25 C
Medan
Tuesday, November 26, 2024
spot_img

Kapolri Diminta Mundur

AKBP Idha Endri Prastiono
AKBP Idha Endri Prastiono

SUMUTPOS.CO – Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, Kepolisian RI harus berjiwa besar melepas Anggota Polda Kalbar AKBP Idha Endri Prastiono dan Brigadir Kepala MP Harahap, jika memang keduanya terbukti ditangkap karena kasus narkoba di Negeri Jiran. Artinya, kata Neta, kedua anggota Polri itu bisa terkena hukum gantung sampai mati oleh pihak Malaysia.

“Menurut Pasal 39 B Undang-undang Antinarkotika Malaysia, para pembawa narkoba diancam hukuman gantung sampai mati,” kata Neta dalam keterangan tertulisnya, Senin (1/9). Dia menyatakan, kasus tertangkapnya dua anggota Polri Polis Diraja Malaysia harusnya membuat elit Polri malu dan mundur dari jabatannya.

“Kapolri dan Kapolda Kalbar harus mundur dari jabatannya. Apalagi kedua anggota Polri itu ditangkap karena diduga terlibat shabu sebanyak 6 kilogram,” ujar Neta.

IPW mendesak harus ada elit Polri yang bertanggungjawab dalam kasus penangkapan dua Anggota Polda Kalbar itu. Bagaimana pun, kata Neta, kepergian dua Anggota Polri itu ke Malaysia harus izin dan sepengetahuan atasan. “Tidak mungkin seorang Anggota Polri bisa pergi ke luar negeri dengan cara selonong boy tanpa izin atasan, apalagi yang pergi itu adalah perwira menengah berpangkat AKBP,” kata Neta.

Menurutnya pula, tindakan tegas diperlukan agar anggota Polri tidak terus menerus mempermalukan diri dan institusinya. Dia mengatakan, dari kasus penangkapan tersebut, para pimpinan Polri perlu makin memperketat dan mencermati bawahannya, terutama yang bersentuhan dengan tugas-tugas di bidang narkoba.

Neta menegaskan pengawasan internal dari atas ke bawah harus diperkuat. Ia menambahkan, atasan harus peduli dengan semua dinamika yang ada di jajarannya. “Sangat naif, jika seorang Kapolda tidak tahu ada pamennya yang pergi ke luar negeri, kemudian tertangkap polisi negara karena kasus narkoba,” papar dia. Lebih jauh Neta menyatakan bahwa kasus ini membuktikan bangsa Indonesia semakin dipecundangi narkoba dan aparatnya terlalu gampang diperbudak narkoba. “Gurihnya uang dari hasil bisnis narkoba telah menutup akal sehat banyak orang, terutama oknum aparat,” pungkas penulis buku ‘Jangan Bosan Mengkritik Polisi’ ini.

Penangkapan terhadap Perwira Menengah Polda Kalimantan Barat (nonjob) AKBP Idha Endri Prastiono dan Bripka MP Harahap yang bertugas di Polsek Entikong, Polres Sanggau, Kalimantan Barat mendapat kritik keras dari Komisi III DPR RI. Anggota Komisi III DPR, Desmond Junaidi Mahesa, menyebut kasus itu peringatan bagi Kapolri Jenderal Polisi Sutarman. “Berkaitan dengan itu harusnya Kapolri Sutarman mengintrospeksi diri. Sebenarnya itu warning atau peringatan agar kepolisian memperbaiki diri,” kata Desmon di Gedung DPR RI Jakarta. Lebih jauh, politisi Partai Gerindra ini menilai penangkapan ini bisa jadi sebuah pembenaran atas pernyataan Komisioner Kompolnas, Adrianus Meliala yang menyebut Bareskrim Polri menjadi “ATM pimpinan Polri”. Sehingga tinggal dibuktikan dari satuan kedua anggota Polri yang ditangkap Polisi Diraja Malaysia itu.

“Ini mengindikasikan dan tinggal kita buktikan yang terindikasi menyelundupkan siapa dan kesatuan apa? Kalau itu kesatuan Bareskrim, saya pikir yang disampaikan Kompolnas itu benar,” sebutnya. Jika begitu, Desmon memandang sudah jadi kebiasaan bagi oknum di Bareskrim Polri memanfaatkan celah-celah berbau ekonomi untuk mengumpulkan kekayaan dengan cara melanggar hukum. Hal itu menurutnya tidak saja dalam kasus narkoba tapi juga sektor lain. “Kalau kita mau jujur juga bagi anggota kepolisan di dekat tambang-tambang yang menjadi lingkungan Bareskrim pun yang mungkin saat ini belum rapih. “Jangan-jangan juga mereka itu pendukung-pendukung ilegal logging dan lainnya. Ini salah satu indikasi bahwa Bareskrim harus melakukan perbaikan,” tandasnya. (bbs/gib/deo)

AKBP Idha Endri Prastiono
AKBP Idha Endri Prastiono

SUMUTPOS.CO – Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, Kepolisian RI harus berjiwa besar melepas Anggota Polda Kalbar AKBP Idha Endri Prastiono dan Brigadir Kepala MP Harahap, jika memang keduanya terbukti ditangkap karena kasus narkoba di Negeri Jiran. Artinya, kata Neta, kedua anggota Polri itu bisa terkena hukum gantung sampai mati oleh pihak Malaysia.

“Menurut Pasal 39 B Undang-undang Antinarkotika Malaysia, para pembawa narkoba diancam hukuman gantung sampai mati,” kata Neta dalam keterangan tertulisnya, Senin (1/9). Dia menyatakan, kasus tertangkapnya dua anggota Polri Polis Diraja Malaysia harusnya membuat elit Polri malu dan mundur dari jabatannya.

“Kapolri dan Kapolda Kalbar harus mundur dari jabatannya. Apalagi kedua anggota Polri itu ditangkap karena diduga terlibat shabu sebanyak 6 kilogram,” ujar Neta.

IPW mendesak harus ada elit Polri yang bertanggungjawab dalam kasus penangkapan dua Anggota Polda Kalbar itu. Bagaimana pun, kata Neta, kepergian dua Anggota Polri itu ke Malaysia harus izin dan sepengetahuan atasan. “Tidak mungkin seorang Anggota Polri bisa pergi ke luar negeri dengan cara selonong boy tanpa izin atasan, apalagi yang pergi itu adalah perwira menengah berpangkat AKBP,” kata Neta.

Menurutnya pula, tindakan tegas diperlukan agar anggota Polri tidak terus menerus mempermalukan diri dan institusinya. Dia mengatakan, dari kasus penangkapan tersebut, para pimpinan Polri perlu makin memperketat dan mencermati bawahannya, terutama yang bersentuhan dengan tugas-tugas di bidang narkoba.

Neta menegaskan pengawasan internal dari atas ke bawah harus diperkuat. Ia menambahkan, atasan harus peduli dengan semua dinamika yang ada di jajarannya. “Sangat naif, jika seorang Kapolda tidak tahu ada pamennya yang pergi ke luar negeri, kemudian tertangkap polisi negara karena kasus narkoba,” papar dia. Lebih jauh Neta menyatakan bahwa kasus ini membuktikan bangsa Indonesia semakin dipecundangi narkoba dan aparatnya terlalu gampang diperbudak narkoba. “Gurihnya uang dari hasil bisnis narkoba telah menutup akal sehat banyak orang, terutama oknum aparat,” pungkas penulis buku ‘Jangan Bosan Mengkritik Polisi’ ini.

Penangkapan terhadap Perwira Menengah Polda Kalimantan Barat (nonjob) AKBP Idha Endri Prastiono dan Bripka MP Harahap yang bertugas di Polsek Entikong, Polres Sanggau, Kalimantan Barat mendapat kritik keras dari Komisi III DPR RI. Anggota Komisi III DPR, Desmond Junaidi Mahesa, menyebut kasus itu peringatan bagi Kapolri Jenderal Polisi Sutarman. “Berkaitan dengan itu harusnya Kapolri Sutarman mengintrospeksi diri. Sebenarnya itu warning atau peringatan agar kepolisian memperbaiki diri,” kata Desmon di Gedung DPR RI Jakarta. Lebih jauh, politisi Partai Gerindra ini menilai penangkapan ini bisa jadi sebuah pembenaran atas pernyataan Komisioner Kompolnas, Adrianus Meliala yang menyebut Bareskrim Polri menjadi “ATM pimpinan Polri”. Sehingga tinggal dibuktikan dari satuan kedua anggota Polri yang ditangkap Polisi Diraja Malaysia itu.

“Ini mengindikasikan dan tinggal kita buktikan yang terindikasi menyelundupkan siapa dan kesatuan apa? Kalau itu kesatuan Bareskrim, saya pikir yang disampaikan Kompolnas itu benar,” sebutnya. Jika begitu, Desmon memandang sudah jadi kebiasaan bagi oknum di Bareskrim Polri memanfaatkan celah-celah berbau ekonomi untuk mengumpulkan kekayaan dengan cara melanggar hukum. Hal itu menurutnya tidak saja dalam kasus narkoba tapi juga sektor lain. “Kalau kita mau jujur juga bagi anggota kepolisan di dekat tambang-tambang yang menjadi lingkungan Bareskrim pun yang mungkin saat ini belum rapih. “Jangan-jangan juga mereka itu pendukung-pendukung ilegal logging dan lainnya. Ini salah satu indikasi bahwa Bareskrim harus melakukan perbaikan,” tandasnya. (bbs/gib/deo)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/