26 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Sejak Awal CBD Sudah Salah

Bangunan di Sekitar Bandara tak Boleh Sembarangan

JAKARTA-Proyek pembangunan Central Bisnis Distrik (CBD) Polonia terancam buyar. Bukan hanya karena Perpres No 62 tahun 2011 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan (RTRK) Mebidangro mengamanatkan agar Bandara Polonia tetap berfungsi melayani penerbangan dalam dan luar negeri, serta sebagai pangkalan angkatan udara (LANUD).

Kalau pun seluruh penerbangan sipil dalam dan luar negeri nantinya dialihkan ke Bandara Kualanamu dan Bandara Polonia hanya menjadi LANUD, tetap saja proyek CBD terancam.

Anggota Komisi V DPR Ali Wongso Sinaga mengatakan, penerbangan TNI AU harus tetap mensyaratkan wilayah sekitar bandara aman untuk penerbangan. “Masalah bangunan di sekitar bandara tetap harus diatasi agar bisa menjamin keselamatan penerbangan. Kalau TNI AU tetap menggunakan Polonia, berarti ada pesawat keluar masuk, maka bangunan di sekitarnya tak boleh sembarangan,” ujar Ali Wongso Sinaga kepada koran ini, kemarin (2/12).

Politisi senior Partai Golkar yang duduk di komisi yang membidangi infrastruktur memperkirakan, TNI AU akan tetap menggunakan Polonia sebagai LANUD. Pasalnya, tanah Polonia memang milik TNI AU.

Sementara, terkait dengan Perpres 62 Tahun 2011, Ali Wongso mengaku belum tahu isinya apa. Yang jelas, lanjutnya, sebelum pembangunan CBD dilanjutkan, perlu ada pembicaraan dengan pihak TNI AU.  “Karena ini menyangkut persoalan, apa mungkin CBD itu berdampingan dengan pangkalan udara?” ujar Ali. Seperti diberitakan, Perpres 62 itu diyakini banyak kalangan akan mengubah rencana tata ruang Kota Medan yang disusun Pemko Medan.

Ketua Fraksi Partai Damai Sejahtera (PDS), Landen Marbun langsung mengomentari nasib pembangunan CBD Polonia. “Pemerintah Kota Medan harus tinjau ulang pembangunan CBD Polonia dengan menyesuaikan Perpres yang menjelaskan kalau Bandara Internasional Polonia tetap beroperasi seperti saat ini, walaupun Bandara Kualanamu selesai nanti,” kata Landen Marbun.

——
CBD, Proyek Gagal
Perpres No 62 tahun 2011 tentang RTRK Mebidangro yang diberlakukan 20 September 2011, dipastikan akan berdampak pada pembangunan di Medan, baik yang telah berjalan maupun yang sudah direncanakan.

Berbicara mengenai kaitan antara Perpres tersebut dengan pembangunan megaproyek Central Bussines District (CBD), Anggota Komisi A DPRD Sumut Sopar Siburian tidak sungkan menyebutkan bahwa CBD akan menjadi proyek gagal. “Dari sebelum pembangunan sebenarnya pembangunan CBD itu sudah menyalahi. Dengan adanya peraturan ini, maka CBD itu menjadi proyek gagal,” tegas politisi Fraksi Demokrat Sumut ini, kepada Sumut Pos, Jumat (2/12).

Penuturan tak kalah kritis  juga dikemukakan Anggota Komisi D DPRD Sumut Nurul Azhar. Dikatakannya, harus ada penyesuain antara pembangunan yang ada dengan masterplan RTRK. Bahkan, anggota DPRD Sumut dari Fraksi PPP ini mengemukakan, pembangunan yang ada jangan terkesan menghalalkan segala cara, sehingga meminggirkan kepentingan banyak pihak.
“Masterplan RTRK harus disesuaikan dengan adanya Perpres itu. Begitu juga dengan keberadaan CBD. Pengembang harus menangkap sinyal-sinyal tersebut. Jangan menghalalkan segala cara,” tukasnya.

——
Ketua Komisi D DPRD Medan, Parlaungan Simangungsong menuturkan sebaiknya pembangunan kawasan CBD dipending dulu dengan tujuan untuk keselamatan penerbangan di Bandara Polonia juga keselamatan warga sekitar. “Sebaiknya pembangunan CBD dipending dulu, sebab kalau mengacu pada Perpres ini tentu saja Bandara Polonia Medan tetap akan dioperasikan. Kalaupun pengoperasiannya untuk TNI AU, pasti tetap ada alat komunikasi seperti sinyal radar udara yang mengganggu keselamatan warga dan keselamatan penerbangan karena adanya bangunan tinggi di sekitar bandara,” terang Parlaungan.

Ditambahkannya, Pemko Medan tetap harus mengacu kepada aturan yang lebih tinggi yakni Perpres, jadi kalau Perpres sudah menyebutkan bandara Polonia dijadikan bandara pengumpul, seharusnya Pemko Medan dapat mempending pembangunan di kawasan Polonia. “Pemko harus mematuhi aturan tertinggi setelah UU adalah Perpres, makanya pembangunan di kawasan Polonia juga harus mengacu kepada Perpres itu,” terang Parlaungan.

Politisi Demokrat ini menegaskan harus memandang secara objektif aturan yang berlaku dan peraturan mana yang paling tinggi itu yang harus dilaksanakan. Kalau Kualanamu itu, sudah layak menjadi bandara kelas internasional karena sesuai dengan fungsinya.

“UU, produk hukum tertinggi dibawahnya ada Perpres atau Kepres, lalu ada Kepmen atau Permen hingga Perda atau Perwal. Itu produk hukum yang harus dipatuhi, mana aturan hukum yang paling tinggi itu saja yang harus dilaksanakan,” tegasnya.

Pemko: Jangan Salah Tafsir
Pemerintah Kota (Pemko) Medan mengimbau semua pihak untuk tidak buru-buru menginterpretasi dan menambil kesimpulan dari ayat-ayat yang tersirat dalam pasal Perpres 26/2011 menyatakan Bandara Polonia tidak dipindah.

“Sebab, dalam pasal itu tidak ada penegasan bahwa Bandara Polonia itu berada di inti kota, itu hanya pernafsiran beberapa pihak saja dan tidak berdasarkan bahasa hukum seperti Perpres 62/2011 itu,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Medan, Ir Syaiful Bahri di kantor Kota, kemarin siang.

Dikatakannya, pengoperasian Bandara Internasional Polonia Medan dan Bandara Internasional Kualanamu serupa seperti Bandara Halim Perdana Kusuma dan Bandara Sukarno-Hatta di Jakarta, salah tafsir. Pemko Medan menilai perpindahan Bandara Polonia tidak sama dengan Bandara Halim Perdana Kusuma yang tetap beroperasi sebagai bandara pertahanan militer nasional di Jakarta.
“Persoalan itu harus dipandang secara makro. Itu kan bahasa hukum yang terlampir dalam Perpres 62/2011 itu, harus dilihat dan dibaca ulang lagi secara detail. Itu kan penafsiran kita saja yang seperti itu, tidak ada tercantum bahwa Bandara Polonia tidak dipindahkan,” ucapnya.

Ditegaskannya, operasional Bandara Polonia itu harus dipindahkan seiring dengan mulai beroperasinya Bandara Internasional Kualanamu Deliserdang, sesuai mekanisme dan perkembangan pasar di Kota Medan.

“Jangan samakan kasusnya dengan operasional Bandara Polonia dengan Halim Perdana Kusuma di Jakarta. Itu berbeda kasus, Bandara Halim itu jauh dari inti kota dan berada di pinggiran bukan seperti Polonia yang berada di dekat inti Kota Medan,” ujarnya.

Kawasan Polonia yang merupakan kawasan hijau terbuka. Dengan pembangunan CBD, kawasan ini kemungkinan akan dialihkan peruntukannya menjadi kawasan tempat tinggal. Menanggai hal itu, Syaiful menjelaskan kalau semua itu sudah didesain CBD Polonia. “Semua kan sudah didesain di CBD yang mendukung kawasan terbuka hijau. Sesuai dengan perkembangan, bisa saja pindah Bandara Polonia dikawasan lain sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujarnya.

Hal yang sama juga disampaikan Sekretaris Fraksi PAN DPRD Medan Aripay Tambunan yang juga menilai Perpres 62/2011 itu baru diputuskan pada tahun 2011 sementara pembahasan mengenai Bandara Polonia dan Kualanamu sudah berlangsung di tahun-tahun jauh sebelumnya.

“Kenapa bisa mundur, masalah Kualanamu dan Polonia itu kan sudah menjadi persoalan pembahasan di tingkat nasional. Kalau saja Polonia tetap disana, infrastruktur tidak bisa tumbuh dengan baik. Itu bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi di Kota Medan. Dalam RTRW Kota Medan juga sudah jelas dinyatakan bahwa kawasan Polonia akan dijadikan sebagai pusat perkantoran dan bisnis,” jelasnya sembari menyatakan keputusan Perpres 62/2011 itu sendiri tidak menyahuti isu dan perkembangan pembangunan infastruktur kedaerahan khususnya Kota Medan.

Disinggung pernyataan Menteri Perhubungan (Menhub) RI, EE Mangindaan beberapa hari lalu saat meninjau persiapan Bandara Kualanamu, Aripay menilai mendukung pernyataan Menhub RI tersebut. “Dalam RTRW Kota Medan memang tidak disebutkan secara teknis mengenai Bandara Polonia, tapi nanti dalam RDTRK Kota Medan akan kita jelaskan secara teknis lagi,” kritisnya.

Sementara, Kepala Dinas tata Ruang tata bangunan (TRTB) Kota Medan, Syampurno Pohan menyatakan tetap akan mengeluarkan izin membangun (IMB) untuk kawasan Central Bussines District (CBD) Polonia. Meskipun, dalam Perpres Nomor 62 tahun 2011 tentang Mebidangro menetapkan kalau bandara Polonia Medan tidak dipindahkan ke bandara Kuala Namu, melainkan tetap difungsikan sebagai bandara Internasional.

“Dalam Perpres itu kan memang tidak jadi dipindah. Melainkan dipindah kalau sudah ada lokasi pengganti. Dan dalam Perpres itu Bandara Polonia sebagai bandara pembantu seperti Bandara Halim Perdana Kusumah. Jadi RTRW akan tetap, makanya izin CBD juga tetap akan kita proses,” jelasnya.

Diyakininya, kalau kawasan CBD yang sudah direncanakan sebagai kawasan pusat perdagangan di Medan serta menjadi pusat pemerintahan juga nantinya tidak akan mengganggu penerbangan yang dioperasikan bandara polonia Medan. “RTRW kita sudah jelas dan sudah ada Perdanya, jadi tidak akan diubah. Kawasan itu tetap akan menjadi kawasan CBD,” tegas Sampurno. (sam/ari/adl)

Bangunan di Sekitar Bandara tak Boleh Sembarangan

JAKARTA-Proyek pembangunan Central Bisnis Distrik (CBD) Polonia terancam buyar. Bukan hanya karena Perpres No 62 tahun 2011 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan (RTRK) Mebidangro mengamanatkan agar Bandara Polonia tetap berfungsi melayani penerbangan dalam dan luar negeri, serta sebagai pangkalan angkatan udara (LANUD).

Kalau pun seluruh penerbangan sipil dalam dan luar negeri nantinya dialihkan ke Bandara Kualanamu dan Bandara Polonia hanya menjadi LANUD, tetap saja proyek CBD terancam.

Anggota Komisi V DPR Ali Wongso Sinaga mengatakan, penerbangan TNI AU harus tetap mensyaratkan wilayah sekitar bandara aman untuk penerbangan. “Masalah bangunan di sekitar bandara tetap harus diatasi agar bisa menjamin keselamatan penerbangan. Kalau TNI AU tetap menggunakan Polonia, berarti ada pesawat keluar masuk, maka bangunan di sekitarnya tak boleh sembarangan,” ujar Ali Wongso Sinaga kepada koran ini, kemarin (2/12).

Politisi senior Partai Golkar yang duduk di komisi yang membidangi infrastruktur memperkirakan, TNI AU akan tetap menggunakan Polonia sebagai LANUD. Pasalnya, tanah Polonia memang milik TNI AU.

Sementara, terkait dengan Perpres 62 Tahun 2011, Ali Wongso mengaku belum tahu isinya apa. Yang jelas, lanjutnya, sebelum pembangunan CBD dilanjutkan, perlu ada pembicaraan dengan pihak TNI AU.  “Karena ini menyangkut persoalan, apa mungkin CBD itu berdampingan dengan pangkalan udara?” ujar Ali. Seperti diberitakan, Perpres 62 itu diyakini banyak kalangan akan mengubah rencana tata ruang Kota Medan yang disusun Pemko Medan.

Ketua Fraksi Partai Damai Sejahtera (PDS), Landen Marbun langsung mengomentari nasib pembangunan CBD Polonia. “Pemerintah Kota Medan harus tinjau ulang pembangunan CBD Polonia dengan menyesuaikan Perpres yang menjelaskan kalau Bandara Internasional Polonia tetap beroperasi seperti saat ini, walaupun Bandara Kualanamu selesai nanti,” kata Landen Marbun.

——
CBD, Proyek Gagal
Perpres No 62 tahun 2011 tentang RTRK Mebidangro yang diberlakukan 20 September 2011, dipastikan akan berdampak pada pembangunan di Medan, baik yang telah berjalan maupun yang sudah direncanakan.

Berbicara mengenai kaitan antara Perpres tersebut dengan pembangunan megaproyek Central Bussines District (CBD), Anggota Komisi A DPRD Sumut Sopar Siburian tidak sungkan menyebutkan bahwa CBD akan menjadi proyek gagal. “Dari sebelum pembangunan sebenarnya pembangunan CBD itu sudah menyalahi. Dengan adanya peraturan ini, maka CBD itu menjadi proyek gagal,” tegas politisi Fraksi Demokrat Sumut ini, kepada Sumut Pos, Jumat (2/12).

Penuturan tak kalah kritis  juga dikemukakan Anggota Komisi D DPRD Sumut Nurul Azhar. Dikatakannya, harus ada penyesuain antara pembangunan yang ada dengan masterplan RTRK. Bahkan, anggota DPRD Sumut dari Fraksi PPP ini mengemukakan, pembangunan yang ada jangan terkesan menghalalkan segala cara, sehingga meminggirkan kepentingan banyak pihak.
“Masterplan RTRK harus disesuaikan dengan adanya Perpres itu. Begitu juga dengan keberadaan CBD. Pengembang harus menangkap sinyal-sinyal tersebut. Jangan menghalalkan segala cara,” tukasnya.

——
Ketua Komisi D DPRD Medan, Parlaungan Simangungsong menuturkan sebaiknya pembangunan kawasan CBD dipending dulu dengan tujuan untuk keselamatan penerbangan di Bandara Polonia juga keselamatan warga sekitar. “Sebaiknya pembangunan CBD dipending dulu, sebab kalau mengacu pada Perpres ini tentu saja Bandara Polonia Medan tetap akan dioperasikan. Kalaupun pengoperasiannya untuk TNI AU, pasti tetap ada alat komunikasi seperti sinyal radar udara yang mengganggu keselamatan warga dan keselamatan penerbangan karena adanya bangunan tinggi di sekitar bandara,” terang Parlaungan.

Ditambahkannya, Pemko Medan tetap harus mengacu kepada aturan yang lebih tinggi yakni Perpres, jadi kalau Perpres sudah menyebutkan bandara Polonia dijadikan bandara pengumpul, seharusnya Pemko Medan dapat mempending pembangunan di kawasan Polonia. “Pemko harus mematuhi aturan tertinggi setelah UU adalah Perpres, makanya pembangunan di kawasan Polonia juga harus mengacu kepada Perpres itu,” terang Parlaungan.

Politisi Demokrat ini menegaskan harus memandang secara objektif aturan yang berlaku dan peraturan mana yang paling tinggi itu yang harus dilaksanakan. Kalau Kualanamu itu, sudah layak menjadi bandara kelas internasional karena sesuai dengan fungsinya.

“UU, produk hukum tertinggi dibawahnya ada Perpres atau Kepres, lalu ada Kepmen atau Permen hingga Perda atau Perwal. Itu produk hukum yang harus dipatuhi, mana aturan hukum yang paling tinggi itu saja yang harus dilaksanakan,” tegasnya.

Pemko: Jangan Salah Tafsir
Pemerintah Kota (Pemko) Medan mengimbau semua pihak untuk tidak buru-buru menginterpretasi dan menambil kesimpulan dari ayat-ayat yang tersirat dalam pasal Perpres 26/2011 menyatakan Bandara Polonia tidak dipindah.

“Sebab, dalam pasal itu tidak ada penegasan bahwa Bandara Polonia itu berada di inti kota, itu hanya pernafsiran beberapa pihak saja dan tidak berdasarkan bahasa hukum seperti Perpres 62/2011 itu,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Medan, Ir Syaiful Bahri di kantor Kota, kemarin siang.

Dikatakannya, pengoperasian Bandara Internasional Polonia Medan dan Bandara Internasional Kualanamu serupa seperti Bandara Halim Perdana Kusuma dan Bandara Sukarno-Hatta di Jakarta, salah tafsir. Pemko Medan menilai perpindahan Bandara Polonia tidak sama dengan Bandara Halim Perdana Kusuma yang tetap beroperasi sebagai bandara pertahanan militer nasional di Jakarta.
“Persoalan itu harus dipandang secara makro. Itu kan bahasa hukum yang terlampir dalam Perpres 62/2011 itu, harus dilihat dan dibaca ulang lagi secara detail. Itu kan penafsiran kita saja yang seperti itu, tidak ada tercantum bahwa Bandara Polonia tidak dipindahkan,” ucapnya.

Ditegaskannya, operasional Bandara Polonia itu harus dipindahkan seiring dengan mulai beroperasinya Bandara Internasional Kualanamu Deliserdang, sesuai mekanisme dan perkembangan pasar di Kota Medan.

“Jangan samakan kasusnya dengan operasional Bandara Polonia dengan Halim Perdana Kusuma di Jakarta. Itu berbeda kasus, Bandara Halim itu jauh dari inti kota dan berada di pinggiran bukan seperti Polonia yang berada di dekat inti Kota Medan,” ujarnya.

Kawasan Polonia yang merupakan kawasan hijau terbuka. Dengan pembangunan CBD, kawasan ini kemungkinan akan dialihkan peruntukannya menjadi kawasan tempat tinggal. Menanggai hal itu, Syaiful menjelaskan kalau semua itu sudah didesain CBD Polonia. “Semua kan sudah didesain di CBD yang mendukung kawasan terbuka hijau. Sesuai dengan perkembangan, bisa saja pindah Bandara Polonia dikawasan lain sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujarnya.

Hal yang sama juga disampaikan Sekretaris Fraksi PAN DPRD Medan Aripay Tambunan yang juga menilai Perpres 62/2011 itu baru diputuskan pada tahun 2011 sementara pembahasan mengenai Bandara Polonia dan Kualanamu sudah berlangsung di tahun-tahun jauh sebelumnya.

“Kenapa bisa mundur, masalah Kualanamu dan Polonia itu kan sudah menjadi persoalan pembahasan di tingkat nasional. Kalau saja Polonia tetap disana, infrastruktur tidak bisa tumbuh dengan baik. Itu bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi di Kota Medan. Dalam RTRW Kota Medan juga sudah jelas dinyatakan bahwa kawasan Polonia akan dijadikan sebagai pusat perkantoran dan bisnis,” jelasnya sembari menyatakan keputusan Perpres 62/2011 itu sendiri tidak menyahuti isu dan perkembangan pembangunan infastruktur kedaerahan khususnya Kota Medan.

Disinggung pernyataan Menteri Perhubungan (Menhub) RI, EE Mangindaan beberapa hari lalu saat meninjau persiapan Bandara Kualanamu, Aripay menilai mendukung pernyataan Menhub RI tersebut. “Dalam RTRW Kota Medan memang tidak disebutkan secara teknis mengenai Bandara Polonia, tapi nanti dalam RDTRK Kota Medan akan kita jelaskan secara teknis lagi,” kritisnya.

Sementara, Kepala Dinas tata Ruang tata bangunan (TRTB) Kota Medan, Syampurno Pohan menyatakan tetap akan mengeluarkan izin membangun (IMB) untuk kawasan Central Bussines District (CBD) Polonia. Meskipun, dalam Perpres Nomor 62 tahun 2011 tentang Mebidangro menetapkan kalau bandara Polonia Medan tidak dipindahkan ke bandara Kuala Namu, melainkan tetap difungsikan sebagai bandara Internasional.

“Dalam Perpres itu kan memang tidak jadi dipindah. Melainkan dipindah kalau sudah ada lokasi pengganti. Dan dalam Perpres itu Bandara Polonia sebagai bandara pembantu seperti Bandara Halim Perdana Kusumah. Jadi RTRW akan tetap, makanya izin CBD juga tetap akan kita proses,” jelasnya.

Diyakininya, kalau kawasan CBD yang sudah direncanakan sebagai kawasan pusat perdagangan di Medan serta menjadi pusat pemerintahan juga nantinya tidak akan mengganggu penerbangan yang dioperasikan bandara polonia Medan. “RTRW kita sudah jelas dan sudah ada Perdanya, jadi tidak akan diubah. Kawasan itu tetap akan menjadi kawasan CBD,” tegas Sampurno. (sam/ari/adl)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/