25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Dugaan Korupsi Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang – Langsa, Kejagung Periksa Tiga Saksi

SUMUTPOS.CO – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus memproses seluruh perkara yang tengah mereka tangani. Termasuk diantaranya, perkara dugaan korupsi.

Di hari pertama kerja pada 2024, pen-yidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung langsung meneruskan penanganan perkara dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalur kereta api Besitang – Langsa.

Perkara korupsi itu diduga terjadi pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan medio 2017 – 2023. Kemarin (2/1) penyidik JAM Pidsus Kejagung memanggil tiga orang saksi. Mereka berasal dari unsur swasta dan pejabat negara.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana.

Ketut pun membeber ketiga saksi yang diperiksa dalam perkara tersebut. Mereka adalah Direktur PT Tiga Putra Mandiri Jaya berinisial ZZZ, Pejabat Pembuat Komitmen Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang – Langsa pada Balai Perkeretaapian Medan Tahun 2017 – 2019 berinisial AAS, dan satu saksi lain berinisial RMY. “RMY selaku Kepala Seksi Prasarana Balai Teknis Perkeretaapian Medan Tahun 2017,” jelasnya.

Selain itu, RMY juga merupakan Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang – Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan Tahun 2017 – 2023. Sebagaimana telah disampaikan oleh Kejagung, dalam proyek pembangunan jalur kereta dari Sumatera Utara ke Aceh itu adalah salah satu pekerjaan besar. Nilai proyeknya mencapai Rp1,3 triliun. Kejagung terus mendalami perkara dugaan korupsi tersebut.

ICW: IPK Indonesia Kembali Merosot

Tak seriusnya penanganan korupsi dan kinerja KPK yang memburuk membuat indeks persepsi korupsi (IPK) tanah air mengalami penurunan.

Kemerosotan semakin dalam sejak lima tahun terakhir akibat melempemnya pemberantasan korupsi dan pimpinan KPK tak lagi berintegritas. Melihat kondisi tersebut, Indonesia Corruption Watch pesimistis IPK Indonesia akan membaik. Mereka memprediksi angka akan kembali turun.

Hal itu disampaikan langsung oleh Peneliti Divisi Hukum ICW Diky Anandya kemarin (2/1).  “Dan melihat kecenderungan ini, kemungkinan besar hasil survei IPK 2023 akan makin turun dari tahun sebelumnya,” ucap Diky saat diwawancari oleh Jawa Pos (Grup Sumut Pos).

Menurut dia, kondisi tersebut tak lepas dari kebijakan penanganan korupsi di Indonesia yang semakin lemah dan tak serius.

Indikatornya bisa dilihat dari sejak diterbitkannya revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019. Sejak dibawah payung eksekutif, KPK makin melempem.

Tak hanya itu, payung hukum lewat UU yang menggembosi keberanian KPK tersebut juga berdampak pada integritas KPK. Yang terbaru, tentu ditetapkannya Ketua KPK Firli Bahuri atas kasus pemerasan.

Hasil capaian IPK pada 2022 juga menunjukkan selama sepuluh tahun, tak ada keseriusan dalam penanganan korupsi. Sebab, skor 34 di 2022 itu sama dengan skor IPK pada tahun 2014. “Artinya mandek. Bahwa bisa disebut sebagai kemerosotan,” paparnya. IPK tertinggi pernah dicapai pada 2019 dengan skor 40.

Untuk memperbaiki citra pemberantasan korupsi ke depan, pengembalian UU KPK menjadi salah satu poin. Dan tentu saja segera disahkannya RUU perampasan aset dan pemberantasan uang kartal. Ini akan menjadi barier kuat pemberantasan korupsi.

Utamanya RUU perampasan aset. ICW pernah mendata, kerugian negara akibat ulah koruptor di 2022 mencapai Rp48,6 triliun. Namun, yang berhasil dikembalikan ke negara dari uang yang dirampok itu hanya tujuh persen. “Artinya perampasan aset ini sangat lah penting,” pungkasnya. (elo/jpg/ila)

SUMUTPOS.CO – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus memproses seluruh perkara yang tengah mereka tangani. Termasuk diantaranya, perkara dugaan korupsi.

Di hari pertama kerja pada 2024, pen-yidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung langsung meneruskan penanganan perkara dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalur kereta api Besitang – Langsa.

Perkara korupsi itu diduga terjadi pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan medio 2017 – 2023. Kemarin (2/1) penyidik JAM Pidsus Kejagung memanggil tiga orang saksi. Mereka berasal dari unsur swasta dan pejabat negara.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana.

Ketut pun membeber ketiga saksi yang diperiksa dalam perkara tersebut. Mereka adalah Direktur PT Tiga Putra Mandiri Jaya berinisial ZZZ, Pejabat Pembuat Komitmen Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang – Langsa pada Balai Perkeretaapian Medan Tahun 2017 – 2019 berinisial AAS, dan satu saksi lain berinisial RMY. “RMY selaku Kepala Seksi Prasarana Balai Teknis Perkeretaapian Medan Tahun 2017,” jelasnya.

Selain itu, RMY juga merupakan Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang – Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan Tahun 2017 – 2023. Sebagaimana telah disampaikan oleh Kejagung, dalam proyek pembangunan jalur kereta dari Sumatera Utara ke Aceh itu adalah salah satu pekerjaan besar. Nilai proyeknya mencapai Rp1,3 triliun. Kejagung terus mendalami perkara dugaan korupsi tersebut.

ICW: IPK Indonesia Kembali Merosot

Tak seriusnya penanganan korupsi dan kinerja KPK yang memburuk membuat indeks persepsi korupsi (IPK) tanah air mengalami penurunan.

Kemerosotan semakin dalam sejak lima tahun terakhir akibat melempemnya pemberantasan korupsi dan pimpinan KPK tak lagi berintegritas. Melihat kondisi tersebut, Indonesia Corruption Watch pesimistis IPK Indonesia akan membaik. Mereka memprediksi angka akan kembali turun.

Hal itu disampaikan langsung oleh Peneliti Divisi Hukum ICW Diky Anandya kemarin (2/1).  “Dan melihat kecenderungan ini, kemungkinan besar hasil survei IPK 2023 akan makin turun dari tahun sebelumnya,” ucap Diky saat diwawancari oleh Jawa Pos (Grup Sumut Pos).

Menurut dia, kondisi tersebut tak lepas dari kebijakan penanganan korupsi di Indonesia yang semakin lemah dan tak serius.

Indikatornya bisa dilihat dari sejak diterbitkannya revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019. Sejak dibawah payung eksekutif, KPK makin melempem.

Tak hanya itu, payung hukum lewat UU yang menggembosi keberanian KPK tersebut juga berdampak pada integritas KPK. Yang terbaru, tentu ditetapkannya Ketua KPK Firli Bahuri atas kasus pemerasan.

Hasil capaian IPK pada 2022 juga menunjukkan selama sepuluh tahun, tak ada keseriusan dalam penanganan korupsi. Sebab, skor 34 di 2022 itu sama dengan skor IPK pada tahun 2014. “Artinya mandek. Bahwa bisa disebut sebagai kemerosotan,” paparnya. IPK tertinggi pernah dicapai pada 2019 dengan skor 40.

Untuk memperbaiki citra pemberantasan korupsi ke depan, pengembalian UU KPK menjadi salah satu poin. Dan tentu saja segera disahkannya RUU perampasan aset dan pemberantasan uang kartal. Ini akan menjadi barier kuat pemberantasan korupsi.

Utamanya RUU perampasan aset. ICW pernah mendata, kerugian negara akibat ulah koruptor di 2022 mencapai Rp48,6 triliun. Namun, yang berhasil dikembalikan ke negara dari uang yang dirampok itu hanya tujuh persen. “Artinya perampasan aset ini sangat lah penting,” pungkasnya. (elo/jpg/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/