JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly menyatakan, Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru disahkan dalam rapat Paripurna DPR RI, Selasa (6/12), akan berlaku efektif setelah tiga tahun resmi diundangkan. Pemerintah dan DPR akan melakukan sosialisasi KUHP baru selama tiga tahun tersebut.
“Semua ini ada waktu tiga tahun agar undang-undang ini efektif berlaku. Dalam masa tiga tahun ini kita adakan sosialisasi, tim ini maupun bersama-sama tim DPR akan melakukan sosialisasi ke penegak hukum, kemasyarakat, ke kampus-kampus, untuk menjelaskan konsep filosofi dan lain-lain dari RKUHP,” kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (6/12).
Yasonna menjelaskan, KUHP yang berlaku selama ini merupakan produk hukum Belanda sejak 1918 atau sudah 104 tahun berlaku di Indonesia. Menurut Yasonna, kebutuhan hukum pidana di Indonesia menjadi salah satu urgensi pengesahan RUU KUHP.”Produk Belanda tidak relevan lagi dengan Indonesia. Sementara RUU KUHP sudah sangat reformatif, progresif, juga responsif dengan situasi di Indonesia,” papar Yasonna.
Yasonna menjelaskan, perjalanan penyusunan RUU KUHP tidak selalu mulus. Pemerintah dan DPR sempat dihadapkan dengan pasal-pasal yang dianggap kontroversial, di antaranya pasal penghinaan Presiden, pidana kumpul kebo, pidana santet, vandalisme, hingga penyebaran ajaran komunis. Politikus PDIP ini menegaskan, pasal-pasal dimaksud telah melalui kajian berulang secara mendalam.
Oleh karena itu, Yasonna mengimbau pihak-pihak yang tidak setuju atau protes terhadap KUHP baru dapat menyampaikannya melalui mekanisme hukum. Dia tidak mempermasalahkan, apabila terdapat masyarakat yang melakukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait KUHP baru.”RUU KUHP tidak mungkin disetujui 100 persen. Kalau masih ada yang tidak setuju, dipersilakan melayangkan gugatan ke MK,” pungkas Yasonna.
Sebelumnya, DPR RI mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang (UU) dalam rapat paripurna di komplek parlemen, Senayan kemarin (6/12). Rapat tersebut diwarnai interupsi dari Fraksi PKS. Bahkan, Partai Islam itu mengancam akan mengajukan judicial review (JR) ke MK terkait pasal penghinaan terhadap presiden dan pemerintah.
Rapat paripurna pengambilan keputusan diawali dengan penyampaian laporan dari Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul. Pacul menyampaikan terkait pembahasan RKUHP, berbagai masukan dari masyarakat yang sudah diakomodir, sejumlah perubahan dalam draf RKUHP. Komisi III kemudian menyetujui untuk membawa RKUHP ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi UU.
Setelah penyampaian laporan, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang memimpin rapat pun menanyakan kepada para anggota yang hadir, apakah RKUHP disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang. Serempak mereka menyatakan setuju. Dasco pun mengetuk palu tanda disahkannya UU tersebut.
Selanjutnya, Dasco memberikan kepada perwakilan dari Fraksi PKS untuk menyampaikan catatan. Walaupun sepakat dengan pengesahaan UU KUHP, PKS memberikan sejumlah catatan. Iskan Qolba Lubis, anggota DPR dari Fraksi PKS menyampaikan catatan fraksinya.
Iskan mengkritik Pasal 218 terkait penghinaan kepada presiden dan wakil presiden, serta Pasal 240 terkait penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara. Menurut dia, menghina presiden bisa dihukum tiga tahun. “Ini pasal karet yang akan menjadikan Indonesia sebagai negara demokrasi berubah menjadi negara monarki,” terangnya.
Dia pun minta agar pasal itu dihapus dari RKUHP yang disahkan menjadi UU. Menurutnya, banyak masyarakat yang menggelar demonstrasi menolak pasal tersebut. Pasal itu akan mengambil hak-hak rakyat untuk menyampaikan pendapat. Pasal tersebut jelas menunjukkan kemunduran dari cita-cita reformasi.
Iskan menegaskan bahwa di seluruh dunia, rakat harus mengkritik pemerintah. Sebab, tidak ada pemimpin yang tidak mempunyai dosa dan kesalahan. “Hanya para nabi yang tidak dosa,” tegasnya. Dia pun mengancam akan mengajukan gugatan terkait pasal tersebut. “Saya sebagai wakil rakyat, akan mengajukan gugatan ke MK,” lanjutnya.
Dasco langsung memotong pernyataan Iskan. Menurut Dasco, secara resmi Fraksi PKS sudah menyepakati RKUHP. Jadi, apa yang disampaikan Iskan tidak sesuai dengan kesepakatan dan keluar dari penyampaian catatan. “Catatan sudah saya terima. Fraksi PKS sudah sepakat dengan catatan,” paparnya.
Iskan tidak terima perkataannya dipotong sepihak oleh Dasco. Dia tetap meminta waktu untuk melanjutkan interupsinya. Dirinya mempunyai waktu tiga menit untuk berbicara. “Saya punya hak berbicara. Kamu jangan jadi diktator di sini. Saya akan ajukan ke MK,” ungkapnya.
Dasco langsung merespon perkataan Iskan. Ketua Harian Partai Gerindra itu menegaskan bahwa pihaknya bisa menerima usulan pencabutan pasal dalam paripurna. Apalagi Fraksi PKS sudah menyetujui RKUHP.
Iskan tetap tidak puas dan masih terus menuntut haknya untuk berbicara. Keduanya bersitegang. Suara mic semakin ramai. Iskan pun mengancam akan keluar ruang sidang, jika tidak diberi waktu untuk berbicara. “Pak Sufmi jangan jadi diktator di sini. Kasih saya waktu. Kalau nggak, saya akan keluar,” ucapnya. Dasco pun mempersilahkannya keluar. Iskan akhirnya keluar dari ruang sidang paripurna.
Komnas HAM Pertimbangkan Upaya
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mempertimbangkan langkah atau upaya lain jika Rancangan KUHP melanggar prinsip HAM dan tetap disahkan pemerintah bersama DPR.
“Apabila pasal tentang pelanggaran HAM berat hasilnya sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam UU Nomor 26/2000, maka kita akan melakukan langkah-langkah lebih lanjut,” kata Ketua Komnas HAM, Atnike Sigiro, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (6/12).
Komnas HAM, kata dia, juga mengkhawatirkan naskah Rancangan KUHP yang akan disahkan pemerintah dan DPR itu juga berpotensi menggerus tugas, fungsi dan mandat lembaga HAM itu.
Di satu sisi, aktivis perempuan itu berharap pemerintah dan DPR masih membuka peluang atau mempertimbangkan masukan-masukan yang disampaikan publik demi perbaikan sistem hukum di Tanah Air.
Apalagi, sejak Indonesia merdeka hingga saat ini belum ada Rancangan KUHP hasil dari buah pemikiran anak bangsa. Oleh karena itu, lahirnya naskah Rancangan KUHP diharapkan menjunjung tinggi HAM.
Di satu sisi, ia mengakui Rancangan KUHP yang segera disahkan pemerintah dan DPR sudah pasti tidak bisa memuaskan keinginan semua pihak.
Sebab, dengan kondisi Indonesia yang beragam terdiri dari banyak suku, agama, kepentingan sosial, budaya dan sebagainya menyulitkan semua harapan dapat ditampung Rancangan KUHP itu sendiri.
“Nanti kalau ada perbedaan pandangan, saya pikir ada proses politik dan hukum yang bisa ditempuh misalnya tinjauan peradilan” kata dia.
Terakhir, Komnas HAM mengingatkan apabila pemerintah dan DPR tidak menyikapi secara serius masukan dari lembaga itu, maka akan berdampak pada akuntabilitas negara dalam menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu. (jpc)