Kepada warga Sulsel yang baru dipulangkan, Syahrul berharap mereka tidak dicemooh. Mereka adalah korban. Mereka penuh semangat dan niat melaksanakan ibadah haji.
“Ke depan kita perlu memperketat pengawasan. Pemda kabupaten/kota, lakukan deteksi dini travel yang merusak itu. Warga pasti akan gampang tergoda, apalagi dengan jangka daftar tunggu yang sangat panjang,” katanya.
Seorang jamaah yang dipulangkan, Sessu Boda Widdin, warga Desa Makmur, Kecamatan Penrang, Kebupaten Wajo, Sulsel, terlihat sangat sedih. Matanya terus berkaca-kaca sejak tiba di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar.
Saat dilakukan penyambutan di ruang kedatangan khusus, rasa sedih yang dirasakan Sessu memuncak. Ia sesekali terlihat terisak sambil mengusap wajahnya. Perasaannya campur aduk. Sedih sekaligus bahagia bisa kembali ke tanah air. Ia pun masih ingat betul saat ditahan di Filipina.
Sessu mengaku tak tahu apa-apa. Ia sebatas ingin berhaji untuk menjalankan rukun Islam kelima. Selama ditahan, ia merasakan beratnya hidup. Sessu menceritakan, ia ditempatkan dalam kurangan sempit bersama 13 orang lainnya.
“Kami 14 orang dalam satu ruangan di penjara. Kami cuma pegang lutut sambil tidur, tidak bisa baring,” kisahnya sambil menyeka air mata.
Tak sebatas di penjara, ia juga sempat merasakan tinggal di Gereja selama empat hari. Di sana, ia tetap salat dan berdoa agar bisa pulang ke kampung halamannya. “Saya tidak pernah bicara dengan keluarga selama di sana,” ucapnya.
Sessu termasuk jamaah korban travel ilegal termakan iming-iming bisa berangkat haji secara cepat. Sejak empat tahun lalu, ia menyetor uang kepada pihak travel sebesar Rp120 juta. Nama travelnya, ia pun tak tahu.
“Saya diuruskan sama teman. Di Filipina, saya juga tidak tahu apa-apa. Kalau ada diurus, saya cuma beri (sidik jari) jempol tangan saya,” tuturnya.
Namun ia tak mau berpikir banyak lagi. Segala kesedihannya ia coba kubur dalam-dalam. Saat ditanya harapannya, ia cuma ingin segera kembali pulang ke rumah dan berkumpul bersama keluarganya. “Cukup Allah yang tahu, niat saya ingin pergi haji,” tutupnya.
Berbeda dengan Sessu, warga Sulsel lainnya yang dipulangkan dari Filipina, Agusnadi Muhammad Tahir mengaku cukup mendapat perlakuan baik selama di Filipina. Ia tak pernah merasakan susahnya di penjara.
“Kami ada beberapa orang memang ditempatkan di gereja. Beda dengan 47 teman lainnya yang memang dimasukkan ke dalam penjara,” kisahnya.
Warga asal Wajo ini berangkat ke Filipina sejak 21 Mei 2016 lalu. Ia pun mengakui diminta untuk mengurus beberapa berkas administrasi selama di sana.
“Tetapi saya tidak tahu apa-apa saja yang diurus itu. Saya tahunya itu untuk administrasi keberangkatan,” kata dia.
Ia pun mengaku membayar Rp126,7 juta untuk bisa berangkat. Sejak awal, ia tak dijelaskan akan melalui Filipina atau tidak. Agusnadi memilih jalur ini lantaran melihat beberapa warga di kampungnya yang sudah berhasil berhaji melalui jalur tersebut. Akhirnya, ia pun memberanikan diri lantaran ingin cepat-cepat menginjak Tanah Suci. (iad/jpg/adz)