30 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Nelayan Ikut Jual Solar Subsidi

Jebolnya kuota solar bersubsidi yang dialokasikan dalam APBN 2014 dipicu oleh maraknya penyelundupan BBM jenis itu di sejumlah wilayah di Tanah Air, termasuk Sumut yang dikategorikan red zone. KPK diminta turun tangan mengantisipasi kegiatan penyelundupan BBM subsidi yang sangat merugikan negara.

SOLAR: Antrean nelayan yang hendak membeli solar di SPBU yang terletak di Alang Lawas  kota Padang (Sumatera Barat), Rabu (6/8). //Syawal/Padang Ekspres/jpnn
SOLAR: Antrean nelayan yang hendak membeli solar di SPBU yang terletak di Alang Lawas kota Padang (Sumatera Barat), Rabu (6/8).
//Syawal/Padang Ekspres/jpnn

“SAYA tanya ke Pertamina, daerah mana saja yang rawan penyelundupan? Katanya Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Jambi dan Riau,” ujar Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomokepada wartawan di Jakarta, Selasa (5/8).

Menurut dia, wilayah-wilayah yang rawan penyelundupan merupakan daerah yang dekat dengan wilayah pertambangan dan perkebunan. “Jadi, selama ini memang banyak solar bersubsidi yang pemakaiannya disalahgunakan atau diselundupkan,” tegas dia.

Anggota Komisi VII DPR Nur Yasin berharap, lembaga yang dikomandoi Abraham Samad itu bisa menjerat aktor intektual penyelundup BBM subsidi. Menurutnya, persoalan energi merupakan bagian dari national interest yang masuk roadmap agenda pemberantasan korupsi KPK.

“Jika KPK mampu menjerat penyelundup BBM, itu akan memberi efek jera bagi pelaku dan aktor intelektual kejahatan ini,” tegasnya di Jakarta, kemarin.

Menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, sepanjang Januari-Oktober 2013 terdapat penyalahgunaan BBM sebesar 6.678 kiloliter (kl) atau setara dengan Rp 63,4 miliar. Angka itu belum termasuk di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya.

Yasin mengatakan, langkah yang dilakukan polisi selama ini masih sekadar pengungkapan dan penangkapan saja. Namun, itu tidak memberikan efek jera. Pelanggaran tetap saja marak, bahkan cenderung meningkat.

“Meskipun ada komisioner BPH Migas (Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi) yang berlatar belakang perwira tinggi TNI/Polri, lembaga itu tak mampu berbuat banyak,” katanya.

Anggota Komisi VII DPR Ali Kastela juga mendesak pemerintah serius menindak kasus penyelundupan BBM. Sebab, kasus itu telah terjadi di berbagai daerah di tanah air.

Sekretaris BPH Migas Djoko Siswanto mengaku penyelundupan BBM subsidi masih marak terjadi meski harganya sudah dinaikkan.

Berdasarkan data BPH Migas selama Januari hingga September 2013, Tim Satgas BPH Migas berhasil mengagalkan upaya penyalahgunaan BBM subsidi mencapai 6,8 juta liter lebih atau senilai Rp65 miliar lebih.

Djoko merinci, dari total 6,874 juta liter yang berhasil diamankan, BBM subsidi yang paling banyak disalahgunakan adalah solar.

Jumlah solar subsidi yang diselundupkan mencapai 6,131 juta liter atau senilai Rp57 miliar lebih, lalu minyak tanah 314 ribu liter senilai Rp2,9 miliar, premium 228 ribu liter dengan nilai Rp 2,1 miliar dam solar non subsidi 187 ribu liter senilai Rp1,7 miliar lebih.

Menurut dia, total kasus penyalahgunaan BBM subsidi dari Januari-September ini sudah mencapai 784 kasus. Paling banyak penangkapan terjadi pada Mei, yakni 120 kasus dan Juli 185 kasus.

Menanggapi desakan ini, Juru bicara KPK Johan Budi mengatakan, pihaknya tidak bisa ikut mengawasi atau menangkap langsung kegiatan penyelundupan BBM subsidi. KPK hanya bisa memberikan pencegahan dan rekomendasi kepada kementerian terkait.

“Kalau penangkapan pidana umum tugasnya polisi. Kita hanya bisa pencegahan dan rekomendasi saja,” ujar Johan kepada Rakyat Merdeka (grup Sumut Pos), kemarin.

Namun, menurut Johan, KPK juga tidak bisa memaksakan kementerian terkait untuk menindaklanjuti rekomendasi itu. “Kita baru bisa masuk ketika ditemukan adanya penyalahgunaan,” katanya.

Kendati begitu, Johan mengaku KPK tengah fokus membidik kasus korupsi di sektor migas, tambang dan sektor pangan. Tiga sektor tersebut menjadi fokus karena termasuk dalam roadmap KPK, yaitu menyentuh sektor yang menjadi kepentingan nasional.

“Dalam roadmap untuk pencegahan dan penindakan fokus pada sektor-sektor yang menjadi national interest (kepentingan nasional),” kata Johan.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, roadmap KPK yang masuk dalam cluster nasional adalah ketahanan pangan dan ketahanan energi.

Karena itu, KPK berkonsentrasi melakukan pencegahan supaya tidak menimbulkan kerugian negara.

Dijual ke Kapal Niaga Rp7.500 per Liter

Dari Medan, satu per satu akar permasalahan penyebab krisis bahan bakar minyak (BBM) jenis bio solar terus terendus. Selain maraknya terjadi penyalahgunaan seperti penimbunan dan penampungan di darat, upaya penyelundupan bio solar bersubsidi juga merambah ke tengah laut. Sekelompok mafia di pesisir pantai utara Kota Medan diduga ikut berperan dalam memasok solar ilegal ke kapal-kapal niaga.

Dari penelusuran Sumut Pos, Rabu (6/8) kemarin, aktivitas ‘menjarah’ dan menimbun bio solar bersubsidi di darat, untuk kembali dijual ke tengah laut dan kapal niaga dengan harga dibawah harga eceran tertinggi (HET) industri oleh oknum kelompok tertentu sepertinya berlangsung cukup lama, tanpa mendapat kesulitan dari aparat penegak hukum.

Dengan menggunakan jasa perahu bermesin milik nelayan, penelusuran dimulai dari kawasan perkampungan padat penduduk yang berada dipinggir pantai Sungai Nonang Pajak Baru, Gudang Arang hingga menuju ke Belawan Lama Kecamatan Medan Belawan. Semula, di pinggiran laut Belawan hanya tampak bangunan rumah-rumah kumuh nelayan maupun gudang-gudang milik pengusaha kapal ikan.

“Di tempat ini ada juga beberapa gudang tapi bukan bergerak di bidang usaha perikanan, melainkan menimbun solar untuk di jual ke kapal-kapal di tengah laut,” sebut Saleh (40), nelayan pemilik boat (perahu bermesin, Red) yang ditumpangi Sumut Pos.

Sambil memegang kemudi perahu, pria bertubuh kurus ini membawa boatnya melintas dan menyusuri ke lokasi gudang yang disebutkannya tadi. Berselang sepuluh menit kemudian atau tak jauh dari tempat kapal toag boat pertamina berlabuh jangkar perahu bermesin yang dinakhodainya mulai berjalan menepi dan menuju ke sebuah gudang tertutup, tak jauh dari dermaga teransportasi penyeberangan ASDP Dinas Perhubungan (Dishub) Sumatera Utara.

“Itu salah satu gudang penimbunan BBM berkedok gudang ikan, di situ juga ada tangkahan khususnya. Tapi, tidak sembarang orang bisa masuk ke gudang tersebut,” ujarnya.

Menurut pria yang akrab disapa dengan sebutan Uncu ini, lokasi gudang milik warga sipil berinisial HS yang diapit oleh permukiman nelayan, kerap memasok berton-ton bio solar ke kapal ikan maupun kapal niaga di tengah laut Belawan.

“Yang punya usaha itu bukan orang sembarangan, gudangnya saja dijaga pria berbadan tegap. Nggak cuma itu, bisnisnya juga mempunyai badan usaha. Biasanya dia beli solar dengan harga Rp4.800-Rp5.000 per liter yang diantar langsung ke gudang itu,” celoteh Uncu.

Tak hanya di tempat ini, pria berkulit hitam itu membawa Sumut Pos ke Perairan Bagan Deli, Belawan. Tidak jauh berbeda dengan kondisi sebelumnya, lokasi usaha bio solar ilegal yang diduga mendapat pasokan dari hasil penyalahgunaan BBM subsidi milik nelayan tersebut juga diselewengkan ke tengah laut.

“Modus permainannya serupa, cuma di sini kebanyakan solar nelayan yang diselewengkan. Kalau di gudang yang tadi, pasokan solar didapat dari berbagai tempat lalu dibawa ke gudang menggunakan mobil pikap ataau truk tangki,” katanya.

Dalam melakukan penjualan solar yang sebelumnya ditimbun, pemilik usaha yang memanfaatkan jasa tenaga kerja dari warga setempat biasanya beroperasi menjelang sore hingga malam hari. Dengan menggunakan kapal ikan yang telah dimodifikasi, pasokan solar ilegal itu selanjutnya dipasokan ke pemesan.

“Sistem penyalurannya nggak jauh berbeda dengan kapal banker resmi Pertamina. Begitu kapal yang dituju tiba, selang panjang dikeluarkan dan diarahkan ke kapal pemesan. Selanjutnya, solar dari kapal ikan berisi BBM disedot menggunakan mesin penghisap yang telah dipersiapkan,” bebernya.

Soal harga, jelas berbeda dan relatif lebih murah. Untuk kapal yang biasanya membeli solar dengan harga industri atau Rp9.000 per liter, tapi di perusahaan bangker BBM diduga tak resmi tersebut per liter solar bisa ditebus seharga Rp7.500 hingga Rp8.000 per liternya.

“Banyak juga perusahaan keagenan kapal atau pemilik kapal yang memesan solar dari lokasi-lokasi ilegal seperti ini. Mungkin, selain harganya murah, proses birokrasinya juga tidak terlalu sulit,” ungkap Uncu.

Meski hasil dari berbisnis BBM cukup menggiurkan dengan hasil untung lumayan, pemilik usaha tetap harus membayar ‘upeti’ kepada oknum-oknum petugas.”Ya, namanya bisnis gelap, oknum petugas yang tahu mesti disiram (suap). Kalau tidak jangan harap bisnisnya bisa lancar,” lanjutnya.

Lebih Murah di Laut

Usai menuju beberapa lokasi penimbunan dan pendistribusi solar ilegal di pesisir pantai sebelah utara Kota Medan, Uncu membawa Sumut Pos ke Perairan Bouy 3 Belawan. Setelah menempuh hampir dua jam perjalanan, akhirnya tiba di laut tempat puluhan kapal niaga berlabuh jangkar menunggu jadwal sandar ke dermaga Pelabuhan Belawan.

“Selain di perairan tadi, di sekitar laut ini terkadang ada juga kapal-kapal besi yang ‘kencing’ solar. Penampung solarnya juga mereka, soal harga biasanya dibeli dengan harga Rp4.000 sampai Rp4.500 per liter. Setelah ditimbun lalu dijual lagi, memang harga solar di laut lebih murah dari di darat,” ujarnya.

Setelah berkeliling disekitar Perairan Bouy 3 Belawan, kami selanjutnya menuju pulang ke tangkahan Sungai Deli, Belawan. Dalam perjalanan, Uncu mengungkap maraknya bisnis solar ilegal ini tidak lepas dari bermunculannya lokasi-lokasi penampungan BBM ilegal di darat khususnya yang berada di utara Kota Medan.

“Coba lihat sekarang, lokasi penampungan solar ilegal kian banyak. Bahkan, di Marelan yang dulunya tidak terlalu ramai, sekarang usaha-usaha seperti itu kian menjamur, dan minyak dari SPBU maupun SPBN AKR sebagian juga diselewengkan dan dijual ke tengah laut,” jelasnya. (bbs/val/rul/rbb)

Jebolnya kuota solar bersubsidi yang dialokasikan dalam APBN 2014 dipicu oleh maraknya penyelundupan BBM jenis itu di sejumlah wilayah di Tanah Air, termasuk Sumut yang dikategorikan red zone. KPK diminta turun tangan mengantisipasi kegiatan penyelundupan BBM subsidi yang sangat merugikan negara.

SOLAR: Antrean nelayan yang hendak membeli solar di SPBU yang terletak di Alang Lawas  kota Padang (Sumatera Barat), Rabu (6/8). //Syawal/Padang Ekspres/jpnn
SOLAR: Antrean nelayan yang hendak membeli solar di SPBU yang terletak di Alang Lawas kota Padang (Sumatera Barat), Rabu (6/8).
//Syawal/Padang Ekspres/jpnn

“SAYA tanya ke Pertamina, daerah mana saja yang rawan penyelundupan? Katanya Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Jambi dan Riau,” ujar Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomokepada wartawan di Jakarta, Selasa (5/8).

Menurut dia, wilayah-wilayah yang rawan penyelundupan merupakan daerah yang dekat dengan wilayah pertambangan dan perkebunan. “Jadi, selama ini memang banyak solar bersubsidi yang pemakaiannya disalahgunakan atau diselundupkan,” tegas dia.

Anggota Komisi VII DPR Nur Yasin berharap, lembaga yang dikomandoi Abraham Samad itu bisa menjerat aktor intektual penyelundup BBM subsidi. Menurutnya, persoalan energi merupakan bagian dari national interest yang masuk roadmap agenda pemberantasan korupsi KPK.

“Jika KPK mampu menjerat penyelundup BBM, itu akan memberi efek jera bagi pelaku dan aktor intelektual kejahatan ini,” tegasnya di Jakarta, kemarin.

Menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, sepanjang Januari-Oktober 2013 terdapat penyalahgunaan BBM sebesar 6.678 kiloliter (kl) atau setara dengan Rp 63,4 miliar. Angka itu belum termasuk di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya.

Yasin mengatakan, langkah yang dilakukan polisi selama ini masih sekadar pengungkapan dan penangkapan saja. Namun, itu tidak memberikan efek jera. Pelanggaran tetap saja marak, bahkan cenderung meningkat.

“Meskipun ada komisioner BPH Migas (Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi) yang berlatar belakang perwira tinggi TNI/Polri, lembaga itu tak mampu berbuat banyak,” katanya.

Anggota Komisi VII DPR Ali Kastela juga mendesak pemerintah serius menindak kasus penyelundupan BBM. Sebab, kasus itu telah terjadi di berbagai daerah di tanah air.

Sekretaris BPH Migas Djoko Siswanto mengaku penyelundupan BBM subsidi masih marak terjadi meski harganya sudah dinaikkan.

Berdasarkan data BPH Migas selama Januari hingga September 2013, Tim Satgas BPH Migas berhasil mengagalkan upaya penyalahgunaan BBM subsidi mencapai 6,8 juta liter lebih atau senilai Rp65 miliar lebih.

Djoko merinci, dari total 6,874 juta liter yang berhasil diamankan, BBM subsidi yang paling banyak disalahgunakan adalah solar.

Jumlah solar subsidi yang diselundupkan mencapai 6,131 juta liter atau senilai Rp57 miliar lebih, lalu minyak tanah 314 ribu liter senilai Rp2,9 miliar, premium 228 ribu liter dengan nilai Rp 2,1 miliar dam solar non subsidi 187 ribu liter senilai Rp1,7 miliar lebih.

Menurut dia, total kasus penyalahgunaan BBM subsidi dari Januari-September ini sudah mencapai 784 kasus. Paling banyak penangkapan terjadi pada Mei, yakni 120 kasus dan Juli 185 kasus.

Menanggapi desakan ini, Juru bicara KPK Johan Budi mengatakan, pihaknya tidak bisa ikut mengawasi atau menangkap langsung kegiatan penyelundupan BBM subsidi. KPK hanya bisa memberikan pencegahan dan rekomendasi kepada kementerian terkait.

“Kalau penangkapan pidana umum tugasnya polisi. Kita hanya bisa pencegahan dan rekomendasi saja,” ujar Johan kepada Rakyat Merdeka (grup Sumut Pos), kemarin.

Namun, menurut Johan, KPK juga tidak bisa memaksakan kementerian terkait untuk menindaklanjuti rekomendasi itu. “Kita baru bisa masuk ketika ditemukan adanya penyalahgunaan,” katanya.

Kendati begitu, Johan mengaku KPK tengah fokus membidik kasus korupsi di sektor migas, tambang dan sektor pangan. Tiga sektor tersebut menjadi fokus karena termasuk dalam roadmap KPK, yaitu menyentuh sektor yang menjadi kepentingan nasional.

“Dalam roadmap untuk pencegahan dan penindakan fokus pada sektor-sektor yang menjadi national interest (kepentingan nasional),” kata Johan.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, roadmap KPK yang masuk dalam cluster nasional adalah ketahanan pangan dan ketahanan energi.

Karena itu, KPK berkonsentrasi melakukan pencegahan supaya tidak menimbulkan kerugian negara.

Dijual ke Kapal Niaga Rp7.500 per Liter

Dari Medan, satu per satu akar permasalahan penyebab krisis bahan bakar minyak (BBM) jenis bio solar terus terendus. Selain maraknya terjadi penyalahgunaan seperti penimbunan dan penampungan di darat, upaya penyelundupan bio solar bersubsidi juga merambah ke tengah laut. Sekelompok mafia di pesisir pantai utara Kota Medan diduga ikut berperan dalam memasok solar ilegal ke kapal-kapal niaga.

Dari penelusuran Sumut Pos, Rabu (6/8) kemarin, aktivitas ‘menjarah’ dan menimbun bio solar bersubsidi di darat, untuk kembali dijual ke tengah laut dan kapal niaga dengan harga dibawah harga eceran tertinggi (HET) industri oleh oknum kelompok tertentu sepertinya berlangsung cukup lama, tanpa mendapat kesulitan dari aparat penegak hukum.

Dengan menggunakan jasa perahu bermesin milik nelayan, penelusuran dimulai dari kawasan perkampungan padat penduduk yang berada dipinggir pantai Sungai Nonang Pajak Baru, Gudang Arang hingga menuju ke Belawan Lama Kecamatan Medan Belawan. Semula, di pinggiran laut Belawan hanya tampak bangunan rumah-rumah kumuh nelayan maupun gudang-gudang milik pengusaha kapal ikan.

“Di tempat ini ada juga beberapa gudang tapi bukan bergerak di bidang usaha perikanan, melainkan menimbun solar untuk di jual ke kapal-kapal di tengah laut,” sebut Saleh (40), nelayan pemilik boat (perahu bermesin, Red) yang ditumpangi Sumut Pos.

Sambil memegang kemudi perahu, pria bertubuh kurus ini membawa boatnya melintas dan menyusuri ke lokasi gudang yang disebutkannya tadi. Berselang sepuluh menit kemudian atau tak jauh dari tempat kapal toag boat pertamina berlabuh jangkar perahu bermesin yang dinakhodainya mulai berjalan menepi dan menuju ke sebuah gudang tertutup, tak jauh dari dermaga teransportasi penyeberangan ASDP Dinas Perhubungan (Dishub) Sumatera Utara.

“Itu salah satu gudang penimbunan BBM berkedok gudang ikan, di situ juga ada tangkahan khususnya. Tapi, tidak sembarang orang bisa masuk ke gudang tersebut,” ujarnya.

Menurut pria yang akrab disapa dengan sebutan Uncu ini, lokasi gudang milik warga sipil berinisial HS yang diapit oleh permukiman nelayan, kerap memasok berton-ton bio solar ke kapal ikan maupun kapal niaga di tengah laut Belawan.

“Yang punya usaha itu bukan orang sembarangan, gudangnya saja dijaga pria berbadan tegap. Nggak cuma itu, bisnisnya juga mempunyai badan usaha. Biasanya dia beli solar dengan harga Rp4.800-Rp5.000 per liter yang diantar langsung ke gudang itu,” celoteh Uncu.

Tak hanya di tempat ini, pria berkulit hitam itu membawa Sumut Pos ke Perairan Bagan Deli, Belawan. Tidak jauh berbeda dengan kondisi sebelumnya, lokasi usaha bio solar ilegal yang diduga mendapat pasokan dari hasil penyalahgunaan BBM subsidi milik nelayan tersebut juga diselewengkan ke tengah laut.

“Modus permainannya serupa, cuma di sini kebanyakan solar nelayan yang diselewengkan. Kalau di gudang yang tadi, pasokan solar didapat dari berbagai tempat lalu dibawa ke gudang menggunakan mobil pikap ataau truk tangki,” katanya.

Dalam melakukan penjualan solar yang sebelumnya ditimbun, pemilik usaha yang memanfaatkan jasa tenaga kerja dari warga setempat biasanya beroperasi menjelang sore hingga malam hari. Dengan menggunakan kapal ikan yang telah dimodifikasi, pasokan solar ilegal itu selanjutnya dipasokan ke pemesan.

“Sistem penyalurannya nggak jauh berbeda dengan kapal banker resmi Pertamina. Begitu kapal yang dituju tiba, selang panjang dikeluarkan dan diarahkan ke kapal pemesan. Selanjutnya, solar dari kapal ikan berisi BBM disedot menggunakan mesin penghisap yang telah dipersiapkan,” bebernya.

Soal harga, jelas berbeda dan relatif lebih murah. Untuk kapal yang biasanya membeli solar dengan harga industri atau Rp9.000 per liter, tapi di perusahaan bangker BBM diduga tak resmi tersebut per liter solar bisa ditebus seharga Rp7.500 hingga Rp8.000 per liternya.

“Banyak juga perusahaan keagenan kapal atau pemilik kapal yang memesan solar dari lokasi-lokasi ilegal seperti ini. Mungkin, selain harganya murah, proses birokrasinya juga tidak terlalu sulit,” ungkap Uncu.

Meski hasil dari berbisnis BBM cukup menggiurkan dengan hasil untung lumayan, pemilik usaha tetap harus membayar ‘upeti’ kepada oknum-oknum petugas.”Ya, namanya bisnis gelap, oknum petugas yang tahu mesti disiram (suap). Kalau tidak jangan harap bisnisnya bisa lancar,” lanjutnya.

Lebih Murah di Laut

Usai menuju beberapa lokasi penimbunan dan pendistribusi solar ilegal di pesisir pantai sebelah utara Kota Medan, Uncu membawa Sumut Pos ke Perairan Bouy 3 Belawan. Setelah menempuh hampir dua jam perjalanan, akhirnya tiba di laut tempat puluhan kapal niaga berlabuh jangkar menunggu jadwal sandar ke dermaga Pelabuhan Belawan.

“Selain di perairan tadi, di sekitar laut ini terkadang ada juga kapal-kapal besi yang ‘kencing’ solar. Penampung solarnya juga mereka, soal harga biasanya dibeli dengan harga Rp4.000 sampai Rp4.500 per liter. Setelah ditimbun lalu dijual lagi, memang harga solar di laut lebih murah dari di darat,” ujarnya.

Setelah berkeliling disekitar Perairan Bouy 3 Belawan, kami selanjutnya menuju pulang ke tangkahan Sungai Deli, Belawan. Dalam perjalanan, Uncu mengungkap maraknya bisnis solar ilegal ini tidak lepas dari bermunculannya lokasi-lokasi penampungan BBM ilegal di darat khususnya yang berada di utara Kota Medan.

“Coba lihat sekarang, lokasi penampungan solar ilegal kian banyak. Bahkan, di Marelan yang dulunya tidak terlalu ramai, sekarang usaha-usaha seperti itu kian menjamur, dan minyak dari SPBU maupun SPBN AKR sebagian juga diselewengkan dan dijual ke tengah laut,” jelasnya. (bbs/val/rul/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/