25 C
Medan
Saturday, June 1, 2024

Wapres: Berpolitik, Keluar dari TNI

Foto: Doni Kurniawan/Banten Raya
(Ki-KA) : Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (dua dari kiri) salam komando dengan Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Ade Supandi, Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Madya (Marsdya) Hadi Tjahjanto, serta Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal Mulyono usai memimpin upacara penaburan bunga di atas KRI Soeharso 990 di Perairan Selat Sunda, Kota Cilegon, Banten, Selasa (3/10/2017). Selain merupakan rangkaian dari perayaan HUT ke-72 TNI tahun 2017, pemilihan tempat di Selat Sunda dikarenakan ditempat ini pula banyak prajurit TNI yang sangat mencintai Tanah Air Indonesia gugur dalam bertugas.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Jelang peringatan ulang tahun ke-72 TNI, hari ini (5/10), militer dinilai ingin kembali ke ranah politik. Wakil Presiden Jusuf Kalla memperingatkan anggota TNI yang ingin berpolitik praktis harus keluar terlebih dulu. Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menilai Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sedang menjalankan marketing military politic.

JK mengungkapkan istilah berpolitik memang agak bias. Lantaran bila ada orang yang memberikan pernyataan yang berbeda atau kontroversial langsung dianggap berpolitik. Dia membatasi politik praktis adalah keinginan untuk memilih dan dipilih. ”Jangan orang ngomong terus langsung (dianggap) berpolitik, jangan,” ujar JK di kantor Wakil Presiden, Rabu (4/10).

Namun, JK mengingatkan agar perangkat pemerintah seperti PNS dan TNI tidak boleh berpolitik praktis. Bila ingin dipilih tentu harus keluar terlebih dahulu. ”Kalau memang mau berpolitik praktis ya keluar dulu, kayak Agus (Agus Harimurti Yudhoyono, red). Bagus itu ‘kan,” puji JK.

Agus dengan pangkat terakhir Mayor akhirnya keluar dari TNI AD untuk mendaftar jadi calon Gubernur DKI Jakarta. Anak pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu kalah dalam persaingan dengan Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama pada putaran pertama Pilgub tersebut.

Sementara itu, Wakil Koordinator KontraS Bidang Strategi dan Mobilisasi Puri Kencana Putri menilai Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sedang menjalankan marketing militer politic. Gatot dianggap sedang menjual isu untuk membela TNI. ”Tapi masalahnya dia menggunakan retorika dan dia menggunakan bahasa politik,” ujar Puri di kantor KontraS, Rabu (4/10).

Dia menuturkan manuver Gatot dalam setahun terakhir ini diduga kuat sebagai indikasi TNI sedang mengembalikan dwi fungsi ABRI; militer sibuk berpolitik. Dia menyebut setidaknya ada delapan hal yang cukup menarik perhatian publik. Seperti kehadiran Gatot di Rapimnas Partai Golkar, perseteruan dengan Kemenhan soal pengelolaan anggaran, hingga instruksi panglima untuk menonton film G30S/PKI.

”Pertanyaan Kontras bukan ke Cilangkap atau ke Gatot. Tapi ke figur sipil untuk membuat kebijakan yang bisa membuat kontrol sipil bergigi pada militer,” tambah Puri. Dia berharap pemerintahan sipil di bawah Presiden Joko Widodo bisa lebih mampu mengendalikan militer.

Selain itu, KontraS juga mencatat masih banyak kekerasan yang melibatkan aparat militer. Sepanjang setahun terakhir ada 138 peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM. Sebanyak 15 orang tewas dan 124 orang luka-luka. Selain itu ada 63 orang sempat mengalami penangkapan sewenang-wenang. Sedangkan 61 orang lainnya mengalami kerugian lainnya akibat peristiwa tersebut.

”Jumlahnya memang cenderung turun dari tahun sebelumnya. Tapi turun itu perlu dilihat latar belakangnya,” kata Putri.

Dia menduga masyarkat sudah enggan mengadukan lagi karena tidak yakin persoalan bisa selesai. Selain itu, juga karena faktor jarak antara pemda dan pemerintah pusat. .  (jun/far/lum/tau/byu/jpg)

Foto: Doni Kurniawan/Banten Raya
(Ki-KA) : Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (dua dari kiri) salam komando dengan Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Ade Supandi, Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Madya (Marsdya) Hadi Tjahjanto, serta Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) Jenderal Mulyono usai memimpin upacara penaburan bunga di atas KRI Soeharso 990 di Perairan Selat Sunda, Kota Cilegon, Banten, Selasa (3/10/2017). Selain merupakan rangkaian dari perayaan HUT ke-72 TNI tahun 2017, pemilihan tempat di Selat Sunda dikarenakan ditempat ini pula banyak prajurit TNI yang sangat mencintai Tanah Air Indonesia gugur dalam bertugas.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Jelang peringatan ulang tahun ke-72 TNI, hari ini (5/10), militer dinilai ingin kembali ke ranah politik. Wakil Presiden Jusuf Kalla memperingatkan anggota TNI yang ingin berpolitik praktis harus keluar terlebih dulu. Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menilai Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sedang menjalankan marketing military politic.

JK mengungkapkan istilah berpolitik memang agak bias. Lantaran bila ada orang yang memberikan pernyataan yang berbeda atau kontroversial langsung dianggap berpolitik. Dia membatasi politik praktis adalah keinginan untuk memilih dan dipilih. ”Jangan orang ngomong terus langsung (dianggap) berpolitik, jangan,” ujar JK di kantor Wakil Presiden, Rabu (4/10).

Namun, JK mengingatkan agar perangkat pemerintah seperti PNS dan TNI tidak boleh berpolitik praktis. Bila ingin dipilih tentu harus keluar terlebih dahulu. ”Kalau memang mau berpolitik praktis ya keluar dulu, kayak Agus (Agus Harimurti Yudhoyono, red). Bagus itu ‘kan,” puji JK.

Agus dengan pangkat terakhir Mayor akhirnya keluar dari TNI AD untuk mendaftar jadi calon Gubernur DKI Jakarta. Anak pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu kalah dalam persaingan dengan Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama pada putaran pertama Pilgub tersebut.

Sementara itu, Wakil Koordinator KontraS Bidang Strategi dan Mobilisasi Puri Kencana Putri menilai Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sedang menjalankan marketing militer politic. Gatot dianggap sedang menjual isu untuk membela TNI. ”Tapi masalahnya dia menggunakan retorika dan dia menggunakan bahasa politik,” ujar Puri di kantor KontraS, Rabu (4/10).

Dia menuturkan manuver Gatot dalam setahun terakhir ini diduga kuat sebagai indikasi TNI sedang mengembalikan dwi fungsi ABRI; militer sibuk berpolitik. Dia menyebut setidaknya ada delapan hal yang cukup menarik perhatian publik. Seperti kehadiran Gatot di Rapimnas Partai Golkar, perseteruan dengan Kemenhan soal pengelolaan anggaran, hingga instruksi panglima untuk menonton film G30S/PKI.

”Pertanyaan Kontras bukan ke Cilangkap atau ke Gatot. Tapi ke figur sipil untuk membuat kebijakan yang bisa membuat kontrol sipil bergigi pada militer,” tambah Puri. Dia berharap pemerintahan sipil di bawah Presiden Joko Widodo bisa lebih mampu mengendalikan militer.

Selain itu, KontraS juga mencatat masih banyak kekerasan yang melibatkan aparat militer. Sepanjang setahun terakhir ada 138 peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM. Sebanyak 15 orang tewas dan 124 orang luka-luka. Selain itu ada 63 orang sempat mengalami penangkapan sewenang-wenang. Sedangkan 61 orang lainnya mengalami kerugian lainnya akibat peristiwa tersebut.

”Jumlahnya memang cenderung turun dari tahun sebelumnya. Tapi turun itu perlu dilihat latar belakangnya,” kata Putri.

Dia menduga masyarkat sudah enggan mengadukan lagi karena tidak yakin persoalan bisa selesai. Selain itu, juga karena faktor jarak antara pemda dan pemerintah pusat. .  (jun/far/lum/tau/byu/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/