JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menemui Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD. Dalam pertemuan tersebut, mereka membahas kasus kerangkeng manusia di rumah pribadi eks bupati Langkat. Lewat pertemuan itu pula, LPSK menyampaikan hasil temuan mereka.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyampaikan, ada tiga poin penting yang disampaikan kepada Mahfud MD. Pertama, peristiwa yang terjadi selama 10 tahun dengan jumlah korban yang sangat banyak itu diduga kuat melibatkan banyak pihak. Hingga kini, belum jelas siapa saja tersangka dalam kasus tersebut. Padahal, kerangkeng itu ditemukan sejak 18 Januari 2022.
Poin kedua, lanjut Edwin, Kemenko Polhukam perlu mengambil langkah koordinasi dan memantau proses hukum yang sedang berjalan. Tujuannya, semua pihak yang terlibat dapat mempertanggungjawabkan perbuatan mereka.
LPSK juga mendorong agar dilakukan pendalaman atas dugaan penganiayaan, perampasan kemerdekaan, dan perdagangan orang. “Serta pembiaran peristiwa yang diduga telah berlangsung lama,” tegas Edwin. Poin ketiga, Kemenko Polhukam harus mendorong percepatan proses penegakan hukum dan pengungkapan perkara. Dia menekankan, seluruh korban kerangkeng manusia itu berhak atas restitusi.
LPSK turut menginvestigasi kasus tersebut. Hasilnya, ada 25 temuan. Mulai pengondisian masyarakat untuk mendukung keberadaan sel, tidak semua tahanan merupakan pecandu narkoba, hingga pembatasan kunjungan.
LPSK juga mendapati perlakuan orang dalam kerangkeng sebagai tahanan. Kemudian, para korban tinggal di kerangkeng dalam keadaan terkunci dan kegiatan peribadatan dibatasi. “LPSK juga menemukan para tahanan dipekerjakan tanpa upah di perusahaan sawit, ada dugaan pungutan, ada batas waktu penahanan selama 1,5 tahun,” paparnya.
Temuan lainnya, ada korban yang ditahan sampai empat tahun. Kemudian, ada dugaan keterlibatan anak bupati dan orang-orang dari organisasi tertentu. Edwin menambahkan, ada lebih dari satu personel TNI yang diduga terlibat. “Setidaknya ada lima oknum TNI yang terlibat. Nama, pangkat, dan kesatuan sudah di tangan LPSK,” tutur Edwin.
“Sudah LPSK sampaikan ke panglima TNI,” imbuhnya.
Terpisah, Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) I Bukit Barisan, Kolonel Inf Donald Erickson Silitonga, mengaku mendukung proses hukum terhadap prajurit TNI AD, yang diduga ikut terlibat dalam kasus tewasnya penghuni kerangkeng milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin-angin. Pihaknya juga masih menunggu hasil investigasi pihak kepolisian terkait temuan Komnas HAM soal dugaan keterlibatan oknum prajurit TNI AD tersebut. “Kodam I/BB mendukung terhadap proses hukum dan penegakan hukum (law supremacy) kepada siapapun prajurit TNI AD di jajarannya,” kata Kolonel Inf Donald Erickson Silitonga, Kamis (3/3) malam.
Dia mengubgkapkan, permasalahan tersebut masih dalam penanganan pihak kepolisian. “Apabila dalam penyidikan pihak kepolisian ada oknum TNI AD yang terlibat, pasti akan dilimpahkan ke Pomdam I/BB dan akan ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan dan mekanisme hukum yang berlaku,” tegasnya.
Menurut Donald, seluruh personel Kodam I/BB menjunjung tinggi hukum dan azas praduga tak bersalah. Proses hukum mengacu kepada pemenuhan alat bukti, berupa alat bukti dan keterangan saksi-saksi. “Bila alat bukti tersebut cukup dan mengarah kepada adanya keterlibatan oknum anggota TNI AD, akan kami tindak tegas sesuai ketentuan yang berlaku,” imbuhnya.
Adapun dalam penanganan masalah ini, lanjutnya, harus menghormati proses hukum yang sedang dijalankan oleh pihak Kepolisian. “Biar pihak Kepolisian bekerja sesuai aturan hukum yang ada. Kodam I/BB dan seluruh satuan jajaran dipastikan tidak akan mencampuri proses hukum yang berjalan. Kita yakinkan tidak ada intervensi dalam bentuk apa pun terhadap proses hukum,” tandasnya. (jpc/dwi)