25.6 C
Medan
Tuesday, May 14, 2024

85 Kepala Daerah Lengser Awal September, Jokowi Janji Penunjukan Pj Transparan

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sejumlah daerah melalui DPRD masing-masing mulai menyetorkan usulan nama calon penjabat (Pj) kepala daerah. Langkah tersebut merupakan bagian dari penunjukan 85 Pj mengingat masa jabatan 85 kepala daerah berakhir pada awal September.

DARI 85 daerah tersebut, dibutuhkan 10 Pj gubernur, termasuk di antaranya Gubernur Sumut, Gubernur Jawa Tengah (Jateng) dan Gubernur Jawa Barat (Jabar) yang masa jabatannya akan berakhir pada 5 September 2023.

Presiden Joko Widodo mengakui, usulan dari daerah sudah ada, termasuk dari Sumut, meski belum sampai ke dirinya. “Namanya saya belum tahu. Yang jelas tiga. Biasanya dari DPRD, dari bawah tiga,” ujarnya, Jumat (4/8).

Jokowi menjanjikan penunjukan Pj berlangsung transparan. “Apanya yang enggak akuntabel, apanya yang enggak transparan, masukannya dari bawah semua,” jelasnya.

Jokowi menegaskan, mekanisme penunjukan sudah ada. Nama yang diusulkan masuk ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dikaji sebelum terakhir diputuskan tim penilai akhir (TPA). “Semuanya terbuka,” katanya memastikan.

Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan menerangkan, penerimaan usulan dari daerah masih berlangsung. “Ditunggu sampai tanggal 9 (Agustus),” tuturnya.

Sesuai mekanisme yang diatur Peraturan Mendagri 4/2023, tiga nama usulan DPRD akan disandingkan dengan tiga nama usulan Mendagri bersama kementerian/lembaga lain.

Tiga di antara total enam nama itu akan dipilih berdasar kajian bersama untuk disam­paikan ke presiden.

Dalam kesempatan sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian menyebut satu nama akhir akan diputuskan presiden. Dalam mengambil keputusan, presiden bakal mempertimbangkan pembahasan di TPA yang diikuti para pejabat terkait. Tito memprediksi nama Pj gubernur sudah bisa diketahui akhir bulan nanti.

Untuk Pj bupati/wali kota, nama yang diusulkan kepada presiden lebih banyak. Selain masing-masing tiga nama dari DPRD dan Mendagri, ada tiga nama usulan gubernur.

Dalam lanskap tahun politik seperti sekarang ini, penunjukan Pj sebanyak itu tak pelak menjadi perhatian. Karena itu, banyak terdengar tuntutan keterbukaan.

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana termasuk yang mempertanyakan klaim transparansi pemerintah dalam memproses penunjukan Pj. Selama ini, lanjutnya, masyarakat hanya disodorkan Pj yang dipilih tanpa parameter yang bisa dilihat publik.

Kurnia menjelaskan, dasar untuk membuka informasi soal penetapan Pj sangat kuat. Terbaru, ada putusan Komisi Informasi (KI) nomor 007/I/KIP-PSI/2023 dalam gugatan yang dimenangkan ICW saat menuntut keterbukaan informasi tahun lalu.

Dalam putusannya, lanjut Kurnia, semua aturan hingga dokumen selama proses berlangsung semestinya bisa diakses publik.

Dokumen penjaringan, usulan dan saran, pertimbangan dalam sidang TPA, hingga rekam jejak Pj kepala daerah merupakan informasi terbuka. “Dan wajib memberikan dokumen-dokumen tersebut sepanjang tidak memuat data pribadi,” tuturnya kemarin.

Atas dasar itu, Kurnia menilai bahwa sudah tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menutupi prosesnya.

“Informasinya tetap harus dibuka dan diberikan dengan dapat menghitamkan bagian yang memuat data pribadi,” ujarnya.

Kurnia juga mengingatkan, akuntabilitas penunjukan Pj merupakan amanat banyak lembaga. Pada 2022, Ombudsman menyatakan bahwa tindakan Mendagri terbukti maladministrasi karena keliru menafsirkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam putusan 67/PUU-XIX/2021 dan 15/PUU-XX/2022, MK mengamanatkan pengangkatan Pj memerlukan aturan turunan sebagai pedoman pelaksanaan. Namun, yang dipilih bukan peraturan pemerintah, melainkan peraturan menteri dalam negeri. “Ini merupakan kekeliruan yang fatal,” tegasnya.

Di sisa waktu yang ada, Kurnia mendesak keterbukaan proses. “Juga menyiapkan regulasi yang lebih transparan, akuntabel, dan partisipatif,” katanya.

Diketahui, DPRD Sumut telah memutuskan tiga nama untuk diusulkan sebagai Panjabat (Pj) Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), kemarin.

Adapun ketiga nama tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Sumut Arief Sudarto Trinugroho, Deputi Penempatan dan Pelindungan Kawasan Amerika dan Pasifik BP2MI Lasro Simbolon, dan Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Safrizal ZA.

Pengamat Politik Sumatera Utara, Dr Arifin Saleh Siregar mengatakan, sulit untuk menebak siapa yang akan menjadi Pj Gubsu. Sebab, semua itu tergantung dari Kemendagri.

Bahkan, Kemendagri berhak untuk menunjuk nama lain di luar tiga nama yang telah diusulkan DPRD Sumut. “Penentuan Pj kepala daerah saat ini, termasuk Pj Gubernur agak berbeda dengan sebelum-sebelumnya.

Kali ini siapa yang akan dipilih dan diputuskan lembaga terkait, sulit ditebak. Bisa-bisa pun yang ditunjuk justru bukan nama yang diusulkan dari daerah (DPRD Sumut),” kata Arifin kepada Sumut Pos, Jumat (4/8).

Dikatakan Arifin, ketiga nama yang telah diusulkan DPRD Sumut adalah pejabat eselon I yang diyakini telah memenuhi persyaratan administrasi, termasuk soal kepangkatan mereka sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Arifin meyakini, Kemendagri akan memilih sosok yang memenuhi kriteria pemimpin sebagai Kepala Daerah tingkat Provinsi sebesar Sumatera Utara.

“Sebab ini kan soal kepemimpinan, soal tata kelola daerah, soal mengurus wilayah dengan 33 kabupaten/kota dan belasan juta penduduk. Soal Mengelola keuangan belasan triliun rupiah. Jadi siapa yang layak, tentunya harus yang memiliki kriteria sebagai pemimpin,” ujarnya.

Adapun kriteria kepemimpinan yang dimaksud adalah kemampuan dalam merapikan birokrasi, menata struktur, serta membangun pondasi baru yang kuat. “Pj Gubsu yang diangkat harus bisa merapikan birokrasi, menata struktur, dan membangun pondasi baru yang kuat. Sehingga, Gubsu terpilih nantinya tinggal melanjutkan,” katanya.

Kemudian, Pj Gubsu yang terpilih diharapkan dapat bersikap netral dan tidam berpihak kepada kepentingan-kepentingan tertentu.

Dan yang terpenting, Pj Gubsu yang ditunjuk harus paham bahwa dirinya merupakan seorang penjabat, bukan gubernur definitif.

“Artinya lagi, Pj yang akan diangkat tidak mengobok-obok, tidak menancapkan kepentingannya. Kemudian, Pj harus paham bahwa ia memang hanya sebagai Penjabat, bukan Gubernur defenitif piilihan rakyat,” tegasnya.

Untuk itu, sambung Arifin, Mendagri harus jeli dan cermat dalam menentukan Pj Gubsu, yakni Pj yang jauh dari kepentingan pribadi, kepentingan kelompok, termasuk kepentingan politik.

“Sehingga, Pj yang ditunjuk bisa menjawab isu-isu di masyarakat yang mulai terdengar, bahwa Pj-pj yang akan diangkat harus dekat dengan kelompok tertentu,” sambungnya.

Terakhir, Arifin beraharap agar Mendagri dapat tertib administrasi dan lebih tegas serta menjaga wibawa lembaga dengan menunjuk satu nama yang paling memenuhi kriteria.

Mendagri diharapkan dapat memilih secara kritis. Bahkan bila Mendagri menilai tidak ada satu pun dari tiga nama tersebut yang layak untuk ditunjuk sebagai Pj Gubsu, maka Mendagri berhak menolaknya.

“Melihat bahwa yang akan dipimpin adalah daerah yang dinamikanya tinggi dan termasuk provinsi besar, maka Mendagri juga harus lebih kritis dengan calon yang diusul. Jika menurut Mendagri tiga nama yang diusulkan tidak memenuhi kriteria, silakan menolaknya dan meminta nama lainnya,” pungkasnya. (far/lyn/c14/ttg/jpg/map/adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sejumlah daerah melalui DPRD masing-masing mulai menyetorkan usulan nama calon penjabat (Pj) kepala daerah. Langkah tersebut merupakan bagian dari penunjukan 85 Pj mengingat masa jabatan 85 kepala daerah berakhir pada awal September.

DARI 85 daerah tersebut, dibutuhkan 10 Pj gubernur, termasuk di antaranya Gubernur Sumut, Gubernur Jawa Tengah (Jateng) dan Gubernur Jawa Barat (Jabar) yang masa jabatannya akan berakhir pada 5 September 2023.

Presiden Joko Widodo mengakui, usulan dari daerah sudah ada, termasuk dari Sumut, meski belum sampai ke dirinya. “Namanya saya belum tahu. Yang jelas tiga. Biasanya dari DPRD, dari bawah tiga,” ujarnya, Jumat (4/8).

Jokowi menjanjikan penunjukan Pj berlangsung transparan. “Apanya yang enggak akuntabel, apanya yang enggak transparan, masukannya dari bawah semua,” jelasnya.

Jokowi menegaskan, mekanisme penunjukan sudah ada. Nama yang diusulkan masuk ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dikaji sebelum terakhir diputuskan tim penilai akhir (TPA). “Semuanya terbuka,” katanya memastikan.

Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan menerangkan, penerimaan usulan dari daerah masih berlangsung. “Ditunggu sampai tanggal 9 (Agustus),” tuturnya.

Sesuai mekanisme yang diatur Peraturan Mendagri 4/2023, tiga nama usulan DPRD akan disandingkan dengan tiga nama usulan Mendagri bersama kementerian/lembaga lain.

Tiga di antara total enam nama itu akan dipilih berdasar kajian bersama untuk disam­paikan ke presiden.

Dalam kesempatan sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian menyebut satu nama akhir akan diputuskan presiden. Dalam mengambil keputusan, presiden bakal mempertimbangkan pembahasan di TPA yang diikuti para pejabat terkait. Tito memprediksi nama Pj gubernur sudah bisa diketahui akhir bulan nanti.

Untuk Pj bupati/wali kota, nama yang diusulkan kepada presiden lebih banyak. Selain masing-masing tiga nama dari DPRD dan Mendagri, ada tiga nama usulan gubernur.

Dalam lanskap tahun politik seperti sekarang ini, penunjukan Pj sebanyak itu tak pelak menjadi perhatian. Karena itu, banyak terdengar tuntutan keterbukaan.

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana termasuk yang mempertanyakan klaim transparansi pemerintah dalam memproses penunjukan Pj. Selama ini, lanjutnya, masyarakat hanya disodorkan Pj yang dipilih tanpa parameter yang bisa dilihat publik.

Kurnia menjelaskan, dasar untuk membuka informasi soal penetapan Pj sangat kuat. Terbaru, ada putusan Komisi Informasi (KI) nomor 007/I/KIP-PSI/2023 dalam gugatan yang dimenangkan ICW saat menuntut keterbukaan informasi tahun lalu.

Dalam putusannya, lanjut Kurnia, semua aturan hingga dokumen selama proses berlangsung semestinya bisa diakses publik.

Dokumen penjaringan, usulan dan saran, pertimbangan dalam sidang TPA, hingga rekam jejak Pj kepala daerah merupakan informasi terbuka. “Dan wajib memberikan dokumen-dokumen tersebut sepanjang tidak memuat data pribadi,” tuturnya kemarin.

Atas dasar itu, Kurnia menilai bahwa sudah tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menutupi prosesnya.

“Informasinya tetap harus dibuka dan diberikan dengan dapat menghitamkan bagian yang memuat data pribadi,” ujarnya.

Kurnia juga mengingatkan, akuntabilitas penunjukan Pj merupakan amanat banyak lembaga. Pada 2022, Ombudsman menyatakan bahwa tindakan Mendagri terbukti maladministrasi karena keliru menafsirkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam putusan 67/PUU-XIX/2021 dan 15/PUU-XX/2022, MK mengamanatkan pengangkatan Pj memerlukan aturan turunan sebagai pedoman pelaksanaan. Namun, yang dipilih bukan peraturan pemerintah, melainkan peraturan menteri dalam negeri. “Ini merupakan kekeliruan yang fatal,” tegasnya.

Di sisa waktu yang ada, Kurnia mendesak keterbukaan proses. “Juga menyiapkan regulasi yang lebih transparan, akuntabel, dan partisipatif,” katanya.

Diketahui, DPRD Sumut telah memutuskan tiga nama untuk diusulkan sebagai Panjabat (Pj) Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), kemarin.

Adapun ketiga nama tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Sumut Arief Sudarto Trinugroho, Deputi Penempatan dan Pelindungan Kawasan Amerika dan Pasifik BP2MI Lasro Simbolon, dan Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Safrizal ZA.

Pengamat Politik Sumatera Utara, Dr Arifin Saleh Siregar mengatakan, sulit untuk menebak siapa yang akan menjadi Pj Gubsu. Sebab, semua itu tergantung dari Kemendagri.

Bahkan, Kemendagri berhak untuk menunjuk nama lain di luar tiga nama yang telah diusulkan DPRD Sumut. “Penentuan Pj kepala daerah saat ini, termasuk Pj Gubernur agak berbeda dengan sebelum-sebelumnya.

Kali ini siapa yang akan dipilih dan diputuskan lembaga terkait, sulit ditebak. Bisa-bisa pun yang ditunjuk justru bukan nama yang diusulkan dari daerah (DPRD Sumut),” kata Arifin kepada Sumut Pos, Jumat (4/8).

Dikatakan Arifin, ketiga nama yang telah diusulkan DPRD Sumut adalah pejabat eselon I yang diyakini telah memenuhi persyaratan administrasi, termasuk soal kepangkatan mereka sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Arifin meyakini, Kemendagri akan memilih sosok yang memenuhi kriteria pemimpin sebagai Kepala Daerah tingkat Provinsi sebesar Sumatera Utara.

“Sebab ini kan soal kepemimpinan, soal tata kelola daerah, soal mengurus wilayah dengan 33 kabupaten/kota dan belasan juta penduduk. Soal Mengelola keuangan belasan triliun rupiah. Jadi siapa yang layak, tentunya harus yang memiliki kriteria sebagai pemimpin,” ujarnya.

Adapun kriteria kepemimpinan yang dimaksud adalah kemampuan dalam merapikan birokrasi, menata struktur, serta membangun pondasi baru yang kuat. “Pj Gubsu yang diangkat harus bisa merapikan birokrasi, menata struktur, dan membangun pondasi baru yang kuat. Sehingga, Gubsu terpilih nantinya tinggal melanjutkan,” katanya.

Kemudian, Pj Gubsu yang terpilih diharapkan dapat bersikap netral dan tidam berpihak kepada kepentingan-kepentingan tertentu.

Dan yang terpenting, Pj Gubsu yang ditunjuk harus paham bahwa dirinya merupakan seorang penjabat, bukan gubernur definitif.

“Artinya lagi, Pj yang akan diangkat tidak mengobok-obok, tidak menancapkan kepentingannya. Kemudian, Pj harus paham bahwa ia memang hanya sebagai Penjabat, bukan Gubernur defenitif piilihan rakyat,” tegasnya.

Untuk itu, sambung Arifin, Mendagri harus jeli dan cermat dalam menentukan Pj Gubsu, yakni Pj yang jauh dari kepentingan pribadi, kepentingan kelompok, termasuk kepentingan politik.

“Sehingga, Pj yang ditunjuk bisa menjawab isu-isu di masyarakat yang mulai terdengar, bahwa Pj-pj yang akan diangkat harus dekat dengan kelompok tertentu,” sambungnya.

Terakhir, Arifin beraharap agar Mendagri dapat tertib administrasi dan lebih tegas serta menjaga wibawa lembaga dengan menunjuk satu nama yang paling memenuhi kriteria.

Mendagri diharapkan dapat memilih secara kritis. Bahkan bila Mendagri menilai tidak ada satu pun dari tiga nama tersebut yang layak untuk ditunjuk sebagai Pj Gubsu, maka Mendagri berhak menolaknya.

“Melihat bahwa yang akan dipimpin adalah daerah yang dinamikanya tinggi dan termasuk provinsi besar, maka Mendagri juga harus lebih kritis dengan calon yang diusul. Jika menurut Mendagri tiga nama yang diusulkan tidak memenuhi kriteria, silakan menolaknya dan meminta nama lainnya,” pungkasnya. (far/lyn/c14/ttg/jpg/map/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/