25 C
Medan
Wednesday, May 15, 2024

KPK Incar Pengacara Anas

Anas Urbaningrum
Anas Urbaningrum

JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Upaya kubu Anas Urbaningrum mematahkan dakwaan jaksa bisa jadi berimplikasi pada kuasa hukumnya. KPK melihat ada peran pengacara Anas ikut merekayasa kesaksian dalam persidangan. Tindakan pengacara Anas pun bisa dikategorikan obstraction of justice.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, pihaknya memperhatikan ada beberapa pihak yang bisa dijerat obstraction of justice atau tindakan menghalangi persidangan. “Saya perhatikan dalam sidang ada banyak hal yang menarik seperti lawyer yang menjadi saksi dalam sidang,” ujar Bambang.

Pengacara yang dimaksud Bambang itu ialah Carel Ticualu. Menurut dia, ketika menjadi saksi, seorang pengacara tentu memiliki subyektifitas yang tinggi. Bahkan, muncul kesan merekayasa satu kesaksian. Carel memang sempat menjadi saksi dalam sidang Anas.

Carel memberikan keterangan terkait pembelian rumah Anas di Duren Sawit. Dia menyebutkan, seorang pengusaha bernama Ayung memberikan uang Rp 5 miliar untuk membeli rumah Anas di Duren Sawit. Padahal selama ini KPK menduga rumah itu merupakan hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari sejumlah proyek pemerintah.

“Dia (pengacara) itu kan memberi keterangan di bawah sumpah. Kita lihat nanti, pertimbangan hakim bagaimana,” kata Bambang. Jika nanti dalam putusannya hakim menggunakan keterangan saksi-saksi jaksa sebagai pertimbangan, saksi lain bisa dianggap tidak bisa dipercaya.

“Kalau seperti itu berarti saksi itu (pengacara) berbohong. Padahal dia kan memberikan keterangan di bawah sumpah. Nah, itu ada bisa jadi masalah tersendiri,” ujar Bambang. Aturan yang bisa digunakan KPK untuk menjerat seseorang yang menghalang-halangi proses peradilan ialah pasal 21 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal itu mengatur orang yang sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi. Tindakan tersebut bisa dijerat pidana maksimal 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 600 juta.

Dikonfirmasi terkait hal ini, Carel Ticualu merasa keterangannya dalam persidangan benar adanya. “Lagian saya ini kan sudah mundur saat putusan sela dibacakan. Jadi saya sudah tidak menjadi lawyer sebelum materi pokok disidangkan,” ujarnya.

Carel mengatakan, majelis hakim dan jaksa KPK saat itu juga tidak keberatan dirinya menjadi saksi. “Kalau hal tersebut mau dijadikan sebagai obstraction of justice, maka BW (Bambang Widjojanto) harus belajar lagi hukum pidana,” ujarnya. (gun/dim/sof)

Anas Urbaningrum
Anas Urbaningrum

JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Upaya kubu Anas Urbaningrum mematahkan dakwaan jaksa bisa jadi berimplikasi pada kuasa hukumnya. KPK melihat ada peran pengacara Anas ikut merekayasa kesaksian dalam persidangan. Tindakan pengacara Anas pun bisa dikategorikan obstraction of justice.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, pihaknya memperhatikan ada beberapa pihak yang bisa dijerat obstraction of justice atau tindakan menghalangi persidangan. “Saya perhatikan dalam sidang ada banyak hal yang menarik seperti lawyer yang menjadi saksi dalam sidang,” ujar Bambang.

Pengacara yang dimaksud Bambang itu ialah Carel Ticualu. Menurut dia, ketika menjadi saksi, seorang pengacara tentu memiliki subyektifitas yang tinggi. Bahkan, muncul kesan merekayasa satu kesaksian. Carel memang sempat menjadi saksi dalam sidang Anas.

Carel memberikan keterangan terkait pembelian rumah Anas di Duren Sawit. Dia menyebutkan, seorang pengusaha bernama Ayung memberikan uang Rp 5 miliar untuk membeli rumah Anas di Duren Sawit. Padahal selama ini KPK menduga rumah itu merupakan hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari sejumlah proyek pemerintah.

“Dia (pengacara) itu kan memberi keterangan di bawah sumpah. Kita lihat nanti, pertimbangan hakim bagaimana,” kata Bambang. Jika nanti dalam putusannya hakim menggunakan keterangan saksi-saksi jaksa sebagai pertimbangan, saksi lain bisa dianggap tidak bisa dipercaya.

“Kalau seperti itu berarti saksi itu (pengacara) berbohong. Padahal dia kan memberikan keterangan di bawah sumpah. Nah, itu ada bisa jadi masalah tersendiri,” ujar Bambang. Aturan yang bisa digunakan KPK untuk menjerat seseorang yang menghalang-halangi proses peradilan ialah pasal 21 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal itu mengatur orang yang sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi. Tindakan tersebut bisa dijerat pidana maksimal 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 600 juta.

Dikonfirmasi terkait hal ini, Carel Ticualu merasa keterangannya dalam persidangan benar adanya. “Lagian saya ini kan sudah mundur saat putusan sela dibacakan. Jadi saya sudah tidak menjadi lawyer sebelum materi pokok disidangkan,” ujarnya.

Carel mengatakan, majelis hakim dan jaksa KPK saat itu juga tidak keberatan dirinya menjadi saksi. “Kalau hal tersebut mau dijadikan sebagai obstraction of justice, maka BW (Bambang Widjojanto) harus belajar lagi hukum pidana,” ujarnya. (gun/dim/sof)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/