur. “Karena tidak enak badan, saya check up ke dokter yang biasa menangani saya. Dokter mengatakan penyakit saya relaps (kambuh),” ungkap laki-laki kelahiran Samarinda, 21 Januari 1984 tersebut.
Hasil pemeriksaan menunjukkan kadar leukositnya di atas normal. Dokter menyarankan Iqbal melakukan transplantasi sumsum tulang belakang. Namun, dia bisa mendapatkan tindakan tersebut bila sudah mencapai tahap remisi. Dia pun kembali menjalani masa pengobatan di Kuala Lumpur.
Dua bulan di sana, Iqbal merasa jenuh dan ingin kembali ke Indonesia. Dia lalu dirawat di salah satu rumah sakit di Jakarta selama dua bulan. Tak kunjung mendapatkan tahap remisi, Iqbal yang merasa di titik nol memutuskan pergi liburan ke Pulau Dewata. Di Bali selama dua bulan malah membuat Iqbal benar-benar fresh.
“Mungkin karena merasa senang, daya tahan tubuh saya tidak drop,” ujar pengagum Sutradara Hanung Bramantyo dan Peter Berg tersebut. Buktinya, bila dalam sebulan Iqbal biasa membutuhkan tiga kali transfusi darah, saat di Bali dia hanya membutuhkan sekali transfusi.
Tapi, Iqbal menyadari bahwa dirinya tidak boleh berlama-lama di situ. Setelah itu dia memutuskan melakukan pengobatan di Surabaya. Apalagi, di Surabaya, Iqbal ditangani dokter yang merupakan orang tua teman akrabnya saat SMP dan SMA, yakni Prof dr Ami Ashariati SpPD-KHOM. Dia merasa menemukan banyak keluarga baru yang memberinya support untuk kembali sembuh. “Lagi pula, saya harus sembuh. Saya termotivasi oleh keluarga, orang-orang yang rela mendonorkan darahnya untuk saya,” ujarnya.
Kini, meski kondisi fisiknya masih naik turun, Iqbal tidak ingin hanya berpangku tangan. Bila kondisi fisiknya sedang fit, dia bakal menyempatkan diri untuk membaca novel-novel yang mungkin bisa dijadikan film. Yang tidak kalah penting adalah mempersiapkan film terbarunya yang berjudul Hati Borneo.
Uniknya, film yang dirancang sebelum dia sakit ini mengisahkan perjuangan seseorang yang menderita suatu penyakit. Sebelum Iqbal melalui semua proses diagnosis dan pengobatan, di ending cerita Iqbal menuliskan bahwa salah satu tokohnya meninggal dunia.
Menurut dia, cerita tersebut sempat dibaca oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan. Seusai membaca, Dahlan sempat bertanya kepada Iqbal mengenai alasannya membuat salah satu tokoh meninggal dunia. “Langsung saya jawab, bukankan pada akhirnya semua orang akan mati. Dan, Pak Dahlan hanya berkata, alangkah indahnya kalau mereka berdua diberi kesempatan untuk sama-sama hidup,” imbuh laki-laki yang saat kuliah pernah menjadi atlet sofbol tersebut.
Iqbal mengaku, setelah melalui proses ini dia baru mengerti maksud Dahlan. Apalagi, dia juga sudah merasakan perjuangan seseorang yang berpenyakit. Jadilah Iqbal mengubah skenario Hati Borneo. Selain itu, proses ini membuat Iqbal menjadi pribadi yang lebih terbuka. Menurut dia, nikmat saat sehat memang sangat terasa ketika sakit. “Kesehatan itu mahal harganya, memang klise. Tapi, inilah kenyataannya,” pungkasnya. (*)