26.7 C
Medan
Saturday, May 25, 2024

Buntut Kasus Rafael Alun, KPK Pelototi Harta Pejabat ASN

SUMUTPOS.CO – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menegaskan, KPK akan memelototi harta kekayaan setiap Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini setelah munculnya ketidakwajaran dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Alun Trisambodo.

Alex menduga, banyak pejabat ASN yang menyampaikan LHKPN tidak sesuai dengan kenyataannya. “Ini kebetulan ada satu peristiwa, sebetulnya banyak pejabat kita yang melaporkan harta kekayannya kalau kita lihat profilnya nggak match. Kalau kita lihat pekerjaan yang bersangkutan sebagai ASN nggak cocok,” kata Alex di Gedung ACLC KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (28/2).

Pimpinan KPK dua periode ini mengakui, mendapatkan informasi terkait pejabat-pejabat ASN yang kaya raya. Bahkan, pejabat yang memiliki jabatan rendah, tetapi harta kekayaannya melimpah.

“Jadi tidak hanya yang tinggi saja yang akan kita klarifikasi, termasuk yang kita duga yang melaporkan rendah, belum (tentu) benar juga. Kalau kita lihat posisinya sangat strategis tetapi laporannya sangat rendah, nilai cashnya di bawah Rp100 juta,” ucap Alex.

Oleh karena itu, Alex meminta partisipasi publik untuk mengungkapkan harta-harta ASN yang diduga mencurigakan atau tidak sesuai dengan pekerjaannya. Pasalnya, patut diduga mereka memperoleh kekayaannya dengan cara melawan hukum termasuk korupsi.

“KPK juga pernah punya pengalaman dari LHKPN dan dari PPATK, dimana kita mendapat transaksi yang mencurigakan atau terhadap aset-aset yang kemudian tidak dilaporkan yang kemudian kita klarifikasi, yang bersangkutan tidak bisa membuktikan asal kekayannya, itu menjadi indikasi atau refleksi terjadinya suatu penyimpangan dalam hal ini korupsi,” tegas Alex.

Sedangkan terkait transaksi janggal pejabat Dirjen Pajak Rafael Alun Trisambodo yang dilaporkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), KPK menyebut bisa menjadi bukti awal dugaan tindak pidana korupsi.

“Bisa saja (jadi bukti awal) dan KPK juga pernah punya pengalaman dari LHKPN dan dari PPATK di mana kita mendapat transaksi yang mencurigakan atau terhadap aset-aset yang kemudian tidak dilaporkan,” kata Alex.

Meski demikian Alex menegaskan bahwa Laporan Hasil Analisa (LHA) PPATK tidak bisa dijadikan acuan tunggal.

Pihaknya akan terlebih dahulu melakukan klarifikasi terhadap pihak terkait, apabila yang bersangkutan bisa membuktikan keabsahan transaksi tersebut, maka tidak ada yang perlu dipermasalahkan.

“Kemudian kita klarifikasi, kalau yang bersangkutan tidak bisa membuktikan asal strata kekayannya itu menjadi indikasi atau red flags terjadinya suatu penyimpangan, dalam hal ini korupsi,” ujarnya.

Terkait hal itu, pihak KPK telah menjadwalkan klarifikasi kepada Rafael Alun Trisambodo pada hari ini, Rabu (1/3). KPK telah memastikan yang bersangkutan telah menerima surat undangan dari KPK, namun belum menerima konfirmasi apakah yang bersangkutan akan memenuhi undangan tersebut.

Nama pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo menjadi perhatian publik, setelah putranya, Mario Dandy Satriyo (MDS) menjadi tersangka kasus penganiayaan terhadap David, putra dari salah seorang Pengurus Pusat GP Ansor, Jonathan Latumahina.

Kejadian tersebut membuat publik menyoroti gaya hidup mewah MDS yang kerap pamer kemewahan di media sosial dan berujung dengan sorotan masyarakat soal harta kekayaan RAT yang mencapai sekitar Rp56 miliar.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kemudian mencopot Rafael Alun Trisambodo dari jabatannya sebagai Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan II untuk mempermudah proses pemeriksaan harta kekayaannya. (jpc/ila)

SUMUTPOS.CO – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menegaskan, KPK akan memelototi harta kekayaan setiap Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal ini setelah munculnya ketidakwajaran dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Alun Trisambodo.

Alex menduga, banyak pejabat ASN yang menyampaikan LHKPN tidak sesuai dengan kenyataannya. “Ini kebetulan ada satu peristiwa, sebetulnya banyak pejabat kita yang melaporkan harta kekayannya kalau kita lihat profilnya nggak match. Kalau kita lihat pekerjaan yang bersangkutan sebagai ASN nggak cocok,” kata Alex di Gedung ACLC KPK, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (28/2).

Pimpinan KPK dua periode ini mengakui, mendapatkan informasi terkait pejabat-pejabat ASN yang kaya raya. Bahkan, pejabat yang memiliki jabatan rendah, tetapi harta kekayaannya melimpah.

“Jadi tidak hanya yang tinggi saja yang akan kita klarifikasi, termasuk yang kita duga yang melaporkan rendah, belum (tentu) benar juga. Kalau kita lihat posisinya sangat strategis tetapi laporannya sangat rendah, nilai cashnya di bawah Rp100 juta,” ucap Alex.

Oleh karena itu, Alex meminta partisipasi publik untuk mengungkapkan harta-harta ASN yang diduga mencurigakan atau tidak sesuai dengan pekerjaannya. Pasalnya, patut diduga mereka memperoleh kekayaannya dengan cara melawan hukum termasuk korupsi.

“KPK juga pernah punya pengalaman dari LHKPN dan dari PPATK, dimana kita mendapat transaksi yang mencurigakan atau terhadap aset-aset yang kemudian tidak dilaporkan yang kemudian kita klarifikasi, yang bersangkutan tidak bisa membuktikan asal kekayannya, itu menjadi indikasi atau refleksi terjadinya suatu penyimpangan dalam hal ini korupsi,” tegas Alex.

Sedangkan terkait transaksi janggal pejabat Dirjen Pajak Rafael Alun Trisambodo yang dilaporkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), KPK menyebut bisa menjadi bukti awal dugaan tindak pidana korupsi.

“Bisa saja (jadi bukti awal) dan KPK juga pernah punya pengalaman dari LHKPN dan dari PPATK di mana kita mendapat transaksi yang mencurigakan atau terhadap aset-aset yang kemudian tidak dilaporkan,” kata Alex.

Meski demikian Alex menegaskan bahwa Laporan Hasil Analisa (LHA) PPATK tidak bisa dijadikan acuan tunggal.

Pihaknya akan terlebih dahulu melakukan klarifikasi terhadap pihak terkait, apabila yang bersangkutan bisa membuktikan keabsahan transaksi tersebut, maka tidak ada yang perlu dipermasalahkan.

“Kemudian kita klarifikasi, kalau yang bersangkutan tidak bisa membuktikan asal strata kekayannya itu menjadi indikasi atau red flags terjadinya suatu penyimpangan, dalam hal ini korupsi,” ujarnya.

Terkait hal itu, pihak KPK telah menjadwalkan klarifikasi kepada Rafael Alun Trisambodo pada hari ini, Rabu (1/3). KPK telah memastikan yang bersangkutan telah menerima surat undangan dari KPK, namun belum menerima konfirmasi apakah yang bersangkutan akan memenuhi undangan tersebut.

Nama pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo menjadi perhatian publik, setelah putranya, Mario Dandy Satriyo (MDS) menjadi tersangka kasus penganiayaan terhadap David, putra dari salah seorang Pengurus Pusat GP Ansor, Jonathan Latumahina.

Kejadian tersebut membuat publik menyoroti gaya hidup mewah MDS yang kerap pamer kemewahan di media sosial dan berujung dengan sorotan masyarakat soal harta kekayaan RAT yang mencapai sekitar Rp56 miliar.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kemudian mencopot Rafael Alun Trisambodo dari jabatannya sebagai Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan II untuk mempermudah proses pemeriksaan harta kekayaannya. (jpc/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/