35 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

Diimingi Rp100 Juta untuk Ikut KLB

SUMUTPOS.CO – SEJUMLAH kader Partai Demokrat mengaku diiming-iming duit agar ikut Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit, Deliserdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3) kemarin. Seperti disampaikan unsur kepengurusan Partai Demokrat di Jawa Tengah, baik tingkat DPD atau DPC.

DIKLAIM SAH: KLB Partai Demokrat di Sibolangit, Jumat (5/3) dihadiri sekitar 1.200 kader partai, dan diklaim adalah pemilik suara sah. Jumlah pemberi suara diklaim telah memenuhi kuorum dengan jumlah kehadiran 2/3 dari total pemilik suara.

Dalam rapat koordinasi daerah (Rakorda) Partai Demokrat Jateng, sejumlah ketua DPC menceritakan pengalaman diajak ikut KLB. “Saya diajak ketemu oleh seseorang mantan ketua DPC, Mbak Ayu di kafe di Pekalongan. Ada rekaman 35 menit (suaranya) kurang jelas. Saya ditawari bergabung ikut KLB dengn iming-iming uang DP Rp30 juta langsung. Kalau mau langsung tanda tangan, uang diserahkan. Beberapa kali dibujuk rayu, saya bersikukuh satu tujuan mendukung AHY,” kata Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Pekalongan, Mashadi

Saat itu, ia kemudian pamit pulang dan terkejut karena ada mantan Ketua DPC Demokrat Kabupaten Blora yang juga menawarkan hal serupa. Bahkan sempat disebut ada rencana pada 2024, Demokrat akan mendukung putra presiden dalam pemilihan. Namun Mashadi tidak bisa memastikan kebenaran pernyataan itu.

Ketua DPC Demokrat Kabupaten Pemalang, Andika Permadi, juga mengatakan pengalaman serupa. Ia dijanjikan uang Rp100 juta dengan uang muka Rp30 juta jika bersedia ikut KLB. “Diajak, bertemu Pak Bambang, ketua DPC saat itu masih aktif. Beliau menceritakan, awalnya kalau Partai Demokrat dipegang Mas AHY akan semakin tenggelam,” kata Andika.

Ketua DPC Demokrat Kota Semarang, Wahyu Winarto atau Liluk mengatakan, ada kadernya yang juga dirayu ikut KLB, namun menolak. Kemudian ada Ketua DPC Demokrat Klaten, One Krisnata, yang mengaku ditawari ikut KLB bahkan oleh kader partai lain. “Yang menarik dua atau tiga hari lalu ada yang menawarkan saya pribadi tapi bukan kader Demokrat, saya tidak perlu sebut nama, kader partai lain. Meminta saya ikut KLB dan mengimingi. Enggak usah lah. Kita solid apapun kita bersama Pak AHY,” tegas One.

Hal senada diungkapkan kader DPC Partai Demokrat Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, yang diiming-imingi uang muka Rp20 juta agar mau ikut KLB tersebut. Namun tawaran itu ditolaknya. “Kader kami ada yang ditawari Rp20 juta untuk berangkat ke KLB di Deliserdang. Nanti sudah sampai sana ditambah lagi uangnya. Tapi kader kami tidak ada yang tergiur menerima tawaran itu,” kata Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Bandung Barat, Iwan Setiawan, Sabtu (6/3).

Menurutnya pihak yang menawari uang itu mencoba masuk melalui jajaran staf dan pengurus. Berdasarkan pengakuan kader yang melapor kepada dirinya, orang yang menawari mereka uang merupakan pihak dari internal partai, namun bukan DPC Bandung Barat. “Mereka berasal dari Bandung,” ujarnya.

Meski uang yang ditawarkan cukup menggiurkan, tutur Iwan, tidak ada kader PD KBB yang tergiur dan membelot ikut KLB inkonstitusional tersebut. Hal tersebut terjadi karena pihaknya terus melakukan konsolidasi di internal partai yang tetap tegak lurus mendukung kepemimpinan AHY. “Kami tidak akan pernah mengakui Moeldoko sebagai ketua umum. Apapun hasilnya, KLB itu menurut kami itu ilegal, abal-abal, dan tidak sah,” tutur Iwan.

Sejak awal pun pihaknya mengatakan, bisa dipastikan jika KLB yang digelar melanggar hukum dan tidak sesuai dengan AD/ART Partai Demokrat. Sebab aturan KLB menurut AD/ART partai wajib memenuhi sejumlah syarat dan itu tidak terpenuhi dalam KLB tersebut. “Secara jernih dan terang benderang kita bisa lihat fakta yang sesungguhnya bahwa kegiatan KLB di Sibolangit ilegal dan melanggar hukum,” ucapnya.

Intimidasi

Sementara Ketua DPD Partai demokrat DKI Jakarta, Santoso mengungkap ada intimidasi terhadap salah satu Ketua DPD agar menghadiri Kongres Luar Biasa (KLB) di Deliserdang, Sumut. Menurut Santoso, Ketua DPD yang diintimidasi tersebut adalah Ketua DPD Kepulauan Riau.

Ia mengikuti kongres karena mendapat tekanan dari kubu penyelenggara KLB. “Kalau tidak hadir, maka proses hukum yang dituduhkan ke orang yang bersangkutan akan diproses,” kata Santoso di halaman kantor DPD Partai Demokrat DKI Jakarta, Minggu (7/3).

Menurut Santoso, hal itu merupakan bentuk kezaliman yang dilakukan kubu penyelenggara KLB. “Dan saya yakin memang oknum-oknum di lingkar kekuasaan melakukan ini,” ujar Santoso.

Santoso juga meyakini, kubu penyelenggara KLB memberikan iming-iming berupa uang atau jabatan kepada peserta yang datang. “Tidak mungkin mereka datang tanpa diiming-imingi dengan sesuatu, baik itu uang, mungkin juga jabatan, jika kongres luar biasa abal-abal yang mereka lakukan disahkan oleh pemrintah,” kata Santoso.

Ia juga mengklaim tidak ada pemilik suara di kongres dari DKI Jakarta yang mengikuti pelaksanaan KLB di Deliserdang. Pemilik suara yang dimaksud adalah 1 Ketua DPD dan 6 Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC). “Tetap mendukung Ketua Umum AHY dan tidak hadir di kongres luar biasa abal-abal itu,” kata Santoso sembari menambahkan, saat ini pihak penyelenggara KLB sedang melakukan intimidasi dan mempengaruhi kader-kader Partai Demokrat agar bergabung dengan kubu mereka.

KPK Diminta Usut KLB Sibolangit

Terpisah, Kader DPD Partai Demokrat Sumut, Arief Tampubolon meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut indikasi suap yang mengalir di kegiatan yang diklaim sebagai KLB Partai Demokrat di Sibolangit, Jumat (5/3) lalu itu. Alasannya, kata Arief, Moeldoko adalah Kepala Staf Kepresidenan yang tupoksinya digaji dengan uang rakyat.

“Uang dari mana Moeldoko bisa menggelar KLB ilegal itu dengan mengerahkan banyak orang dari wilayah Timur Indonesia, sedangkan dia hanya seorang KSP? Jika ada sponsornya, berarti sudah terjadi tindak pidana suap atau gratifikasi terhadap dirinya,” ujar Arief.

Arief yang juga Koordinator Wilayah (Korwil) Gerakan Transparansi Anggaran Rakyat ini menilai, tidak adanya tindakan pembubaran KLB ilegal di tengah pandemi Covid-19 oleh instansi pemerintah, juga menambah kecurigaan adanya dugaan suap yang mengalir ke oknum-oknum instansi terkait. “KPK harus membuktikan dugaan suap atau gratifikasi itu tidak terjadi menjelang hingga berlangsungnya KLB ilegal di Sibolangit tersebut. Ke oknum-oknum mana saja aliran dana itu mengalir sehingga KLB ilegal di tengah pandemi Covid-19 tidak bisa dibubarkan. Atau jangan-jangan KPK juga sudah terkondisikan?” katanya.

Selain itu, lanjut Arief, KPK juga harus menyelidiki kepala daerah yang terkondisikan oleh panitia pelaksana KLB ilegal yang diam dan tutup mata adanya kerumunan di tengah pandemi Covid-19. “Jika ada kepala daerah menerima janji atau uang dari panitia pelaksana KLB ilegal, ini bisa diusut tuntas oleh KPK, dan jika ada juga intervensi atau ancama ke kepala daerah, Kapolri Jenderal Listyo bisa mengungkapnya,” tegasnya.

Dia juga menyesalkan adanya pengerahan massa dari OKP tertentu ke lokasi KLB yang menghadang kader Partai Demokrat hingga nyaris terjadi bentrokan. “Alur pengerahan massa OKP ini juga menjadi tanda tanya, siapa yang mengerahkan sehingga polisi tak berdaya membubarkannya. Setelah ada perintah dari pimpinan Pusat, barulah pembubaran massa OKP bisa dilakukan. Artinya, ini semua sudah terkondisikan, tidak mungkin cuma-cuma tanpa biaya semua itu,” tandasnya. (bbs/mag-1)

SUMUTPOS.CO – SEJUMLAH kader Partai Demokrat mengaku diiming-iming duit agar ikut Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit, Deliserdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3) kemarin. Seperti disampaikan unsur kepengurusan Partai Demokrat di Jawa Tengah, baik tingkat DPD atau DPC.

DIKLAIM SAH: KLB Partai Demokrat di Sibolangit, Jumat (5/3) dihadiri sekitar 1.200 kader partai, dan diklaim adalah pemilik suara sah. Jumlah pemberi suara diklaim telah memenuhi kuorum dengan jumlah kehadiran 2/3 dari total pemilik suara.

Dalam rapat koordinasi daerah (Rakorda) Partai Demokrat Jateng, sejumlah ketua DPC menceritakan pengalaman diajak ikut KLB. “Saya diajak ketemu oleh seseorang mantan ketua DPC, Mbak Ayu di kafe di Pekalongan. Ada rekaman 35 menit (suaranya) kurang jelas. Saya ditawari bergabung ikut KLB dengn iming-iming uang DP Rp30 juta langsung. Kalau mau langsung tanda tangan, uang diserahkan. Beberapa kali dibujuk rayu, saya bersikukuh satu tujuan mendukung AHY,” kata Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Pekalongan, Mashadi

Saat itu, ia kemudian pamit pulang dan terkejut karena ada mantan Ketua DPC Demokrat Kabupaten Blora yang juga menawarkan hal serupa. Bahkan sempat disebut ada rencana pada 2024, Demokrat akan mendukung putra presiden dalam pemilihan. Namun Mashadi tidak bisa memastikan kebenaran pernyataan itu.

Ketua DPC Demokrat Kabupaten Pemalang, Andika Permadi, juga mengatakan pengalaman serupa. Ia dijanjikan uang Rp100 juta dengan uang muka Rp30 juta jika bersedia ikut KLB. “Diajak, bertemu Pak Bambang, ketua DPC saat itu masih aktif. Beliau menceritakan, awalnya kalau Partai Demokrat dipegang Mas AHY akan semakin tenggelam,” kata Andika.

Ketua DPC Demokrat Kota Semarang, Wahyu Winarto atau Liluk mengatakan, ada kadernya yang juga dirayu ikut KLB, namun menolak. Kemudian ada Ketua DPC Demokrat Klaten, One Krisnata, yang mengaku ditawari ikut KLB bahkan oleh kader partai lain. “Yang menarik dua atau tiga hari lalu ada yang menawarkan saya pribadi tapi bukan kader Demokrat, saya tidak perlu sebut nama, kader partai lain. Meminta saya ikut KLB dan mengimingi. Enggak usah lah. Kita solid apapun kita bersama Pak AHY,” tegas One.

Hal senada diungkapkan kader DPC Partai Demokrat Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, yang diiming-imingi uang muka Rp20 juta agar mau ikut KLB tersebut. Namun tawaran itu ditolaknya. “Kader kami ada yang ditawari Rp20 juta untuk berangkat ke KLB di Deliserdang. Nanti sudah sampai sana ditambah lagi uangnya. Tapi kader kami tidak ada yang tergiur menerima tawaran itu,” kata Ketua DPC Partai Demokrat Kabupaten Bandung Barat, Iwan Setiawan, Sabtu (6/3).

Menurutnya pihak yang menawari uang itu mencoba masuk melalui jajaran staf dan pengurus. Berdasarkan pengakuan kader yang melapor kepada dirinya, orang yang menawari mereka uang merupakan pihak dari internal partai, namun bukan DPC Bandung Barat. “Mereka berasal dari Bandung,” ujarnya.

Meski uang yang ditawarkan cukup menggiurkan, tutur Iwan, tidak ada kader PD KBB yang tergiur dan membelot ikut KLB inkonstitusional tersebut. Hal tersebut terjadi karena pihaknya terus melakukan konsolidasi di internal partai yang tetap tegak lurus mendukung kepemimpinan AHY. “Kami tidak akan pernah mengakui Moeldoko sebagai ketua umum. Apapun hasilnya, KLB itu menurut kami itu ilegal, abal-abal, dan tidak sah,” tutur Iwan.

Sejak awal pun pihaknya mengatakan, bisa dipastikan jika KLB yang digelar melanggar hukum dan tidak sesuai dengan AD/ART Partai Demokrat. Sebab aturan KLB menurut AD/ART partai wajib memenuhi sejumlah syarat dan itu tidak terpenuhi dalam KLB tersebut. “Secara jernih dan terang benderang kita bisa lihat fakta yang sesungguhnya bahwa kegiatan KLB di Sibolangit ilegal dan melanggar hukum,” ucapnya.

Intimidasi

Sementara Ketua DPD Partai demokrat DKI Jakarta, Santoso mengungkap ada intimidasi terhadap salah satu Ketua DPD agar menghadiri Kongres Luar Biasa (KLB) di Deliserdang, Sumut. Menurut Santoso, Ketua DPD yang diintimidasi tersebut adalah Ketua DPD Kepulauan Riau.

Ia mengikuti kongres karena mendapat tekanan dari kubu penyelenggara KLB. “Kalau tidak hadir, maka proses hukum yang dituduhkan ke orang yang bersangkutan akan diproses,” kata Santoso di halaman kantor DPD Partai Demokrat DKI Jakarta, Minggu (7/3).

Menurut Santoso, hal itu merupakan bentuk kezaliman yang dilakukan kubu penyelenggara KLB. “Dan saya yakin memang oknum-oknum di lingkar kekuasaan melakukan ini,” ujar Santoso.

Santoso juga meyakini, kubu penyelenggara KLB memberikan iming-iming berupa uang atau jabatan kepada peserta yang datang. “Tidak mungkin mereka datang tanpa diiming-imingi dengan sesuatu, baik itu uang, mungkin juga jabatan, jika kongres luar biasa abal-abal yang mereka lakukan disahkan oleh pemrintah,” kata Santoso.

Ia juga mengklaim tidak ada pemilik suara di kongres dari DKI Jakarta yang mengikuti pelaksanaan KLB di Deliserdang. Pemilik suara yang dimaksud adalah 1 Ketua DPD dan 6 Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC). “Tetap mendukung Ketua Umum AHY dan tidak hadir di kongres luar biasa abal-abal itu,” kata Santoso sembari menambahkan, saat ini pihak penyelenggara KLB sedang melakukan intimidasi dan mempengaruhi kader-kader Partai Demokrat agar bergabung dengan kubu mereka.

KPK Diminta Usut KLB Sibolangit

Terpisah, Kader DPD Partai Demokrat Sumut, Arief Tampubolon meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut indikasi suap yang mengalir di kegiatan yang diklaim sebagai KLB Partai Demokrat di Sibolangit, Jumat (5/3) lalu itu. Alasannya, kata Arief, Moeldoko adalah Kepala Staf Kepresidenan yang tupoksinya digaji dengan uang rakyat.

“Uang dari mana Moeldoko bisa menggelar KLB ilegal itu dengan mengerahkan banyak orang dari wilayah Timur Indonesia, sedangkan dia hanya seorang KSP? Jika ada sponsornya, berarti sudah terjadi tindak pidana suap atau gratifikasi terhadap dirinya,” ujar Arief.

Arief yang juga Koordinator Wilayah (Korwil) Gerakan Transparansi Anggaran Rakyat ini menilai, tidak adanya tindakan pembubaran KLB ilegal di tengah pandemi Covid-19 oleh instansi pemerintah, juga menambah kecurigaan adanya dugaan suap yang mengalir ke oknum-oknum instansi terkait. “KPK harus membuktikan dugaan suap atau gratifikasi itu tidak terjadi menjelang hingga berlangsungnya KLB ilegal di Sibolangit tersebut. Ke oknum-oknum mana saja aliran dana itu mengalir sehingga KLB ilegal di tengah pandemi Covid-19 tidak bisa dibubarkan. Atau jangan-jangan KPK juga sudah terkondisikan?” katanya.

Selain itu, lanjut Arief, KPK juga harus menyelidiki kepala daerah yang terkondisikan oleh panitia pelaksana KLB ilegal yang diam dan tutup mata adanya kerumunan di tengah pandemi Covid-19. “Jika ada kepala daerah menerima janji atau uang dari panitia pelaksana KLB ilegal, ini bisa diusut tuntas oleh KPK, dan jika ada juga intervensi atau ancama ke kepala daerah, Kapolri Jenderal Listyo bisa mengungkapnya,” tegasnya.

Dia juga menyesalkan adanya pengerahan massa dari OKP tertentu ke lokasi KLB yang menghadang kader Partai Demokrat hingga nyaris terjadi bentrokan. “Alur pengerahan massa OKP ini juga menjadi tanda tanya, siapa yang mengerahkan sehingga polisi tak berdaya membubarkannya. Setelah ada perintah dari pimpinan Pusat, barulah pembubaran massa OKP bisa dilakukan. Artinya, ini semua sudah terkondisikan, tidak mungkin cuma-cuma tanpa biaya semua itu,” tandasnya. (bbs/mag-1)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/